Saturday, September 29, 2007

Hikmahnya Bisa Salat Subuh Berjemaah

RAMADAN memang bulan penuh hikmah. Sudah banyak ulama, dai, orang biasa, yang bilang seperti itu. Tapi pernahkah terpikir oleh kita apa hikmah yang pernah diperoleh saat Ramadan? Atau karena puasa kita lempeng-lempeng saja hikmah itu tidak pernah terasakan oleh hati yang kian hari kian membatu ini?

Bagi saya pribadi, sungguh tak terperikan berapa banyak hikmah yang bisa saya nikmati. Satu contoh kecil saja, saat Ramadan saya jadi rajin bangun lebih pagi. Lalu salat Subuh berjemaah. Apalagi kalau salatnya bersama istri, fungsi saya sebagai Al Imam di rumah, seperti berjalan. Karena, lagi-lagi karena kesibukan saya dan Bu Eri, kami jarang bisa berkumpul lama, apalagi salat berjemaah di hari-hari biasa. Nah, sekarang Subuh bisa berjemaah, bukankah itu salah satu hikmah Ramadan yang membuat kita bisa berbeda dibanding bulan sebelumnya?

Di luar Ramadan, saya rasakan sulit untuk salat Subuh berjemaah. Pulang dari kantor lewat tengah malam. Kecapean, tidur pulas. Subuh tidak kesiangan pun sudah Alhamdulillah. Tapi saat bulan puasa ini, saya kembali dilatih untuk biasa bangun "wayah janari" atau dini hari, sesuatu hal yang sebetulnya biasa saya lakoni sebelum saya menjadi wartawan, enam tahun lalu.

Saya renungkan, memang ada perubahan dalam hal laku ibadah sejak terjun jadi jurnalis. Saya jarang salat tahajud lagi!!!. Kelelahan fisik yang mendera setelah seharian meliput dan bertugas, membuat saya sulit untuk bangun jam 2 atau 3 dini hari. Dan saya pun mulai jauh dari majelis taklim, mesjid, dll. Sudah sangat jarang, bahkan bisa dibilang tidak pernah lagi, saya mengikuti majelis taklim di manapun.

Saya hanya merasa beruntung, pernah bertugas meliput di desk kota, khususnya bidang keagamaan. Jadi itulah satu-satunya cara bagi saya untuk bisa hadir di majelis taklim sambil meliput acara. Ya, macam-macam majelis taklim. Mulai Daarut Tauhiid Gegerkalong, Pusdai, Mesjid Agung Bandung, dan lain-lain. Atau acara-acara seminar keislaman yang digelar ormas-ormas Islam, seperti MUI, FUUI, dan ICMI.

Sejak enam tahun lalu pula, saya tidak pernah lagi merasakan salat tarawih berjemaah di mesjid-mesjid. Dulu, saat masih mahasiswa, saya punya kebiasaan di saat Ramadan. Keliling mesjid di kota Bandung untuk tarawih. Malam pertama di Mesjid Agung, besoknya bisa di Mesjid STT Tekstil Cicadas, esoknya lagi di Mesjid Ibnu Sina Unpad Jatinangor, dan seterusnya.

Tak heran, teman-teman saya menggelari saya "Si Hikayat Pengembara". Kemana-mana bawa kantong ajaib, berisi peralatan mandi dan baju. Tidur dari mesjid ke mesjid atau dari satu kosan teman ke kosan teman yang lain. He he kasihan sekali yah. Tapi saya merindukan itu...

Sekarang, kalau mau tarawih, saya lakukan di musala kecil di kantor. Itu biasanya sebelum pulang ke rumah. Karena kalau sudah sampai di rumah, malasnya minta ampun. Pasti inginnya langsung tidur. Pernah beberapa kali, karena harus pulang agak cepat, sekitar jam 10.00 malam, saya tarawih di rumah.

Inginnya, setiap salat fardhu bisa melakukannya secara berjemaah di rumah atau di mesjid. Memang di kantor pun, kalau setiap salat, rata-rata berjemaah juga. Namun saya punya pemikiran, ada hal lain yang bisa dipetik saat salat berjemaah dengan keluarga. Kita bisa memberikan sedikit pengetahuan, pencerahan, belajar mengaji, usai salat.

Tentu masih banyak hikmah lain yang belum tersingkap yang saya atau kita dapatkan saat Ramadan ini. Ramadan tinggal 13 hari lagi. Semoga saja kita bisa menikmati Lailatul Qadar dan mendapatkan kemuliaan berdekatan dengan Allah SWT, saat itu. Amin. (*)

Thursday, September 27, 2007

HALO



SELARIK SMS mampir di HP saya, jam 11.52. "A, liat di langit deh, ada Halo gede... tanda apakah itu?". Rupanya adik saya, Neng Diah, kirim pesan pendek. "Lagi di mana dia, kok bisa lihat langit. Bukannya belum jam istirahat?" pikir saya. Neng Diah sekarang sudah kerja di Bank NISP Asia Afrika. Dia kerja di bagian IT, padahal sarjana pertanian.

Saya tidak tahu apakah di langit saat itu memang ada Halo atau enggak. Soalnya, saya sedang ada di ruang les Bahasa Inggris. Sedang menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Mr Budi, instruktur saya, untuk persiapan ujian Oktober mendatang.

Saya sempatkan membalas sms itu. "Itu fenomena alam biasa. Meuruen karena sekarang lagi halodo, maka Halonya ngabadagan". Tak lama muncul lagi SMS Neng Diah. "A fotoin donk...yg bagus ntar neng minta he he ..".

Jam 12, les pun kelar. Saya segera keluar gedung New Concept dan langsung tengadah ke langit. "Mmh, memang ada Halo dan besar," kata saya dalam hati. Saya pun memacu motor pulang ke rumah. Saya ambil kamera digital Canon kesayangan saya di dalam ransel. Walau mini, tapi kemampuan digicam satu ini maxi. Ha ha, promosi biar beli Canon. Berhubung terik banget siang tadi, saya motret sambil berteduh di teras rumah. Jadilah sebagian genteng pun terpotret, he he..

Saya masih ingat, pengetahuan tentang Halo itu didapat saat pelajaran Fisika SMP. Bu Ami yang menerangkannya. Halo sebenarnya sama dengan pelangi, hanya dia berbentuk lingkaran atau cincin mengeliling matahari.

Nah penjelasan lebih lengkap didapat dari Dr Thomas Djamaluddin, pakar astronomi Lapan. Kata Thomas, Halo itu bukanlah fenomena yang aneh dan mempengaruhi terhadap peristiwa lain. Persis seperti apa yang saya bilang via SMS ke Neng Diah.

Fenomena itu sama saja seperti halnya terjadinya pelangi. Bedanya ada pada penyebab terjadinya pelangi. Terjadinya pelangi karena titik-titik air hujan yang kemudian membiaskan cahaya matahari menjadi sepktrum-spektrum yang beraneka warna. Sementara, cicin pelangi itu terjadi karena adanya kristal-kristal es di awan Cirrus. Ketinggiannya, sekitar 10 kilometer dari permukaan bumi.

Kristal es itu akan terjadi kalau temperatur di atmosfir atas dingin. Prosesnya, uap air dari bumi naik ke atmosefer atas. Dan cincin pelangi itu terjadi pada tempat yang sama. Kristal-kristal itu kemudian mengurai cahaya Matahari seperti kejadian pelangi.

Bila hingga malam nanti kristal-kristal es itu masih ada, cincin pelangi itu bisa mengelilingi bulan. Karena temperatur di atas dingin, mejadikan tak terjadinya awan rendah. Dengan demikian bias Matahari menjadi terlihat jelas.(*)

Wednesday, September 12, 2007

Sepuluh Langkah Menyambut Ramadan

SEGALA Puji bagi Allah yang mempunyai dunia alam jagad raya ini dan memberikan anugerah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dengan adanya musim kebaikan untuk melipatgandakan pahala dan menghapus kesalahan serta dosa kepada mereka. Salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita, Muhammad SAW, dan para sahabat, keluarga serta pengikutnya kita sampai akhir zaman yang selalu menjadi manusia yang beriman dan bertakwa dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

1. Berdoalah agar Allah SWT. memberikan kesempatan kepada kita untuk bertemu dengan bulan Ramadan dalam keadaan sehat wal afiat. Dengan keadaan sehat, kita bisa melaksanakan ibadah secara maksimal di bulan itu, baik puasa, salat, tilawah, dan zikir. Dari Anas bin Malik r.a. berkata, bahwa Rasulullah SAW. apabila masuk bulan Rajab selalu berdoa, "Allahuma bariklana fii rajab wa sya'ban, wa balighna ramadan".Artinya, ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya'ban; dan sampaikan kami ke bulan Ramadan. (HR. Ahmad dan Tabrani)
Para salafush-shalih selalu memohon kepada Allah agar diberikan karunia bulan Ramadan; dan berdoa agar Allah menerima amal mereka. Bila telah masuk awal Ramadhan, mereka berdoa kepada Allah, "Allahu akbar, allahuma ahillahu alaina bil amni wal iman was salamah wal islam wat taufik lima tuhibbuhu wa tardha".Artinya, ya Allah, karuniakan kepada kami pada bulan ini keamanan, keimanan, keselamatan, dan keislaman, dan berikan kepada kami taufik agar mampu melakukan amalan yang engkau cintai dan ridhai.

2. Bersyukurlah dan puji Allah atas karunia Ramadan yang kembali diberikan kepada kita. Al-Imam Nawawi dalam kitab Adzkar-nya berkata, "Dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan kebaikan dan diangkat dari dirinya keburukan untuk bersujud kepada Allah sebagai tanda syukur; dan memuji Allah dengan pujian yang sesuai dengan keagungannya". Dan di antara nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada seorang hamba adalah ketika dia diberikan kemampuan untuk melakukan ibadah dan ketaatan. Maka, ketika Ramadan telah tiba dan kita dalam kondisi sehat wal afiat, kita harus bersyukur dengan memuji Allah sebagai bentuk syukur.


3. Bergembiralah dengan kedatangan bulan Ramadan. Rasulullah SAW selalu memberikan kabar gembira kepada para sahabat setiap kali datang bulan Ramadan, "Telah datang kepada kalian bulan Ramadan, bulan yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan kepada kalian untuk berpuasa. Pada bulan itu Allah membuka pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka". (HR. Ahmad).
Salafush-shalih sangat memperhatikan bulan Ramadan. Mereka sangat gembira dengan kedatangannya. Tidak ada kegembiraan yang paling besar selain kedatangan bulan Ramadan karena bulan itu bulan penuh kebaikan dan turunnya rahmat.

4. Rancanglah agenda kegiatan untuk mendapatkan manfaat sebesar mungkin dari bulan Ramadan. Ramadan sangat singkat. Karena itu, isi setiap detiknya dengan amalan yang berharga, yang bisa membersihkan diri, dan mendekatkan diri kepada Allah.

5. Bertekadlah mengisi waktu-waktu Ramadan dengan ketaatan. Barang siapa jujur kepada Allah, maka Allah akan membantunya dalam melaksanakan agenda-agendanya dan memudahnya melaksanakan aktivitas-aktivitas kebaikan. "Tetapi jikalau mereka benar terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka". [Q.S. Muhamad (47): 21]

6. Pelajarilah hukum-hukum semua amalan ibadah di bulan Ramadan. Wajib bagi setiap mukmin beribadah dengan dilandasi ilmu. Kita wajib mengetahui ilmu dan hukum berpuasa sebelum Ramadan datang agar puasa kita benar dan diterima oleh Allah. "Tanyakanlah kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui," begitu kata Allah di Al-Qur'an surah Al-Anbiyaa' ayat 7.

7. Sambut Ramadan dengan tekad meninggalkan dosa dan kebiasaan buruk. Bertaubatlah secara benar dari segala dosa dan kesalahan. Ramadan adalah bulan taubat. "Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung".[Q.S. An-Nur (24): 31]

8. Siapkan jiwa dan ruhiyah kita dengan bacaan yang mendukung proses tadzkiyatun-nafs. Hadiri majelis ilmu yang membahas tentang keutamaan, hukum, dan hikmah puasa. Sehingga secara mental kita siap untuk melaksanakan ketaatan pada bulan Ramadan.

9. Siapkan diri untuk berdakwah di bulan Ramadhan dengan:
- Buat catatan kecil untuk kultum tarawih serta ba'da salat Subuh dan Lohor.
- Membagikan buku saku atau selebaran yang berisi nasihat dan keutamaan puasa.

10. Sambutlah Ramadan dengan membuka lembaran baru yang bersih. Kepada Allah, dengan taubatan nashuha. Kepada Rasulullah saw., dengan melanjutkan risalah dakwahnya dan menjalankan sunnah-sunnahnya. Kepada orang tua, istri-anak, dan karib kerabat, dengan mempererat hubungan silaturrahmi. Kepada masyarakat, dengan menjadi orang yang paling bermanfaat bagi mereka. Sebab, manusia yang paling baik adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. (*)
* Dibuat oleh Ustadz H. Jefri Al Bukhori
www.ujecentre.com

Enam Tahun 9-9

TIDAK terasa, saya sudah berkeluarga selama enam tahun. 9 September kemarin adalah hari ulang tahun pernikahan kami. Sebenarnya saya nyaris lupa tanggal pernikahan itu. Hanya saya jadi ingat, ketika mengedit berita rencana pernikahan putra Gubernur Jabar, Rio, yang juga pada 9 September.
"Oh iya, kok sama dengan saya yah yah tanggal nikahnya," begitu gerundelan pikiran saya.
Walau sudah ingat, tapi tetap saja pas hari H-nya saya lupa. Karena disentil Bu Eri saja, saya jadi ingat lagi. "Ayah mah memang gak pedulian, sampai gak inget," kata istri saya. Saya sempat mikir, apanya yang gak peduli. Oh, iya tanggal 9 September, tanggal keramat keluarga Mac.
"Aduh sori-sori, dari kemarin sudah inget, cuma pas harinya malah lupa. Maaf yah kita bisa ngasih apa-apa," kata saya yang dijawab istri dengan anggukan.
Saya memang tidak biasa untuk mengingat tanggal lahir, ulang tahun seseorang ataupun saya sendiri. Karena di keluarga saya, memang tidak ada tradisi untuk merayakan hari ulang tahun. Saya baru merasakan berulang tahun justru setelah menikah. Bu Eri selalu membuat kejutan dengan memberi hadiah-hadiah. Sementara saya suka lupa tanggal lahir Bu Eri. Tapi pernah juga saya buat kejutan, membeli kue tart besar saat bu eri ultah.

Saya memang bukan laki-laki romantis. Saya, kata Bu Eri, terlalu lempeng terhadap situasi dan lingkungan. Saya bilang, itulah cara saya untuk menyelamatkan diri, supaya tetap survive, saat jalan kehidupan begitu terjadl menghadang. Bagi saya, lebih baik ada satu penumpang yang selamat lalu melanjutkan perjalanan, daripada semua penumpang turut karam bersama kapal.
Dan kenyataannya, saya memang selamat. Sekolah saya sampai SMA lancar. Sementara dua orang kakak saya, harus terbanting-banting, karena terlalu menurutkan emosi. Mereka sempat tertinggal, dan selesai sekolah beberapa tahun kemudian.
Soal 9 September ini, saya juga tidak tahu bagaimana pemilihan tanggal ini menjadi hari pernikahan. Mungkin sudah dihitung sedemikian rupa oleh bapak saya. Tapi waktu itu, saya berpikir pragmatis saja. Tanggal 9 orang masih punya uang untuk pergi ke undangan. Masih termasuk bulan muda, uang belum habis. Dan 9 September terlihat keren. Woi, 9 9. Ya memang bukan tahun 1999. Tapi setidaknya gampang diingat. Kebetulan juga, Presiden SBY lahir di tanggal yang sama. Lebih gampang lagi mengingatnya. (*)

Kusucikan Jiwaku dalam Rengkuhan Ramadan-Mu

ALHAMDULILLAHIRABBIL ALAMIN. Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat kepada kita. Salawat dan salam untuk baginda Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, dan pengikut Muhammad hingga hari akhir kelak.
Wahai istriku, Ramadan Mubarak, Ramadan yang penuh berkah, telah tiba. Inilah kesempatan bagi kita untuk bersyukur sepenuh langit dan bumi. Karena Allah SWT telah memberikan kesempatan kepada kita untuk bertemu kembali dengan bulan yang begitu agung ini.
Marilah istriku, kita sambut Ramadan yang penuh ampunan ini dengan penuh suka cita. Karena tiada kegembiraan yang bisa melampaui apapun, kecuali saat datangnya bulan suci ini. Bukankah Rasulullah Muhammad pernah bersabda yang kira-kira intinya seperti ini: Seluruh kaum muslimin, seluruh penduduk dunia, menyambut gembira datangnya Ramadan, dan mereka akan menangis ketika Ramadan meninggalkan mereka. Mereka bertanya-tanya, apakah tahun depan akan bertemu kembali dengan Ramadan?
Bersyukurlah, wahai istriku, karena dengan bersyukur itulah Allah akan semakin menambah rasa sayangnya, rasa cintanya, pada diri kita, keluarga kita. Karena syukur itulah salah satu cara kita mengingat Allah.

Mari istriku, kita penuhi hari-hari Ramadan ini dengan zikir, amal, tadarus Al Quran, sedekah, infak, silaturahmi. Marilah kita berlomba di jalan kebaikan. Karena itulah yang paling disukai Allah. Marilah istriku, kita penuhi malam-malam Ramadan dengan tarawih, tahajud, dan cucuran air mata, mengingat nestapa diri kita yang penuh lumuran dosa.
Tak ada dosa yang tidak terampuni, kecuali syirik. Inilah saatnya kita munajat dengan penuh harap Allah mengampuni segala kesalahan kita. Bukankah bulan suci ini juga bulan pengampunan, bulan ketika Allah membuka lebar-lebar pintu kemahagofuran-Nya. Bulan ketika sayap-sayap keampunan datang menghampiri hamba-hamba yang bertaubat.
Tidakkah kita ingin termasuk orang-orang yang mendapat pengampunan Allah SWT. Orang-orang yang melangkah ringan saat melewati Shiratal Mustaqim. Orang-orang yang berat timbangan amalnya, karena beramal penuh keikhlasan.
Wahai istriku, didiklah dan ajarilah anak-anak kita dengan keutamaan berpuasa. Ajaklah mereka sahur. Karena di situ ada faedah dan pahala. Ajarilah mereka untuk tidak makan dan minum, walaupun hanya sampai beduk Lohor. Karena itu akan menjadi kebiasaan dan terus mereka ingat hingga mereka besar nanti.
Ajaklah mereka ketika kita memberikan sedekah dan infak kepada orang-orang miskin. Karena itu akan menumbuhkan jiwa peduli pada diri mereka. Ajaklah mereka untuk selalu mengamalkan salat berjemaah, karena itu akan membiasakan mereka untuk selalu bersama. Ajarilah mereka membaca Al Qur'an, karena itulah yang akan menjadi penerang jiwa mereka, di kala dunia ini dipenuhi kegelapan.
Sungguh kita termasuk orang-orang yang beruntung. Masih diberi kemampuan untuk memberi kepada mereka yang membutuhkan. Inilah saatnya kita membersihkan jiwa, diri, dan harga kita, dengan menyisihkan sebagian harta kita untuk kaum duafa. Cintailah mereka seperti kita mencintai saudara-saudara kita. Karena jika kita mencintai kaum duafa, Muhammad, nabi kita, yang akan balas mencintai kita. Dia pernah bersabda; Carilah aku di antara orang-orang duafa. (*)

Saturday, September 08, 2007

Stadion Siliwangi dan Kali Ini Menang


TUJUH September 2007. Ini kali kedua Tribun FC bisa bertanding di Stadion Siliwangi. Lawan kami adalah para perwira di lingkungan Kodim BS/0618 Bandung.
Pertandingan ini terselenggara berkat Tiah SM, wartawan Tribun. Dia memang dekat dengan Dandim Letkol Arm Dwi Jati Utomo. Makanya, menjelang puasa, saya minta Tiah ngajak Dandim tanding bola. Ternyata Dandim oke. Cuma syaratnya, Kodim yang sediain lapangan di Stadion Siliwangi, Tribun yang siapin suplai logistik.

Setelah kasak-kusuk di kantor, akhirnya kantor memberi acc untuk membeli snack. Padahal biasanya susah. Lagi baek kali, thanks ya... Jadilah kami bertanding di kandang macan. Kita ketar-ketir juga. Soalnya, bertanding pas hari Jumat pagi. Itu waktunya wartawan meliput dan sebagian teman lay out istirahat. Tapi untungnya pemain yang datang lebih dari 11. Jadi ada cadangan. 5 menit main langsung angkat tangan minta diganti.


Selain Dandim, turun pula memperkuat PS Kodim, Kasdim dan sejumlah Danramil. Satu keberuntungan juga buat Tribun FC. Personel di Kodim kan kebanyakan udah rada tua. Otomatis perut mulai ke depan, napas ngos-ngosan. Jadi kalau diadu fisik, kita enggak terlalu malu kalau kalah, he he...

Karena memang Old Soldier semua, ya Tribun FC yang menang. Skornya 6-1. "Awas, nanti sehabis Lebaran, tunggu pembalasan kita. Jago-jagonya nanti pada turun semua," ancam Dandim yang murah senyum itu.

Oke deh Pak, kita tunggu tantangannya. Mudah-mudahan di Siliwangi lagi. (*)

Pilkada Cimahi

SABTU, 8 September 2007. Ini hari bersejarah bagi warga Kota Cimahi. Karena di hari inilah, untuk pertama kalinya warga Kota cimahi bisa memilih Walikota secara langsung. Saat Cimahi jadi kota tahun 2001 lalu, walikota masih dipilih oleh DPRD.

Ada tiga pasangan calon yang berlaga di Pilkada Kota Cimahi ini. Nomor satu, Itoc Tochija dan Eddy Rahmat. Itoc adalah Walikota incumbent. Sementara Eddy adalah kader PDIP dan Ketua PHRI Bandung. Selain Partai Golkar dan PDIP, mereka ini juga didukung oleh PKB, PBB, dan partai-partai kecil.

Calon nomor dua adalah H Achmad Pawennei dan HM Syambas. Pawennei adalah pensiunan TNI AU dan sekarang ini jadi pengusaha, pemilik MBT. Sementara Syambas adalah mantan Kakandepag Cimahi dan sudah pensiun. Mereka diusung PPP dan Partai Demokrat.

Terakhir, pasangan H Iwa Karniwa dan Hj Diah Nurwitasari. Iwa adalah mantan Kepala Dispenda dan Bawasda Kota Cimahi, sedangkan Diah adalah kader PKS yang menjadi anggota DPRD Provinsi Jabar. Tentu dua orang ini didukung penuh PKS.

13 hari mereka berkampanye. Beragam janji mereka sampaikan kepada warga Cimahi. Stadion Sangkuriang, Lapangan Poral, Lapang Cibaligo, Gedung Serbaguna HMS Melong, adalah beberapa ruang yang menjadi arena kampanye ketiga pasangan ini.

Lantas apa kaitan Pilkada ini dengan keluarga saya? Tentu banyak kaitannya. Bagi saya, pilkada itu memecah belah keluarga. Memang begitu. Saya paparkan dulu bagaimana peta politik di keluarga saya, khususnya di Cihanjuang.

Secara tradisi sejak zaman Orba, keluarga Cihanjuang adalah pendukung utama PPP. Itu tentu karena unsur Nahdlatul Ulama melebur di PPP. Saya masih ingat saat Pemilu tahun 1982, saya yang waktu itu baru kelas 2 SD, ikut kampanye PPP bersama keluarga ke Cililin dan Soreang. Waktu itu juru Kampanye PPP adalah Rhoma Irama.

Namun setelah muncul PKB yang dibidani kiai-kiai Langitan, sebagian besar keluarga berpaling ke PKB. Memang masih ada yang PPP, atau juga Golkar, karena status mereka sebagai guru. Tapi tidak banyak. Ketika muncul pula PKS, sebagian berpaling juga ke partai baru ini.

Karena tidak lagi seragam dan pandangan politik mungkin berbeda, yang menyebabkan keluarga besar ini pecah. Kalau melihat tradisi, seharusnya keluarga cihanjuang mendukung pasangan nomor satu, karena PKB mendukungnya. Tapi ternyata tidak. Atau lebih tepatnya, tidak banyak yang mendukung nomor satu. Yang terjadi adalah, keluarga Cihanjuang lebih banyak mendukung pasangan nomor 2. Apa sebab? Di situ ada faktor Pak Syambas. Dia ini orang keturuna pesantren Hegarmanah. Pesantren hegarmanah adalah pesantren keluarga Cihanjuang. Hampir semua berguru ke pesantren tua ini. Jadi unsur nepotismenya jadi sandaran. Tak heran, di rumah salah seorang kerabat saya, terpasang gambar besar pasangan nomor dua ini.

Tapi yang mendukung nomor satu pun ada. Saat kampanye, beberapa saudara saya juga ada di lingkaran nomor satu ini. Lalu bagaimana dengan nomor tiga? Ya sama saja, banyak. Karena PKS yang mendukung pasangan itu, sebagian keluarga pun memilih yang satu ini.

Saya sih tidak kemana-mana, tapi ada di mana-mana. Eh itu mah Dai sejuta ummat, Zainudin MZ, idola waktu SD dulu. Ah soal pilihan mah tergantung lah. Tergantung pada nurani saja. Tadinya saya, seperti Pemilu-pemilu yang lalu, bakal GOLPUT. Tapi karena terus didesak istri saya, akhirnya keliling kanan saya pun tercelup ke tinta dan berbekas warna ungu.

Kita tunggu saja, apakah benar Walikota Terpilih, bakal mewujudkan janji-janjinya atau omdo?. (*)

Saturday, September 01, 2007

Lazy Time

PENYAKIT malas itu muncul lagi. Saya banyak melewatkan momen-momen tanpa sedikitpun menorehkan ceritanya di blog ini. Terakhir posting soal Kaka yang ikut fashion show. Ya, namanya sedang malas, ya malas saja menulis.