Wednesday, October 31, 2007

Kerja Lagi Hari Ini

SAYA baru masuk kantor kembali, Rabu (31/10). Lumayan lah, bisa cuti 5 hari plus libur reguler dan pengganti, jadilah 7 hari saya off. Liburan ini saya manfaatkan untuk mudik ke Borobudur, Magelang, kampung halaman Bu Eri. Banyak teman di kantor tidak percaya kalau saya mudik ke Borobudur. "Masak sih ke Borobudur, piknik kali. Emang kampungnya di sana?," tanya mereka. Lha iya lah, kampung halaman Mbah Kakung itu di Janan, tepat di pinggir Borobudur. Lalu kampung halaman Mbah Uti itu di Bumen, dusun di belakang Borobudur.

Cerita soal mudik ini nanti disambung lagi plus foto-fotonya. Ini hanya awalan setelah hampir seminggu tidak mengetik, tidak mengedit, tidak membuka dan membaca email, tidak buka-buka blog, tidak baca koran dan majalah, dan banyak hal lainnya yang tidak saya lakukan. Yang pasti, pertama ke kantor, yang diserbu adalah oleh-olehnya. Bakpia 75, noga, dan peyek ludes dalam waktu singkat. Lapar apa doyan nih? Tapi begitulah situasi di kantor saya, mengasyikkan, terlebih kalau urusannya dengan makanan. Berebut tanda guyub, he he he...(*)

Tuesday, October 23, 2007

Al Qur'an Suci, NII, dan NII KW IX (Tulisan Kedua)

PERTENGAHAN tahun 2000, korban-korban NII/KW IX mulai berani bersaksi atas
penyimpangan-penyimpangan akidah yang terjadi di tubuh NII KW IX. Di Bandung, para korban ini tergabung dalam Forum Korban KII KW IX. Mereka didampingi atau mendapat advokasi dari Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) pimpinan KH Athian Ali M Da'i MA dan Sekretarisnya, Kang Hedi Muhammad, yang juga Ketua Tim Investigasi Aliran Sesat (TIAS) FUUI.

FUUI-lah, organisasai massa Islam yang berani dan paling gencar menyuarakan kesesatan NII KW IX. Pak Athian pun tanpa tedeng aling-aling menuding Ma'had Al Zaytun dengan Abu Toto alias Syekh Panji Gumilang sebagai markas pusat dan pemimpin NII KW IX. Tudingan itu tentu bukan tanpa alasan. Berdasarkan pengakuan para mantan mas'ul NII KW IX, ini istilah untuk pemimpin di tingkat desa atau wilayah kecamatan,
yang menyebutkan aliran dana yang mereka kumpulkan dari korban dibawa ke Al Zaytun. Lalu saat pertemuan setahun sekali pun semua dipusatkan di Mesjid Rahmatan Lil Alamin Al Zaytun.

Bagaimana modus gerakan ini beroperasi? Seperti halnya yang terjadi pada diri Achriani Yulvie dan Fitriyanti, mahasiswi Poltek Pajajaran, NII KW IX mengincar orang-orang yang gamang, pemahaman tentang Islamnya kurang, cukup berada bahkan kalau bisa kaya raya. Sebelum men-tilawah, mereka mengamati dulu calon mangsa sedemikian rupa. Setelah mantap, baru pedekate. Hal pertama yang sering ditanyakan orang-orang NII KW IX ataupun NII adalah soal keluarga apakah ortunya TNI, polisi. Entah kenapa, mungkin mereka takut aksi mereka terbongkar kalau ortu calon tilawah itu aparat keamanan.

Setelah itu masuklah ke tahap indoktrinasi. Bahwa saat ini calon ummat berada di dunia kafir, masih zaman jahiliyah. Pancasila itu produk NKRI yang harus ditolak mentah-mentah, karena merupakan sistem yang tidak diridoi Allah SWT. Hanya kita (NII) yang benar-benar akan masuk surga. Kewajiban Kita (NII) adalah mengajak orang-orang di luar NII, bisa masuk ke NII (alzaytun) agar tidak termasuk golongan kafir. Tidak percaya hadits Nabi, karena bisa dimanipulasi, dsb.

Nah, untuk masuk ke dalam Negara Karunia Allah (NKA) NII, calon umat atau calon tilawah harus hijrah, seperti halnya Nabi hijrah ke Madinah. Mereka, para NII-ners ini sering menganalogikan kondisi saat ini sebagai fase Mekkah.

Namun sebelum tahap hijrah ada dua macam shadaqah yang harus dipenuhi :
a. shadaqah Aqabah yang digunakan untuk penyeleksian sebelum tahap akhir (hijrah), untuk shadaqah Aqabah dikenakan Rp 100.000 s/d Rp 200.000. Untuk Aqabah calon ummat akan di cek lebih dahulu pemahamannya oleh pimpinan yang lebih tinggi setingkat (kabupaten/District Officer), dan bila District Officer (D.O) menyatakan bisa dikirim (dihijrahkan ) maka mereka tinggal menunggu panggilan hijrah, yang waktunya antara 1 s/d 3 hari.

b. Shadaqah hijrah diterapkan sebagai syarat mutlak hijrah, dan juga untuk membersihkan diri dari dosa - dosa yang pernah di lakukan sewaktu masih menjadi warga RI (Republik Indonesia). Untuk shadaqah hijrah diambil dari seluruh harta yang dicintainya, baik berupa apapun yang nanti diukur dalam nominal uang. Dan itu berkisar dari Rp 500.000 s/d Rp 5.000.000 bahkan bisa lebih bila ummat masih mempu nyai harta yang lebih dari itu.

Setelah calon ummat melewati persyaratan tersebut tibalah waktunya hijrah yang dilaksanakan 1 hari 1 malam yang berarti calon ummat harus menginap. Sebelum keberangkatan ( hijrah) mereka lebih dahulu dibawa ke suatu tempat atau sering disebut sebagai "transit" untuk selanjutnya bersama-sama diangkut bersama calon ummat lain untuk ke tempat hijrah. Setelah semua calon ummat berkumpul mereka dinaikkan didalam mobil yang berkaca ray-ban, lalu mereka harus menutup mata dalam perjalanan ke tempat hijrah.

Setibanya di sana mereka diabsen dan diberi pemahaman sedikit sebelum istirahat. Jam 05.00 mereka bangun untuk salat shubuh dan makan pagi, lalu jam 06.00 mereka masuk ke ruangan yang telah disediakan untuk didata administrasi tentang identitas diri dan harus disertai dengan Kartu Tanda Penduduk. Jam 07.00 baru dimulai acaranya yang dihadiri dua orang pembina.

Acara dibagi dua session :
a. Session pertama berisi tentang pemahaman dari sisi aqidah, ibadah, muamalah yang menuju kepada pengabdian penuh kepada NII.
b. Session kedua berisi tentang sejarah berdirinya NII sebagai negara yang sah di bumi Indonesia, yang materinya menyatakan selama ini telah terjadi pemutarbalikkan fakta oleh pihak RI secara membabi buta.

Setelah dua session tersebut selesai, menuju ke acara final yaitu melepaskan kewarganegaraan RI dan masuk ke kewarganegaraan NII yang dilambangkan dengan penyandangan nama tsani (nama kedua) juga sebagai nama hijrah atau nama madinahnya dan sekaligus sebagai pengesahan kewarganegaraan dengan mengucapkan janji setia dalam bentuk bai'at. Setelah selesai acara tersebut maka sah sudah para calon ummat resmi menjadi ummat dan warga negara NII dan secara langsung harus mengemban misi-misi NII.

Setelah prosesi selesai mereka dipulangkan jam 17.00, diantar ke tempat "transit" yang langsung disambut oleh mas'ulnya yang siap untuk menyampaikan misi dan visi tersebut kepada ummat.

Indoktrinasi yang sudah memiliki pondasi yang disampaikan pada forum hijrah akan diteruskan dengan pola pembinaan yang disebut "tazkiyah". Dalam tazkiyah inilah ummat mendapatkan pemahaman atau doktrin secara lebih mendalam tentang NII beserta seluruh programnya, yang tujuan akhirnya melaksanakan program sesuai dengan janji yang telah diucapkan dalam forum musyahadatul hijrah.

Program tazkiyah dilakukan kontinyu dan berjenjang. Minimal dalam satu bulan ummat harus ikut tazkiyah di tingkat desa selama 3 kali, jenjang kecamatan sebanyak 2 kali dan jenjang distrik 1 kali, adapun tazkiyah daerah 1 kali. Dan dalam setiap tazkiyah harus membawa uang untuk akomodasi, mardhotilah (uang cape pembina), dan cicilan program finansial, yang besarnya bervariasi setiap jenjang minimal Rp 20.000 s/d Rp 50.000 dan kalau bisa lebih.

Bila ummat telah memahami semua program dan permasalahan maka tinggal pelaksanaan program yang nanti akan diarahkan dan dikawal langsung oleh mas'ul desanya, yang dalam praktek lapangannya mereka bebas melakukan pengembangan tekhnik dan improvisasinya dalam berprogram untuk meningkatkan kualitas dan prestasi dirinya sebagai warga dengan cara apapun yang penting hasilnya memadai atau lebih (ziyadah). Namun bila hasilnya tidak memenuhi target (nuqson) ummat akan mendapatkan sanksi (iqob) dari mas'ulnya. (bersambung lagi dah)

Saturday, October 20, 2007

Tak Sabar Ingin Segera ke Magelang

TADI pagi, sekitar jam 06.30, Mas Rohman sekeluarga tiba kembali di rumah, setelah mudik Lebaran ke Borobudur Magelang dan Salatiga. Mereka bertiga, Mas Rohman, Mbak Ani, dan Fathan, naik bus Bandung Cepat jurusan Yogya-Bandung. Setelah sampai di pool Jalan Cipto, melanjutkan perjalanan ke Cimahi pakai taksi Centris.

Karena mereka cerita-cerita soal Magelang dan lain-lain, rupanya membuat Kaka Bila gak sabar ingin segera meluncur ke sana. "Kapan kita ke Jawa, hari ini yah?," tanya Kaka. "Sabar, nanti hari Rabu atau Kamis, empat hari lagi lah," kata Bu Eri.

Alhamdulillah, kita dapat rezeki lumayan bulan ini. Jadi kita pun merencanakan untuk pulang ke Magelang setelah Lebaran. Semula saya dan Bu Eri merencanakan berangkat ke Magelang memakai kereta api via Yogyakarta. Dari sana mampir sebentar ke rumah sepupu, Mbak Samsiyah, lalu carter mobil menuju Borobudur Magelang. Kampung halaman Bu Eri, lebih tepatnya Mbah Uti dan Mbah Kakung, memang dari sana. Bibit buitnya mungkin para pemahat Borobudur itu kali. Kalau Bu Eri mah lahir dan besar di Cimahi, jadi lidahnya sudah lidah orang Sunda.

Nah Mas Rohman menyarankan agar berangkat pakai mobil carteran saja, kalau ongkos pulang pergi bedanya tidak terlalu jauh. Setelah dihitung-hitung, memang tidak terlalu jauh bedanya. Akhirnya kita putuskan untuk mencarter mobil saja. Selain lebih nyaman, juga saat di Magelang sana bisa santai, tidak perlu sewa mobil lagi kalau mau bepergian.

Soalnya mau melawat juga ke beberapa saudara di Yogya, lalu di Salatiga, belum lagi anak-anak pasti pada mau main ke Kiai Langgeng Magelang, sehingga mobil jelas dibutuhkan dan lebih praktis. Terlebih kalau bawa anak kecil pasti banyak barang yang dibawa. Ya, mudah-mudahan lancar deh. (*)

Al Qur'an Suci, N11, dan NII KW IX (Tulisan Pertama)

BEBERAPA hari menjelang Lebaran lalu, selepas sahur, ponsel istri saya bergetar. Maklum disetel kondisi getar, biar tidak ribut. Setelah bercakap sejenak, Bu Eri memberikan SE W200i itu kepada saya. "Dari Asep Rohman katanya," ujar Bu Eri.

Saya berpikir sejenak. "Asep Rohman? Oh, itu teman SMP dulu," kata saya sambil mengambil ponsel. "Assalamualaikum, Halo Sep. Wah gimana kabarnya nih. Kok tahu nomor hp istri saya," tanya saya. "Ini dapat dari teman, Jumadi, anak radio AR," jawab Asep.

Dan di waktu subuh itu terjadilah percakapan cukup panjang. Maklum kami sudah tidak bertemu selama 20 tahun. Kami sama-sama sekelas di kelas 2C SMP Negeri 3 Cimahi. Itu tahun 1987. Setiap minggu, kami selalu main bulutangkis atau main basket di Pusdikhub. Kalau tidak pagi, ya sore-sore. Waktu itu saya lagi hobi bulutangkis, dan lumayan juga lah smashnya seperti Liem Swie King, idola saya (he he maunya...).
Ternyata Asep bekerja di PT POS Cianjur. "Wah nerusin jejak bapak dong," kata saya. "Iya, saya kan sempat ngesms ke hotline tribun, nah itu lagi di sawangan," jawab dia. "Atuh udah jadi pejabat yah?" "Lumayan lah..." jawab Asep lagi.

Lalu obrolan pun berpindah topik secara tiba-tiba. "Tahu aliran sesat yang kemarin rame di koran, apa itu namanya Al Qur'an Suci? tanya Asep. "Oh iya tahu, teman saya yang meliput," jawab saya. "Saya tahu itu muaranya ke mana, pasti ke NII," kata dia lagi mantap.

"NII? Kok tahu, memang darimana bisa menyimpulkan kalau itu NII," tanya saya. "Ya karena saya pernah ikut jemaah sesat itu beberapa tahun yang lalu dan ujung-ujungnya ke NII. Saya pernah dibaiat mereka. Waktu keluar, wah diteror habis. Dan saya tahu bagaimana modus mereka bergerak. Makanya sebenarnya saya nelepon kamu itu ingin cerita soal ini. Ya sekalian ketemu lah, udah lama kan tidak ketemu," papar Asep.

Tentu otak saya langsung ting teng ting teng. "Ini sih berita, tapi gimana caranya supaya dapat cerita itu," pikir saya. "Gini saja Sep, saya kan sulit untuk ke Cianjur. Sementara teman saya yang bertugas di Cianjur sedang cuti. Gimana kalau sehabis Lebaran, teman saya di Cianjur itu mengontak Asep terus wawancara. Soalnya koran udah mau libur, sehabis lebaran baru terbit lagi," kata saya. "Oke deh kalau gitu, saya tunggu. Salam buat keluarga yah," kata Asep sambil menutup telepon.

Al Qur'an Suci. Kata itu terus terngiang di kepala saya. Beberapa hari sebelumnya, teman saya memberitakan soal Achriani Yulvie, mahasiswi Poltek Pajajaran yang menghilang tak tentu rimba. Belakangan diketahui, Yulvie ini sering ikut pengajian kelompok tertentu dan salah satu ajarannya adalah tidak mengakui hadits Nabi. Selain Yulvie, Fitriyanti, temannya juga ikut menghilang sampai sekarang. Pamit ikut pesantren, raib entah kemana.

Dari catatan harian Fitriyanti diketahui, mereka adalah sebuah kelompok yang membedakan antara orang-orang yang Haq dan Batil. Yang Haq adalah yang ikut kelompok mereka, sementara yang Batil, yaitu mereka yang salat, naik haji, dll, digambarkan bakal masuk neraka Jahanam.

Diari itu juga mengungkapkan bagaimana cara seseorang "kader" mendekati calon (dalam diari ditulis CT). Sampai bagaimana cara bersikap dan ngobrol pun dituliskan. Istilah lain untuk orang yang sedang ditatar itu adalah Tilawah-an, seperti tertulis di diari. Lalu terungkap pula pengakuan dari teman-teman dekat Fitriyanti bahwa mereka juga sempat diajak Yulvie untuk hijrah dengan syarat membayar uang Rp 500 ribu.

Sejak semula saya memang sudah curiga, kelompok ini terkait atau masih satu rantai dengan Negara Islam Indonesia, NII, atau N11. Istilah yang dipakai dalam diari itu, seperti CT, Tilawah, adalah istilah-istilah yang biasa NII pakai. Lalu lebih kuat lagi dengan adanya unsur uang saat hijrah.

Hanya persoalannya benarkah itu? Kalaupun benar NII, NII yang mana? Karena saya tahu NII banyak faksi. NII turunan langsung SMK, atau NII KW IX pimpinan Panji Gumilang yang bertahta di Al Zaytun sana?

Mengapa saya tahu sedikit tentang NII? Ini tak lepas dari hasil reportase saya sejak tahun 2000 lalu ketika kasus NII KW IX kembali mencuat. Sampai akhirnya saya bisa berhadapan langsung dengan Syekh Panji Gumilang, yang disebut-sebut sebagai Pimpinan NII KW IX dengan kedok Ma'had Al Zaytun Haurgeulis Indramayu. (bersambung)

Thursday, October 18, 2007

Peni, We Love You

ADA cerita sedih awak Redaksi Tribun saat bulan Puasa yang lalu. Kami kehilangan lagi Sekretaris Redaksi. Peni Puspita, yang 5 bulan jadi Sekred, mengundurkan diri. Rabu 10 Oktober, menjadi hari perpisahan tak terlupakan, penuh isak tangis (lha yang
nangis khan Peni doang) dan penuh kue (nah, ini yang ditunggu he he).


Kalau candanya teman-teman: "Cari berita tidak bergairah lagi sejak Peni pergi". Yang pasti mah, ruang Redaksi kehilangan Neng Geulis, yang setiap hari Senin selalu dinantikan, karena membawa uang makan mingguan. "Kang Mac uang makan, uang makan," begitu kalau Penie menyambangi meja saya.

Tidak terdengar lagi suaranya yang merdu ngabekur, saat mengajak rekan-rekan redaktur, iklan, dan sirkulasi, rapat bujeting, setiap jam 4 sore. Wah, pokoknya banyak yang merasa kehilangan. Entah, saya enggak cek apakah ada yang patah hati???

Peni masuk jajaran staf Redaksi bulan Mei 2007 saat saya sedang tugas di Batam. Saat itu, ada seorang cewek yang nelepon meminta saya hadir di acara Family Gathering Redaksi. "Weleh, kan saya mah enggak mungkin datang Neng, lagi di Batam," kata saya. (Lebih lanjut baca postingan sebelumya: Sekretaris Redaksi Baru).

Kabarnya sih Peni mau ke Jakarta. Mendekatkan diri dengan ortu yang memang lebih banyak tinggal di sana. Kalau di Pasopati Cimahi mah, Peni tinggal cuma berdua sama si Bibi. Begitu cerocos dia, suatu sore.

Mungkin juga, di Jakarta Peni cari kerja yang lebih "layak". Soal layak tidak layak kerja di kantor saya, terutama sebagai staf Sekred, mungkin masih bisa didiskusikan. Tapi coba simak komentar Budi, wartawan Tribun Batam, yang pada hari perpisahan Peni
mampir ke kantor Tribun Jabar, untuk selanjutnya meluncur mudik ke Purwokerto. Kata Budi, cewek sekelas Peni mah minimal kerja sebagai teller di Bank. "Sayang kalo cuma jadi Sekred, gaji gak terlalu besar, kerjaan bejibun. Ya harusnya di kantoran yang
memadai lah, masa kerja terpojok di tempat gini," begitu komen dia saat tahu hari itu perpisahan Peni.

Saya sih enggak ikutan komentar soal itu. Hanya yang pasti, saya kehilangan teman sekampung senegara. Peni kan tinggal di Cimahi, tepatnya Pasopati, komplek kecil Angkatan Darat, tempat saya dulu main. Dia juga adik angkatan saya di SMP, walau terpaut jauh. Jadi kalau cerita soal Negara Cimahi, ada teman gitu.

Sekarang memang sudah pengganti Peni, yaitu Sri Aryanti atau biasa dipanggil Ary. Sarjana dari USB (univ Sanggabuana YPKP) Bandung. Seminggu sebelum Peni berpisah, dia mentraining dul Ary supaya ngeh dengan pekerjaannya sebagai staf Sekred.

Oke deh, selamat jalan Pen. Semoga menemukan pekerjaan yang lebih bagus dari Tribun. Rezekinya melimpah dan kalau nikah jangan lupa undangannya. We Love You.(*)

Wednesday, October 17, 2007

Tahun Ini Tak Semua Kumpul

INI masih cerita tentang Lebaran kemarin. Dimana-mana, Lebaran menjadi ajang pertemuan keluarga. Mereka yang merantau sengaja mudik, memenuhi panggilan ari-ari kata teman saya Kanjeng Mas Sujarwo. Begitu pula dengan keluarga kami. Hanya sayangnya, tahun ini kumpul-kumpul itu tak terjadi. Tak semua keluarga berkumpul di rumah Babakan Sari.

Mas Nur yang tinggal dan bekerja di Tangerang, sejak Kamis sore sebelum lebaran sudah ngacir ke Purworejo, mau lebaran di sana. Lalu Mas Rohman, sempat salat Id dulu di Unjani, Sabtu sorenya langsung berangkat ke Salatiga. Di rumah tinggal keluarga saya plus Bapak Ibu, dan keluarga Mas Rikhan.

Yang kasihan Kaka Bila. Dia tidak punya teman bertengkar lagi. Karena Fathan, anak Mas Rohman,ikut ke Salatiga. Untungnya Minggu malam, datang keluarga Mbak Puah dan Kang Asep dari Tangerang. Mereka hendak silaturahmi ke Cianjur tapi belok dulu ke Cimahi. Mbak Puah ini anaknya Bude di Magelang, jadi terhitung kakak sepupu.

Tahun lalu pun, Mbak Puah sekeluarga datang ke Cimahi. Mungkin karena keluarga di Cimahi paling dekat, daripada pulang ke Magelang. Selain itu, Mbak Puah, waktu zaman gadis, memang tinggal di Babakan Sari. Jadi serasa kampung sendiri. Waktu itu semua keluarga kumpul. Jadi kita bisa rekreasi bareng ke Karangsetra. Lha lebaran sekarang mah enggak komplit, jadi enggak bisa kemana-mana.

Tentu Kaka senang dan kegirangan. Soalnya Mbak Puah datang bawa Yeni, anak bungsunya, yang sepantaran dengan Kaka. Sampai malam, katanya mereka main. Saya tidak tahu, karena sedang di kantor.

Cuma mereka pun hanya sebentar. Senin pagi sudah pamitan meluncur ke Cianjur. Tinggal Kaka yang rewel dan senewen. Dia maunya Yeni tinggal lama di Babakan Sari. Tapi Yeni enggak mau jauh dari bapaknya, ya susah. Enggak nyambung. Akhirnya setelah dibujuk, reda juga "ogo"nya Kaka.

Tapi dia mengajukan syarat, nanti pas saya dan Bu Eri cuti, mau ke Tangerang. Weleh, gimana ni. Saya sudah merencanakan tanggal 25 Oktober cuti ke Magelang. Silaturahmi dengan keluarga di sana, sekalian bawa dan memperkenalkan Adik Mira. Mereka kan belum tahu Adik Mira. Tahunya waktu di dalam perut saja.

"Mau ke Tangerang atau ke Jawa? Pilih satu enggak boleh dua," kata saya. "Aku mau ke Tangerang, juga ke Jawa," jawab Kaka Bila. "Oh ya gak boleh. Mesti satu yang dipilih. Kalau dua-duanya, dari mana ongkosnya. Gini aja Kak, sekarang kita ke Magelang. Kasihan kan Adik belum kesana, dan tahun depan belum tentu ke Jawa. Nah, nanti kalau kita ada libur lagi dan punya rezeki boleh main ke Tangerang," papar saya. Ngerti gak ngerti, Kaka tetap saja ngedumel. "Aku mau ke Tangerang, main sama Mbak Yeni, sama Mbak Yasmin," katanya.

Yap begitulah kalau rumah saudara berjauhan. Susah bertemu dan untuk bertemu pun berat di ongkos. Keluarga di Cihanjuang juga sebenarnya ada pertemuan keluarga di Kuningan, di rumah paman saya. Tapi karena saya sudah masuk kerja, begitu pula Bu Eri, tidak bisa hadir dalam pertemuan tahunan itu. Padahal dalam struktur organisasi Keluarga Besar H Achmad Solihin (KB HAS), saya jadi seksi Humas dan Pubdok. Nampang nama doank, pas ada acara orangnya enggak nongol, he he...(*)

Tuesday, October 16, 2007

"Chasing" Baru

MULAI Selasa 16 Oktober, tampilan blog saya berubah. Semula backgroundnya berwarna merah muda alias pink. Sekarang saya ganti jadi putih. Kenapa diganti? Pertama, saya ingin ada perubahan. Terus terang, blog yang kemarin acakadut. Shoutbox yang seharusnya di side bar, jadi ada di bawah, dan saya tidak tahu cara menggantinya. Lalu yang paling utama adalah background putih memudahkan untuk membaca. Hanya memang, sejak diganti ini ada beberapa item pernak-pernik yang hilang. Dan saya belum tahu bagaimana mengembalikan Kampung Blogger, Islamicfinder, dll. Mungkin
nanti, di sela pekerjaan, saya coba memasang kembali. (*)

Lebaran Itu bukan Baju Baru

SEMINGGU sebelum lebaran kemarin, Bu Eri sudah membeli beberapa baju baru untuk Kaka Bila dan Adik Mira. Belinya pun di beberapa tempat. Cari yang agak bagusan, katanya. Dua hari sebelum Hari H, Bu Eri masih menyempatkan diri untuk membeli baju terusan plus jilbab buat Kaka dan adik. Ya, yang murah saja. Toh, dipakainya tidak sering.

Jumat, sehari sebelum salat Id, Kaka sudah gelisah. "Kapan sih Lebarannya, hari ini yah?" tanya Kaka. "Sabar Ka, baru besok kok Lebarannya juga. Besok kita solat di lapangan Unjani. Kaka bangunnya mesti pagi, biar tidak telat," kata saya.

Dan benar, Kaka bangun lebih pagi. Dia yang paling duluan mandi. Baru kita-kita, para ortu. Sejak jam 05.30, Kaka sudah siap. Pakai sepatu bawa mukena. Tak heran, kalau dia bosan menunggu. "Iih, cepetan dong, katanya mau ke Unjani," cerocos dia.

Tak lama lewat Mas Rikhan dan anak-anak. Lalu Mas Rohman sekeluarga pun lewat. Semuanya sudah siap dan bergegas ke Unjani. Tapi kita masih santai. Saya memang sudah mandi. Tinggal pakai baju. Trus Bu Eri juga sudah mandi. Saya lalu pakai baju koko putih sarung merah, seperti biasa buat Jumatan. Karena Bu Eri agak lama, saya tinggal saja, karena sebentar lagi salat dimulai.

Kaka pergi bareng Mbah Uti. Saya ada di barisan ketiga dari depan. Beralas koran dan sajadah, duduk bersila sambil ikut takbir. Lalu salat pun dimulai. Imam adalah Pak Ustad Basar. Sementara Khatibnya Pak Ustad Dais.

Usai ceramah, para jemaah langsung berebut memburu Imam dan Khatib untuk bersalaman lebih dulu. Rasanya tahun sekarang lebih banyak yang ikut salat Id, karena antrean orang bersalaman cukup panjang. Mungkin orang-orang yang merantau banyak yang pulang ke Babakan Sari.

Usai bersalaman dengan warga, saya pulang ke rumah. Ternyata Bu Eri ada di rumah. Rupanya tidak ikut salat, begitu pula dengan Adik yang asyik tidur. "Tadi pas mau pergi, Adik rewel eh malah tidur," kata Bu Eri.

Di rumah, kita sekeluarga sungkem dan bersalaman dengan Bapak dan Ibu. Lalu berkumpullah semua bocah-bocah cilik, bebenyit-bebenyit. Semua memburu amplop angpau. Setiap tahun kita memang menyediakan anggaran khusus untuk angpau ini. Tidak hanya untuk keponakan, tapi juga buat anak-anak tetangga yang datang ke rumah.

Setelah tamu mulai berkurang, saya dan Bu Eri bersiap untuk silaturahmi ke Cihanjuang. Ini tempat ibu saya tinggal, berikut keluarga besar Cihanjuang, yang rumahnya berdekatan semua. Waktu mau ganti baju, saya buka lemari dan mau pilih baju. Tapi tak ada satupun baju yang saya ambil. Begitu pula dengan Bu Eri. Kita berdua saling pandang dan langsung tertawa bareng...Ha ha ha..

Ternyata sibuk mengurusi kebutuhan anak membuat kita tak sempat membeli apapun, baik baju, celana, baju koko, kopiah, sarung, jilbab, dll. Akhirnya kita bergaya preman saja. Pakai kaos Hitam celana hitam, seperti biasa. "Alah Lebaran hitam-hitam. Preman ajalah," kata Bu Eri. Ya, tak apalah. Toh Lebaran itu tidak dilihat dari baju barunya. (*)

Eid Mubarak!!

ITU ungkapan selamat Idul Fitri dalam bahasa Inggris. Kata itu juga yang diucapkan George W Bush, Presiden AS, saat menyampaikan surat kepada kaum muslimin di dunia yang merayakan Idul Fitri. Tapi kalau di kita mah, kata Lebaran sudah cukup menjadi tanda Hari Raya.

"Assalaamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh - May God's peace and blessings be upon you Wishing you a very Happy Eid Mubarak. May the Mercy & Blessing's of the Almighty be with you, your family, and friends during this auspicious Eid Blessings Day and continue to be always, and May Allah (swt) have accepted all our prayers/duas during this blessed month of Ramadan, insha'Allah (God Willing). May your year ahead continue to be filled with a healthy, wealthy, and prosperity life, and May you have a Joyous and Spirited Eid Mubarak (Blessings) day with all your dear ones,
including people of all faiths and humanity, filled with Love, Peace, and Happiness .... Ameen Have A Most Blessed Festival Of Nature. Respectfully in Prayers & Duas always/ wa Salaam.

Nah, kalo yang ini mah bukan kata sambutan Mr Bush. Ini mah ucapan selamat dari teman saya, Tiarma Sirait. Lantas dari mana asal kata Lebaran? Kalau joke orang Sunda mah,
Lebaran itu dari kata Lebar. Cara mengucapkannya Lebar lawannya Panjang, tapi seperti mengucapkan Lebaran saja, namun disingkat, Lebar. Kalau diindonesiakan berarti sayang. Sayang di sini bukan sayangnya kasih sayang, tapi sayang dibuang, sayan ditinggalkan. "Lebar nya eta baju weuteuh dipiceun," kira-kira begitu contohnya. Dari kata Lebar inilah muncul istilah Lebaran, yang kira-kira berarti sayang meninggalkan bulan puasa. He he ini sih kirata, kira-kira tapi nyata...

Detikcom, portal berita, pernah membahas hal ini. Dari mana sih kata Lebaran itu berasal. Banyak versi yang muncul. Katanya Lebaran diduga berasal dari bahasa Jawa, Lebar, yang artinya selesai. Arti pasnya: selesai puasa. Tapi ada yang bilang,
lebaran berasal dari kata 'lebar': lebih luas, lebih bebas.

Tidak ada referensi yang kuat mengenai tema ini. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, LEBARAN diartikan sebagai hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 1 Syawal setelah selesai menjalankan ibadah puasa selama sebulan; Idul Fitri. Lebaran
Besar: lebaran haji. Di kamus yang sering jadi rujukan itu, tidak dijelaskan dari mana kata ini berasal. Apakah 'Lebaran' memang kata dasar, kata yang sudah mendapatkan imbuhan, tidaklah jelas.

Ada juga yang bilang Lebaran itu dari kata Lebar - bar - bubar - bibar : artinya selesai. Jadi lebaran mempunyai makna selesainya masa Puasa. Kenapa dipakai kata itu, sepertinya mengandung 'filosofi' begitu beratnya menjalankan puasa, dan lebaran adalah hari bersuka ria. Ini menjadikan hari itu ditandai dengan nama 'Raya'.
Begitu pula orang Sumut mengklaim kata Lebaran itu berasal dari daerahnya. Intinya sampai sekarang tidak ada tahu pasti asal mula kata Lebaran ini. Who Knows?(*)

Wednesday, October 03, 2007

Kaka Bila 5 Tahun


Senin 1 Oktober kemarin adalah hari ulang tahun ke-5 anak sulung saya, Nabila Khoirunnisa Azzahra, biasa disapa Bila atau Kaka. Sehari sebelumnya, Kaka sudah mulai "ngadat". "Aku mau dirayain ah ulang tahunnya," begitu Kaka bilang.

Terpaksalah untuk memenuhi permintaan itu, saya dan Bu Eri mengatur waktu. Kita sepakati saja, perayaan sederhana ultah Kaka digelar saat buka puasa. Yang diundang cuma keluarga saja. Lebih dari itu, untuk persiapan singkat acara itu, saya pun harus tukar hari libur supaya s. Biasanya libur reguler saya setiap minggu adalah hari Jumat. Berhubung ultah Kaka, saya ganti ke Senin. Jadi Jumat depan saya mesti masuk kantor.

Ada yang membuat saya dan Bu Eri heran saat 1 Oktober itu. Saat sahur, Kaka langsung bangun, tanpa perlu dibangunkan dua kali. Padahal, sejak puasa pertama sampai 1 Oktober itu, dia tak pernah sekalipun ikut sahur. Pasti marah setiap saya bangunkan sambil nelungkup dan tidur lagi. Dengan manis, Kaka pun ikut sahur. Tentu saja, kita senang bukan main. "Wah, pas 5 tahun, Kaka mau sahur dan puasa," kata saya dalam hati.

Hari-hari sebelumnya, waktu sahur Kaka adalah jam 7. Lalu bukanya jam 10 saat pulang sekolah. Setelah itu puasa lagi sampai jam 1 siang. Itu pun yang kita tahu, karena lebih banyak lupa dan ngemilnya ketimbang puasanya. Maklumlah namanya juga anak-anak. Nah, pulang sekolah, seperti biasa, saya menjemput Kaka. Di jalan, waktu saya tanya, Kaka masih puasa. "Aku gak sabar mau ulang tahun". Halah anak segede unyil sudah seperti itu bahasanya.

Tiba di rumah, rupanya Kaka tidak kuat menahan haus. Ia pun minum susu ultra dan air putih. "Tadi kan di sekolah aku tidak minum, jadi sekarang minumnya," kata dia. "Lho kan katanya puasa. Kalau enggak puasa enggak jadi deh ulang tahunnya," ujar saya. "Iya deh mau puasa lagi".

Karena memang tidak mengundang teman-teman main Kaka, sederhana saja, persiapan pun singkat juga. Jam 4, setelah Bu Eri kirim berita dari rumah, kita segera meluncur ke tukang sate di Pintu Timur Stasiun KA Cimahi. Wow, pembelinya membludak, luar biasa. Padahal itu baru jam 4 lebih dikit.

Nunggu setengah jam, baru kelar. Karena baru sate ayam yang dibeli, kita pun mampir dulu ke Bu Sri, Sate Klaten, pesan sate sapi atau kambing. Dari situ, langsung meluncur ke Kartika Sari membeli kue tart.

Setelah semua makanan dibeli, kita pulang dan membereskan ruang tengah buat acara sederhana. Karena enggak neko-neko, yang penting ada kue tart dan acara tiup lilin, itu sudah dianggap Kaka sebagai perayaan Ulang Tahun.

Waktu beduk Magrib berbunyi dan azan berkumandang, Kaka langsung loncat kegirangan. "Asyik sebentar lagi mau ulang tahun. ayo-ayo ke sini semuanya," teriak dia.
Setelah tajil dan salat Magrib, semua keluarga pun berkumpul. Ada Mas Rohman, Mbak Ani, dan Teh Rina. Lalu keponakan semua juga hadir.

Sebelum acara tiup lilin dan potong kue, Mbah Kakung membaca doa dulu untuk keselamatan Kaka, khususnya, dan kita sekeluarga. Baru lilin pun ditiup. Tapi susahnya minta ampun. Kaka nggak bisa memadamkan api lilin dalam sekali tiup. Butuh beberapa kali, baru bisa padam. Mungkin itu karena gigi bawah Kaka ompong, jadi anginnya tidak terkumpul dan tidak bisa meniup, he he..

Ya yang penting, Kaka senang, dan semua ikut menikmati kegembiraan Kaka. Semua bisa berkumpul, makan bersama dan mensyukuri nikmat yang telah Allah SWT berikan. Bagi kami, itu saja sudah cukup. (*)