Saturday, January 29, 2011

Baju Enggal First Anniversary

HARI ini, Sabtu 29 Januari 2011, adalah satu tahun Baju Enggal, sebuah bisnis rumahan yang dikelola saya dan istri saya. Berawal dari ketidaksengajaan, saat istri saya mengikuti sebuah seminar dan mendapat domain internet secara gratis di juale.com. Karena harus berbentuk usaha, akhirnya diputuskan untuk bisnis pakaian.

Nama Baju Enggal saya comot begitu saja, tanpa pikir panjang apalagi lewat proses perenungan mendalam. Entah mengapa nama itu yang terlintas di pikiran. Dan ternyata memang domain dengan nama Baju Enggal masih kosong. Akhirnya kami punya toko online www.bajuenggal.com.


Untuk mengisi toko online ini, awalnya kami membeli pakaian dari teman kami. Dia punya usaha konfeksi, sehingga harga bisa lebih murah. Semua item barang kami jual seharga Rp 50.000. Harga yang cukup murah untuk pakaian dengan jahitan yang lumayan rapi.

Mengapa Rp 50.000? Ini atas pertimbangan dan pengalaman sebelumnya. Beberapa tahun sebelumnya, saya pernah meminjam uang ke bank untuk modal bisnis pakaian. Waktu itu, cara penjualan dilakukan secara kredit dengan harga yang relatif mahal. Maklum di kampung, sulit mencari yang mau membeli tunai.

Endingnya bisa ditebak. Bisnis itu kolaps, karena banyak yang nunggak kredit. Akhirnya bisnis pun tutup. Beruntung, saya masih bisa mengembalikan pinjaman kredit ke bank.

Berkaca dari itulah, untuk bisnis kali ini, kami menetapkan harga pakaian Rp 50.000. Sebuah harga yang cukup terjangkau, cukup dengan selembar uang saja. Tak perlu berlembar-lembar.

Alhamdulillah, penjualan pun cukup lancar. Baju Enggal pun mulai berani ikut pameran. Dimulai dari bazar di TK Playgrup Attaqwa. Lalu ke pameran cukup besar di Senbik yang digelar Dinas Koperasi dan UMKM Jabar.

Selanjutnya ikut pameran HUT Kota Cimahi di Gedung Baros Cyber. Waktu Dinas UMKM Jabar menggelar Cooperative Fair, kami pun ikut serta. Hampir setiap bulan, kami ikut pameran. Ini memang cukup menggenjot penjualan.

Selama ini, kami hanya mengandalkan penjualan melalui reseller dan mulut ke mulut saja. Situs www.bajuenggal.com yang diharapkan bisa menjadi toko online, baru sebatas katalog di dunia maya saja. Agar lebih gencar, Baju Enggal pun promosi di Facebook. Ini malah lebih efektif, karena langsung disambut pesanan dari facebooker.

Pameran paling mengesankan tentu adalah Bandung Air Show di Lanud Husein Sastranegara. Di saat kami sedang pameran, terjadi peristiwa pesawat jatuh. Karena peristiwa itulah, banyak orang dari luar Bandung dan pelosok berdatangan ke Lanud Husein ingin melihat arena pameran dan lokasi jatuhnya pesawat. Hasilnya memang luar biasa, penjualan bisa mencapai hampir Rp 12 juta dalam tempo empat hari saja. Alhamdulillah.

Akhirnya, kami sering bergerilya dari satu pameran ke pameran lain. Gasibu, Sabuga, Senbik, Braga City Walk, sudah kami jajal untuk promo dan penjualan Baju Enggal. Kadang hasilnya menggembirakan, kadang sebaliknya, sepi pembeli.

Tapi tak mengapa, karena kami berprinsip pameran itu untuk promosi dan menjalin relasi serta jaringan. Apabila ada yang membeli produk kami, itu hanyalah bonus.
Setahun sudah kami menjalankan bisnis ini. Mudah-mudahan bisa terus bertahan dan menjadi pemasukan sampingan kami.(*)

Friday, January 28, 2011

Mendayung di Antara LSI dan LPI

JUDUL di atas terinspirasi judul pidato Bung Hatta di hadapan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) tahun 1948, Mendayung di Antara Dua Karang. Pidato yang menjadi landasan politik luar negeri Indonesia, bebas aktif itu, merupakan sikap Indonesia menghadapi kekuatan dua blok dunia, blok barat yang dikomandoi Amerika Serikat, dan blok timur yang dipimpin Uni Soviet.

63 tahun kemudian, kondisi berada di antara dua karang juga dialami Persib Bandung. Dua karang itu bernama Liga Super Indonesia (LSI) dan Liga Primer Indonesia (LPI). Kekecewaan terhadap perangkat pertandingan, wasit, dan sistem di LSI yang digelar PSSI menjadi akar penyebab munculnya kegamangan Maung Bandung.

Beberapa kali pula Manajer Persib Umuh Muhtar mengeluarkan ancaman untuk hengkang ke LPI, ancaman yang dilontarkan secara emosional seusai Persib dikalahkan lawan dan biasanya keesokan harinya diralat. Namun diralat atau tidak, pesan yang disampaikan tetap sama: "Kecewa".

Dua pertandingan terakhir menjadi bukti Persib selalu dizalimi pengadil di lapangan, baik di kandang sendiri maupun di kandang lawan. Kekecewaan memuncak ketika Persib melawan Arema, Minggu (23/1), aksi anarki meledak. Lagi-lagi sikap sang pengadil yang dianggap tidak adil dalam menjatuhkan hukuman dan menjaga jalannya pertandingan menjadi pemicu kekecewaan besar suporter.

Suporter Persib turun ke lapangan, membakar bangku, menjebol pagar stadion, dan hal merusak lainnya. Tak ketinggalan, kereta api pun menjadi sasaran amuk saat suporter pulang. Dan entah siapa pelakunya, di tepi lapangan, terpasang billboard Liga Primer Indonesia. Lalu di tengah kerumunan suporter pun muncul spanduk yang isinya meminta Persib segera pindah ke LPI.

Bukan tanpa sebab LPI menjadi alternatif pilihan kompetisi sepak bola Indonesia. LPI sudah jelas merupakan kompetisi yang bebas biasa APBD. LPI menawarkan sebuah liga yang profesional dengan wasit yang kabarnya lebih adil dari wasit LSI.

Pilihan hijrah ke LPI juga mendapat dukungan dari Wagub Jabar Dede Yusuf, begitu menyaksikan tindakan wasit di laga Persib- Arema. Menurutnya, kalau kondisi sepak bola masih seperti ini, Persib pikir-pikir untuk pindah.

Muhammad Farhan, Wakil Direktur PT PBB, pun berkicau di Twitter-nya menyoal buruknya kepemimpinan wasit. "Masih adakah alasan untuk bertahan di LSI?, begitu Om Farhan mengakhiri tweetnya.

Kegamangan pula yang kini dialami Nova Arianto, benteng tangguh Persib, dalam curhat di dinding Facebook-nya. Ia mengaku sudah ditawari kontrak bagus selama tiga tahun untuk main di LPI. Tapi di sisi lain, Nova masih cinta Persib. Ia kini bimbang di antara pilihan profesional dan loyalitas.

Arifin Panigoro, penggagas LPI, tentu senang bukan alang kepalang, jika Persib jadi bergabung ke LPI. Bahkan ternyata ia sudah ngantos-ngantos (menunggu-nunggu) momen itu. Konon, kompetisi yang tengah bergulir di LPI bisa dihentikan dulu, menunggu kepastian Persib bergabung.

Tapi tunggu dulu, tak semudah itu menyatakan keluar dari LSI. Walau PSSI di zaman Nurdin Halid ini banyak dikecam masyarakat, toh faktanya dialah satu-satunya organisasi persepakbolaan Indonesia yang diakui oleh FIFA, badan sepak bola tertinggi di dunia. Jadi PSSI memiliki wewenang untuk mencoret klub manapun yang berkompetisi di luar naungan kompetisi PSSI.

Tak heran jika pemain sekelas Irfan Bachdim yang menyedot animo masyarakat, khususnya anak baru gede, pada Piala AFF yang lalu, pun tak lagi menarik minat Nurdin untuk menariknya ke timnas PSSI.

Ancaman serupa juga bisa menimpa Baihakki dan Syahril Ishak, dua pemain timnas Singapura yang bermain di Persib. Mereka bisa dilaporkan PSSI ke FIFA, karena ikut kompetisi "ilegal" (versi PSSI), jika Persib betul-betul pindah ke LPI.

Banyak hal yang harus dipertimbangkan manajemen Persib dan konsorsium di PT PBB, terutama sejarah dan masa depan Persib. Apakah tetap bertahan di LSI dan menikmati segala kesemrawutannya atau hijrah ke LPI dengan memakai nama klub berbeda seperti Persebaya 1927.

Mudah-mudahan sebelum bertanding melawan Persiwa Wamena, akhir pekan ini, manajemen dengan pikiran jernih dan hati bersih bisa membuat keputusan penting demi kebaikan Persib serta masyarakat Bandung dan Jawa Barat.(*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Kamis 27 Januari 2011.

Friday, January 14, 2011

Mari Selamatkan Blog

HEI, ini sudah tahun 2011. Ayo dong menulis yang lebih intensif lagi. Jangan seperti tahun lalu yang hanya mengandalkan tulisan sorot untuk mengisi blog ini. Entah bagaimana nasib blog ini kalau sepanjang tahun kemarin saya tak menulis Sorot di Harian Pagi Tribun Jabar. Halaman-halaman di blog ini pasti kosong dan mungkin bertanggal tahun 2009.

Apa sih penyebab saya jadi sulit lagi menulis di blog? Peran besar ada pada Facebook. Ini seolah membenarkan tesis beberapa kalangan yang menyebutkan FB akan menguasai dunia jaring sosial sekaligus menjadi pintu kematian tulis menulis di blog. Mungkin benar mungkin juga tidak.

Sisi benarnya, ya seperti saya ini. Kuantitas menulis di blog sungguh minim. Contoh lain adalah kawan saya di kantor, Hermawan Aksan. Dia penulis novel, buku, cerpen, dll. Dia mengakui sendiri, sudah tidak pernah lagi menulis di blog sejak tahun 2009. Tapi saya tengok, setiap hari Hermawan selalu memperbaharui statusnya di Facebook.

Sisi tidak benarnya, sampai kini ternyata masih banyak yang bertahan menulis di blog. Atau sekadar bertahan, seperti saya, yang mengisi seadanya saja. Mudah-mudahan hal itu tidak terjadi. Bagaimanapun blog merupakan media yang baik untuk belajar menulis sekaligus belajar membuat sebuah situs.

Tapi kekhawatiran bahwa Facebook menjadi Kiamat Blog itu tetap ada. Mengingat Facebook ataupun Twitter kian menggurita. Jumlah penggunanya lebih dari setengah miliar. Setiap orang bisa terhubung hanya dengan sekali pencet tombol di ponsel. Beda dengan blog yang harus buka ini itu, kemudian baru menulis. Itu pun belum tentu mendapat tanggapan, kritikan, atau masukan dari orang lain.

Tahun 2011 inilah, saya kira harus dipancangkan sebagai tahun penyelamatan blog. Tetaplah menulis di blog, apapun bentuk tulisannya. MARI KITA SELAMATKAN BLOG.(*)

Di Balik Pleidoi Gayus

APA lagi yang harus dikatakan tentang Gayus Halomoan Tambunan? Semua garda terdepan penegak hukum sudah diobrak-abrik semua oleh seorang Gayus. Kepolisian, kejaksaan, hakim, juga pengacara, tak lolos dari tipu daya Gayus.

Yang terbaru, Imigrasi pun kecolongan, karena ternyata Gayus pernah tiga kali pelesiran ke Singapura, Kuala Lumpur, dan Makau. Berbekal paspor yang diduga palsu dengan nama samaran Sony Laksono, Gayus lenggang kangkung menerobos pintu-pintu pendeteksi orang- orang yang dicekal, seperti halnya saat ia enjoy menonton pertandinga tenis di Nusa Dua, Bali.

Kisah pelesiran Gayus ke luar negeri pun nyaris terkubur dan tersimpan rapi, kalau saja Devina, warga Depok, tidak mengungkapkan kecurigaannya terhadap orang yang satu pesawat dengannya dan wajahnya mirip Gayus memakai wig, dalam surat pembaca di Harian Kompas.

Namun yang jauh lebih penting lagi sesungguhnya adalah isu pelesiran ini menutupi pleidoi atau pembelaan Gayus di depan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Padahal kalau kita simak, pleidoi Gayus mengungkap bobroknya sistem pajak dan hukum negara kita.

Dengan mengambil judul "Indonesia Bersih, Polisi dan Jaksa Risih, Saya Tersisih", Gayus mengungkapkan enam modus penyelewengan yang biasa terjadi di Ditjen Pajak dan berpotensi merugikan negara. Salah satu modus itu adalah adanya negosiasi di tingkat pemeriksaan pajak oleh tim pemeriksa pajak, sehingga surat ketetapan pajak tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya.

Lalu Gayus pun mempersoalkan penyidik independan yang tidak mengusut tuntas mafia kasus di kepolisian dan kejaksaan yang melibatkan petinggi institusi tersebut. Menurut Gayus, pemeriksaan tim independen sarat rekayasa, dan ia pun terlibat dalam rekayasa pembuatan sejumlah berita acara pemeriksaan.

Gayus mencontohkan, kasus PT Surya Alam Tunggal sebenarnya hanya kasus yang dibuat-buat. Perkara itu dibuat sebagai pintu masuk bagi penyidik untuk memeriksa pejabat pajak nakal dan menyeret mereka ke pengadilan.

Namun yang terseret kasus hanya dirinya dan temannya, bukan pejabat tinggi Ditjen Pajak. Begitu pula di kepolisian, kata Gayus, yang kena hanya yang berkedudukan rendah, seperti Arafat dan Sri Sumartini. Sementara pejabat Mabes Polri seperti Edmond Ilyas, Raja Erizman, Pambudi Pamungkas, dan juga Mardiyani tidak diproses lebih lanjut perkaranya.

Padahal peran mereka menurut Gayus, sangat terang benderang. Edmond yang berperan mengubah status Roberto Santonius dari tersangka menjadi saksi. Pambudi Pamungkas adalah pihak yang memberi izin pemeriksaan Gayus di luar Mabes Polri.

Adakah yang peduli dengan semua informasi Gayus itu? Seharusnya ada, apabila masih ada yang peduli dan menginginkan negeri ini bersih dari aksi-aksi rekayasa, korupsi dan suap. Tapi itulah, jika sudah berbenturan dengan kekuasaan dan kepentingan segelintir elite, tidak ada yang bisa dikatakan lagi. Semuanya akan membentur tembok tebal. Kasus hanya akan berhenti di tingkat Gayus saja. Cukup Gayus yang menjadi tumbal dari mafia hukum dan pajak ini.

Seandainya mau dicermati betul, mengapa isu pelesiran Gayus meledak saat pleidoi itu dibacakan? Adakah agenda tersembunyi di balik semua itu? Adakah upaya-upaya untuk melindungi orang-orang tertentu yang sebenarnya berperan mengatur mafia hukum dan pajak di negeri ini? Wallahu 'alam. (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Selasa 11 Januari 2011.