MINGGU pagi ini badan saya terasa ringsek. Pulang dari kantor jam 02.00 dini hari. Pening menangani halaman akhir. Yang sisa cuma Opung Richar dan saya. Berita halaman 1 kebanyakan berita malamnya. Ada Launching Perumahan Coastarina dengan Tukul Arwana dan Ruth Sahanaya sebagai bintang tamu. Lalu ada grand final pemilihan Encik Puan Batam 2007. Ini semacam Mojang Jajaka di Bandung. Terus satu lagi, nonton bareng final Piala FA. Semua berita serba menunggu. Wartawan datangnya jam 12 lewat. Lebih parah lagi, foto Cik Puan. Jam 01.00 baru datang fotografernya. Alamak, telatlah cetak lagi.
Karena itulah, badan saya rasanya ringsek. Setelah salat subuh, saya tidur lagi sampai jam 10. Baru setelah mandi, badan lumayan agak segar. Waktu mau ke kantor, Mbah Roso, mo nebeng. Soalnya motor semalam ditinggal di kantor, karena nonton Tukul diantar pake mobil Mas Gentur, manajer Iklan.
Nah sebelum ke kantor, Mbah Roso mengajak saya mampir dulu ke Kantor ATB. ATB ini adalah Adhya Tirta Batam atau PDAM-nya Batam. Di Batam, pengelola air adalah pihak swasta. Direkturnya juga orang bule, dari Inggris. Namanya John S. S-nya enggak tahu kepanjangan apa, mungkin Sueb. Jadi masih sodaranya Benyamin Sueb.
Ternyata orang yang ditemui di Kantor ATB adalah Pak Adang Gumilar. Dari namanya saja, ketahuan dia orang Sunda. Tentu saya senang bukan kepalang, bertemu orang satu kampung. Waktu tahu saya dari Tribun Jabar Bandung, Pak Adang langsung sumringah.
"Wah saya dulu tinggal di Jalan Bengawan. Dulu Budi Winarno yah di Tribun," kata Pak Adang.
Mas Budi Winarno ini adalah Redpel, waktu koran kita masih bernama Metro Bandung. Sekarang sudah keluar. Dengar-dengar sih sekarang di Jurnal Indonesia, punyanya SBY.
Nah balik ke Pak Adang. Dia ini berasal dari Majalaya. Lebih mengejutkan lagi, ternyata Pak Adang ini masih saudara dengan Yadi Sri Mulyadi, Wakil Bupati Bandung. Malahan menurut Pak Adang, Yadi ini digembleng di rumahnya untuk jadi politisi. "Saya tuh Sekretaris DPC PDIP Kab Bandung," katanya. Oh pantas...
"Tapi sekarang kasihan, dia berada di ketiaknya Obar Sobarna," katanya lagi. He he iyalah, orang nomor 2 mana bisa melebihi nomor 1. Mana Obar tuh pelit berbagi kekuasaan lagi.
Kenapa sekarang di Batam? "Saya ke Batam ini pelarian. Karena di Bandung udah gak jelas, pabaliut, terlalu banyak korupsi. Saya itu yang melaporkan kasus korupsi-nya Obar Sobarna pada pembangunan Stadion Jalak Harupat. Bandung udah parah, makanya saya ke sini saja," kata Pak Adang, yang juga mantan wartawan itu.
Ia juga bercerita saat kasus Jalak Harupat mencuat. Kata Pak Adang, hanya Tribun yang berani menurunkan berita tentang kasus itu. Yang lainnya, kata Pak Adang, sudah dicekoki pemerintah. "Yah susah dong, kalau pimpinan partai juga adalah orang koran. Pasti jadi corong. Kalaupun memberitakan, itu kan redakturnya dibuang," kata Pak Adang lagi penuh semangat.
Waktu zamannya judi di Bandung yang dipegang Ferry, kata Pak Adang, amplop buat wartawan itu sampai setumpuk. Ada 4.000 amplop yang disiapkan, supaya koran tidak memberitakan perjudian. "Tapi cuma Metro Bandung yang tidak tembus. Koran lain kena , Metro yang tidak. Makanya beritanya menghajar terus," kata Pak Adang, alumnus SMA 1 Bandung dan Fikom ini.
Yah saya senang saja, koran saya disebut sebagai koran yang tak kenal ampun dalam pemberitaan, kebal dari sogokan amplop. Karena itu sudah kewajiban saya dan teman-teman di Tribun dan menjadi jalan darah kami, tak pernah menerima uang sepeser pun dari siapapun.
Tidak lama sebenarnya saya, Mbah Roso, dan Pak Adang berbincang. Setelah tukar menukar kartu nama, akhirnya kami berdua pamitan pada Pak Adang. "Main lagi nanti kesini ya," katanya saat mengantar kami sampai ke pintu keluar kantor ATB.
Karena cacing dalam perut sudah menagih, kami pun singgah dulu ke Warung Sunda Bu Joko. Saya langsung pesan Karedok pake lontong. Mbah Roso pun ikut pesan makanan serupa. Wuihh, sedap banget. Lama tak ketemu Karedok dan Lotek, serasa menemukan makanan apa gitu. Mana bumbu ledok lagi. Pedo pokona mah. Mungkin ini makanan paling nikmat yang saya rasakan selama di Batam. Padahal sudah beberapa kali ke tempat ini, tapi saya tidak pesan Karedok atawa Lotek. Nanti-nanti saya pesan lagi..2 piring. (*)
No comments:
Post a Comment