"AYAH Mac, tadi Kaka mandinya sendiri, tidak dibantuin Teteh," seru Kaka Bila di ujung telepon sana, Rabu (16/5) pagi. Pagi-pagi jam 8, Kaka sudah telepon. Dia baru beres mandi.
"Wah, pintar sekali Kaka. Iya dong Kaka kan sudah bisa sendiri. Mandi sendiri, kalo pakai baju sendiri enggak," tanya saya. "Iya Kaka pake bajunya sendiri juga," jawab dia.
"Wah hebat, anak Ayah memang hebat yah. Tidak usah dibantu Teteh. Eh, sekarang Kaka pakai baju apa," tanya saya lagi.
"Ehmm, Kaka pake baju Rapunzel. Barbie yang warna pink itu.Oh iya, Kaka belum nonton Barbie, mau nonton dulu ya. Ni sama Ibu," kata Kaka. Dan pasti, dia sambil memberikan telpon, lalu lari ke depan teve untuk menyetel VCD Barbie.
Kalo soal setel menyetel VCD player, Kaka juga sudah pandai. Tak perlu minta tolong lagi, sudah bisa nyetel sendiri.
Dulu memang saya yang kebagian memandikan Kaka Bila. Dari sikat gigi sampai menyabuni badan, saya yang mengerjakan. Tapi lama kelamaan, saya ubah metodenya. Kaka sendiri yang harus menyikat gigi, menyabuni juga, lalu keramas juga. Saya hanya melihat dan berdiri saja di dekat pintu kamar mandi. Memperhatikan, kalau-kalau shampoo masuk ke mata. Maksud saya, saya ingin mengajarkan Kaka mandiri, bisa mengerjakannya sendiri, tanpa dia sadari. Yang penting, diberi contoh, lalu kerjakan.
Ya, saya ingin menanamkan sikap mandiri itu sejak kecil. Bukan berarti saya tidak ingin dibebani oleh anak, baik kebutuhan maupun keinginannya. Tapi saya ingin melihat, Kaka tidak terlalu tergantung pada Ayah Ibunya. Kenapa? Profesi kami berdua yang jurnalis ini yang menjadi alasan hal itu harus diterapkan.
Seperti sekarang ini, berbulan-bulan saya mesti meninggalkan rumah. Tak bisa dekat dengan anak, apalagi bermain. Begitu pula dengan Bu Eri. Sekali waktu kalau ditugaskan keluar kota, mau tidak mau harus meninggalkan keluarga. Seperti pernah waktu tugas liputan ke Singapura tempo hari. Atau waktu saya pergi Umroh ke Tanah Suci.
Makanya saya tidak membiasakan Kaka untuk ditunggui saat sekolah. Sejak Playgrup di Lembah Madu, saya biarkan Kaka bermain dengan teman-temannya tanpa ditemani saya. Begitu pula di Attaqwa. Dan nyatanya Kaka bisa. Dia terbiasa ditinggal Ayahnya di sekolah, hanya diantar dan dijemput saja. Terus kami selalu membiasakan, kalau berangkat kerja, harus sepengetahuan Kaka. Jadi Kaka tahu kami pergi untuk bekerja. "Kaka, salim dulu, Ayah atau Ibu kerja," begitu setiap kami berangkat.
Dan dia tidak pernah rewel. Memang awal-awal agak susah kalau Ibunya yang mau pergi. Tapi lama kelamaan juga kalau dibiasakan, ternyata biasa. Benar kata pepatah, Alah bisa karena biasa.
Kata Mandiri menjadi kunci dalam mendidik anak. Mandiri, bukan cuma Mandi Sendiri. Tapi ada sisi lain, seperti tanggung jawab, yang harus diemban anak. Lalu anak pun bisa percaya diri, percaya pada kemampuannya. Itu yang harus ditumbuhkan sejak dini. Kata Mandiri juga mengingatkan saya pada pidato Soekarno, Presiden RI pertama. Berdikari. Berdiri di Atas Kaki Sendiri. Suaranya yang menggelegar saat berpidato, harus bisa memberi semangat rakyat untuk bisa menentukan nasibnya sendiri.
Ya, kita harus mampu menentukan nasib sendiri, tidak ditentukan orang lain, bebas berkeinginan dan bebas mengekspresikannya. Itulah yang saya maksud. (*)
No comments:
Post a Comment