Tuesday, August 21, 2007

Fashion Show dan Melatih Keberanian Anak


SENIN pekan lalu, Kaka Bila bersama teman-temannya di TK Mutiara Ibunda, Warung Contong, Cimahai, mengikuti lomba menyanyi dan fashion show. Ini perlombaan antar-TK se-Kecamatan Cimahi Tengah. Sejak beberapa hari sebelumnya, Kaka Cs berlatih menyanyi setiap pulang sekolah. Otomatis, pulang ke rumah pun jadi lebih siang, sekitar jam 11.00.

Sejak awal, ibu guru di TK Mutiara Ibunda sudah memilih Kaka untuk ikut menyanyi. Tak cuma itu, Kaka pun dipilih untuk mengikuti fashion show busana muslim. Saat latihan, Kaka selalu semangat dan menjadi contoh teman-temannya.

Bu Evi, guru Kaka, bilang pada saya,"Pak, Nabila bagus kok nyanyinya, latihan untuk fashion show juga sudah bisa. Dia berani kok. Dan memang lomba ini juga untuk memotivasi anak supaya berani tampil di depan banyak orang. Jadi Bila harus ikut yah". Saya sih mengangguk-angguk saja.

Sehari sebelum perlombaan, saya dan Bu Eri sibuk menyiapkan baju untuk fashion show. Baju muslimnya sih bukan baju baru. Itu baju Kaka waktu Wisuda Playgrup Attaqwa. Masih bagus kok. Baju terusan warna pink, dengan kaus lengan panjang dan jilbab warna hitam. Sementara yang mengantar Kaka ikut lomba adalah Bude Ani. Karena, seperti biasa, Bu Eri tidak bisa ikut. Sibuk liputan.


Nah, pagi-pagi saya dan Bude sudah meluncur naik motor ke TK Mutiara Ibunda. Kaka Cs mau latihan dulu sebelum bertanding. Apalagi mereka dapat nomor undian 23. Jadi masih ada waktu untuk latihan. Jam 9, rombongan TK Mutiara Ibunda berangkat ke GOR Padasuka, tempat lomba berlangsung. Saya hanya mengantar sampai GOR, karena jam 10 harus meluncur ke tempat les Bahasa Inggris. "Nanti kalau mau pulang, telepon yah biar saya jemput," kata saya pada Bude.


Waktu saya pulang les, jam 12.00, ternyata Bude dan Kaka sudah ada di rumah. Lho? "Iya, cepet kok selesainya. Tadi fashion show dulu baru nyanyi," kata Bude.
Bude pun lalu bercerita saat lomba tadi. Ternyata, Kaka Bila enggak mau naik ke panggung fashion show sendirian. Dia sebenarnya kebagian nomor 34. Tapi naik panggung berdua dengan temannya yang kebagian nomor 56.

Rupanya Kaka grogi melihat orang banyak. Jadinya "mugen", mogok, montel terus sama gurunya. Akhirnya dia mau naik panggung, asal berdua dengan temannya. Soalnya kata dia, waktu latihan juga berdua kok. Ha ha ha... Ya namanya juga anak-anak.

Tapi waktu nyanyi bareng-bareng, Kaka pede abis. Dia lincah saat menari Potong Bebek Angsa dan Taman yang Paling Indah. Malahan,
Bagi saya sih, itu buat latihan saja. Yang penting Kaka sudah mau. Itu saja sudah nilai plus. Karena banyak juga anak-anak yang tidak mau ikut kegiatan apapun.
Memang melatih keberanian anak tidak bisa instan. Harus dipupuk sedikit demi sedikit, dan sabar.


Ya, sabar kata kuncinya. Kalau enggak sabar, bisa-bisa kita yang naik darah. Melihat anak kita enggak mau ikut kegiatan, atau disuruh flying fox, atau apapun enggak mau juga, tentu ada rasa kurang puas. Masa anak orang lain bisa, anak sendiri kagak!. Begitu biasanya isi kepala kita, suka muncul rasa iri, walau mungkin tidak kita sadari.

Hal seperti itu yang harus kita waspadai. Jangan sampai kita menjadikan anak sebagai "media pelampiasan" kehendak kita. Menjadi medan pemaksaan keinginan bawah sadar kita. Memaksa anak untuk bisa segalanya. Melampaui kemampuan anak-anak lain.

Kalau anak memang tidak mau dan tidak suka, ya jangan dipaksa. Biarkan saja dia dengan keinginannya. Sejauh itu rasional, masih bisa kita jangkau, tidak ada salahnya kita memberikan keleluasaan pada anak untuk memilih. Belajar menentukan sikap dan keinginanya. Asal, tentu saja, harus kita aping, kita bimbing, agar jalurnya tidak belok kiri kanan. (*)

Thursday, August 16, 2007

Masika, Ferry, dan Saya

HARI ini saya terpaksa tidak mengantar Kaka ke TK. Bahkan, saya pun terpaksa bolos les Bahasa Inggris. Pagi jam 7 saya sudah meluncur meninggalkan rumah dengan berpakaian batik. Tujuan saya, ke Hotel Bumi Kitri Cikutra.

Ya saya harus mengikuti pelantikan pengurus Majelis Sinergi Kalam (Masika) ICMI Orwil Jabar. Ini semua karena teman saya, Ferry Kurnia Rizkiansah. Dari malam, dia sudah meng-sms memberi tahu undangan pelantikan Masika.

Ferry memang terpilih menjadi Ketua Masika ICMI Jabar periode 2007-2010 dalam Mukerwil Juli lalu. Nah, ia bersama formatur lainya menyusun kepengurusan. Selasa malam, Ferry menelepon meminta kesediaan saya untuk menjadi pengurus Masika bidang
Informasi Komunikasi, bidang yang menjadi garapan saya.

Saya sempat bertanya, memang program Masika itu apa saja. Ferry bilang salah satunya ya terkait Informasi Komunikasi itu. Masika Jabar vakum selama 13 tahun. Jadi saat ini Masika Jabar harus wara wiri ke sana ke mari, publish biar namanya mengemuka.
"Dan tugas yang paling utama adalah Bangkit dan Berbuat untuk Umat," kata Ferry.

Ya sudah, saya sanggupi tawaran Ferry. Selain membantu teman yang minta tolong, ya saya pun ingin berbuat kemaslahatan untuk umat. Kok bisa Ferry menawarkan posisi kepada saya? Saya kenal Ferry sudah lama. Kami sama-sama masuk Unpad tahun 1994. Saya kuliah di Jurusan Sejarah, dia di Jurusan ilmu Pemerintahan. Dan berbeda fakultas.

Tapi kami sama-sama aktif di Senat Mahasiswa Unpad. Itu dimulai sejak menjadi panitia penerimaan mahasiswa baru (PMB) Unpad tahun 1996. Ferry, kalau tidak salah ingat, ada di bidang acara. Nah, saya kebagian di seksi acara yang membuat rundown acara Ospek mulai A sampai Z.

Ferry memang aktivis. Dia pun masuk HMI Bandung. Saya lupa, apa dia pernah jadi ketua HMI atau enggak? Kalau gak salah sih Sekretaris HMI Bandung. Lalu jadi ketua HMI Jatinangor (kalau tidak salah lagi). Sementara saya memilih berada di organisasi
internal Jurusan dan Fakultas serta Universitas.

Waktu gegap gempita reformasi 1998, Ferry berada di barisan depan garda mahasiswa Bandung. Saya berada di tengah-tengah kumpulan pendemo. Dan saya lulus lebih dulu.
Lama tak berjumpa. Tahu-tahu, saat ada rekruetmen anggota KPU Jabar, nama Ferry masuk di dalamnya. Woalah ini teman saya toh.

Nah, dari situ mulai beberapa kali bertemu lagi. Di Bandung, lalu di Sukabumi saat Pilkada Kabupaten Sukabumi. Silaturahmi intensif ya setahun terakhir ini, pascapulang umrah. Saya memang umrah bareng Ferry. Dia masih ingat waktu bertemu di
kantor Imigrasi, tidak menyangka kalau saat itu untuk umrah dan dari Biro Umrah yang sama. Kami pun makin akrab. Sampai-sampai kita main bola persahabatan antara KPU Jabar dengan Tribun FC. Jelas kita yang menang...

Mungkin karena keakraban dan silaturahmi yang terus terjalin itulah, Ferry tak sungkan meminta saya masuk Masika. "Saat selesai nyusun kepengurusan dan mau menyetorkan ke pusat, tiba-tiba saja saya ingat Kang Mahmud. Wah, ini pas masuk ke
Informasi dan Komunikasi," aku Ferry.

Jadilah saya pengurus Masika. Dilantik bersama puluhan pengurus lainnya. Dan ternyata tidak cuma saya yang jurnalis. Ada Erwin Kustiman dari PR, sama-sama di bidang Informasi, lalu Kang Fahruz Zaman, reporter Trijaya FM, yang jadi Wakil Ketua bidang Infokom. Malah ada pula Teh Ela (Eriyanti Nurmala Dewi) dari PR, yang jadi
Dewan Penasehat Masika Jabar. Ya asyik-asyik saja lah...(*)



Wednesday, August 15, 2007

Hari-hari Melelahkan

SEMINGGU, bahkan hampir dua minggu, terakhir ini, saya benar-benar merasakan kelelahan luar biasa. Mungkin ini karena load acara lumayan padat. Kesibukan dimulai Jumat, 3 Agustus lalu. Seperti biasa, pagi saya mengantar Kaka ke TK Mutiara Ibunda. Sebelum Jumatan, saya menjemputnya. Hari itu adalah hari terakhir Kaka latihan menyanyi dan fashion show untuk hari Senin.

Sebenarnya hari itu saya libur. Tapi sore hari, saya harus ke Bandung, tepatnya ke Gerai Esia di Dago, untuk meng-inject, mengisikan nomor Esia ke handphone CDMA baru. Kebetulan kantor menyediakan HP LG CDMA. Harganya cukup murah, Rp 250 ribu untuk
karyawan yang bayar cash, dan Rp 275 ribu untuk mereka yang kredit.

Saya ambil dua HP. Satu cash, satu kredit. Pertimbangan ambil dua HP, biar satu lagi dipakai Bu Eri. Jadi komunikasi bisa lebih murah, begitu promo-nya Esia.
Temannya saya di Cimahi, yang distributor Esia, tidak bisa langsung mengisi nomor, tetap mesti ke Bandung. Akhirnya saya ke Dago. Tapi baru bisa untuk satu HP, karena HP satu lagi tidak bisa menyala.

Kadung sudah ke Bandung, saya pun meluncur ke kantor Tribun untuk menukar HP yang rusak itu. Dari kantor, saya meluncur ke Otista. Kebetulan Tribun FC mau beli kaus tim baru (Baca Postingan: Stadion Siliwangi, Kaus Baru, dan Kalah). Nah Bu Eri pun lagi ada di Pasar Baru. Lagi mencari souvenir Kipas Cendana pesanan teman saya dari Batam, Mas Gentur. Katanya buat nikahan kakaknya. Akhirnya kami janjian ketemu di Seafood Cilember langganan kami.

Sabtu, 4 Agustus. Pagi sekitar jam 9, saya sudah meluncur ke Cibadak. Ini daerah pertokoan yang terkenal murah. Kata seorang teman, di Cibadak ada juga toko yang menjual suvenir pernikahan. Setelah mencari ke sana ke mari, akhirnya saya singgah di satu toko suvenir. Tempatnya kecil, tapi cukup lengkap. Dan ternyata di sini ada Kipas Cendana.

Saya mau beli 500 buah, sesuai pesanan Mas Gentur dari Batam. Saya telepon Mas Gentur,"Mau kipas yang lengkap pakai sarung tile sama nama gak?" Semula Mas Gentur oke saja. Tapi begitu tahu, selesainya tanggal 12 Agustus, spontan Mas Gentur menolak. "Waduh, kawinnya juga tanggal 15 Agustus. Pengantinnya gak mau repot. Sudah yang biasa saja, gak usah yang macam-macam," kata Mas Gentur.

Karena Mas Gentur belum mengirim uang, saya talangi dulu pembayaran Kipas itu. Tapi saat itu saya tidak bawa uang cash. Terpaksa putar-putar dulu cari ATM Mandiri. Barangnya tidak langsung dibawa, karena harus diambil dulu dari perajinnya. Baru
besoknya bisa dibawa.

Sabtu siang, saya bersama Tribun FC bermain bola di Stadion Siliwangi. Sebenarnya saya tidak turun ke lapangan. Karena tidak ada yang jadi manajer, terpaksa saya yang memanajeri. Teriak sana sini, kayak pelatih beken. Gonta-ganti pemain biar semua
merasakan rumput hijau Stadion Siliwangi. Sore harinya langsung ke kantor, seperti biasa, menggarap halaman.

Minggu pagi, badan terasa pegal. Akhirnya manggil Bu Engkos, tetangga, untuk mijat. Bu Eri dan Kaka juga pada mau dipijat. Malahan Kaka maunya nomor satu, duluan dipijat. Bada Lohor, saya bergegas keluar rumah dengan tujuan Cibadak. Mau mengambil Kipas Cendana, sekalian langsung ke kantor. Ternyata banyak juga yah. Ada 2 bungkus besar kipas, dan lumayan berat. Susah payah saya ikatkan bungkusan itu ke jok motor. Beberapa kali saya sempat berhenti, karena bungkusan hampir jatuh.

Senin 6 Agustus. Pagi-pagi sudah bersiap mengantar Kaka ke TK. Hari ini Kaka mau tampil menyanyi dan fashion show. Karena Bu Eri tidak bisa mengantar, akhirnya Bude Ani yang mengantar. Tempat lombanya di GOR Padasuka, dekat Veldrome Munaip Saleh, Cisangkan. Saya tidak bisa menunggu sampai akhir, karena jam 10.30 harus ke
tempat kursus bahasa Inggris. Pulang les, sebentar di rumah, langsung berangkat ke kantor.

Selasa 7 Agustus pagi, usai menjemput Kaka di TK, saya langsung ke kantor. Kesibukan mengurus suvenir dimulai. Saya cari kardus besar untuk membungkus suvenir. Berhubung dikirim ke Batam, tentu bungkusnya pun harus kuat. Saya belum mengirim barang hari itu. Soalnya, kiriman uang dari Mas Gentur belum sampai juga.

Nah urusan HP Esia belum tuntas. Saya datang lagi ke Gerai Esia di Dago untuk mengisi homor HP yang satu lagi. Kebetulan di sana sudah ada Eva Sirkulasi, jadi tak perlu menunggu lama. Di-inject kolektif saja biar cepat.

Rabu 8 Agustus, jam 8 saya mengantar Kaka ke TK dan langsung meluncur ke Bandung. Jam 9 saya sudah ditunggu BPLHD Jabar. Ada rapat Tim Penilai Adipura untuk persiapan penilaian Adipura 2007-2008. Sudah tiga tahun terakhir ini saya jadi Tim Penilai
kebersihan kota di Jabar. Hanya bulan Maret kemarin saya tidak ikut, karena harus tugas ke Batam.

Kamis 9 Agustus, seperti biasa saya antar-jemput Kaka. Setelah itu ke tempat les Bahasa Inggris. Oh, dari hari sebelumnya, saya sudah pusing dengan tugas Speech Contest. Bingung, topik apa yang mau dipidatokan. Akhirnya saya ambil topik tentang Pilkada Kota Cimahi, isu yang sehari-hari saya ikuti.

Pas lagi les itu, Mas Gentur telepon. Ia bilang pengiriman uang ke Bank Mandiri lewat rekening saya ternyata ditolak. Akhirnya saya minta uang dikirim ke rekening Mandiri atas nama Bu Eri. Untungnya sukses terkirim. Hari itu saya belum bisa mengirim paket ke Batam, karena sudah sore. Padahal Jumat besoknya saya libur.
Kamis siang, saya kembali ke Gerai Esia, karena Esia Bu Eri belum juga aktif. Ternyata kalau sama ahlinya memang mudah. Entah ketik apa, HP Esia Bu Eri pun bisa dipakai.

Karena menanggung amanah orang, hari libur pun saya tetap ke kantor. Hanya untuk
menitipkan paket ke Risha, resepsionis Tribun. Saya bilang nih paket beratnya 18 kilo. Udah ditimbang tadi malam. Karena Sabtu itu libur Isra Mi'raj, paket tidak bisa langsung dikirim. Mesti menunggu Senin. "Walah cilaka, Senin kan tanggal 13 Agustus, lha kawinnya tanggal 15. Bisa semaput tuh pengantin, cenderamatanya belum ada," kata saya. Namun ada jaminan dari Tiki JNE, barang bisa sampai pada Senin, paling lambat Selasa pagi.

Jumat sore, saya masih menyempatkan main dengan Kaka dan Bu Eri. Kebetulan Bu Eri lagi libur Isra Miraj. Kita main ke Ramayana, terus makan di CFC. Habis salat Magrib di Mesjid Agung Cimahi, kita meluncur ke Martabak Top, eh sekarang mah Martabak Lily, langganan. Setelah itu kita beli Sate Bu Sri khas Klaten di Baros. Baru pulang ke rumah untuk makan malam bareng.

Sabtu 11 Agustus, saya tidak ikut latihan sepakbola. Balas dendam. Karena sebelumnya pernah ke lapangan, tapi enggak ada orang sama sekali. Pergi ke kantor sekitar jam 10. Ngantuk minta ampun.

Minggu 12 Agustus. Hari itu ada undangan pernikahan. Refa, wartawan Republika menikah. Sebelum makan siang di tempat nikahan, saya dan Bu Eri meluncur dulu ke belakang Sus Merdeka. Saya punya janji dengan Agus, adik kelas saya di SMA. Dia punya counter pernak pernik dan lagi butuh modal tambahan. Nah, siapa tahu bisa buat investasi. Sejam di Merdeka, baru ke tempat nikahan di dekat MTC Margahayu. Pulang dari sana, langsung ke rumah. Cuma istirahat sebentar, saya langsung meluncur lagi ke kantor.

Senin 13 Agustus, kepala saya mulai terasa pusing. Entah kenapa. Apa karena kurang tidur atau hal lain. Saya memang selalu tidur larut. Jam 1 dini hari baru tidur. Bangun jam 5 atau setengah jam kemudian. Sakit kepala makin terasa, Selasa 14 Agustus. Setelah menjemput Kaka di sekolaha, saya ke kantor. Tapi perasaan enggak
enak banget ni badan.

Sore, teman saya, Ferry Rizki Kurniyansyah, juga anggota KPU, datang ke kantor. Dia ngasih buku tulisannya. Malamnya, dia telepon. Ferry mengajak saya masuk ke Masika (Majelis Sinergi Kalam) ICMI Jabar. Dia memang jadi ketuanya. Setelah sedikit
penjelasan, akhirnya saya oke saja. Katanya Kamis besok dilantik. Weh, mana mesti pake batik lagi...

Pulang malam, kepala makin berat dan saya gak kuat. Akhirnya saya minum Paramex. Rabu pagi, sakit kepala hilang. Tapi pilek, batuk, dan bersin, menyerang. Wah, ini sih memang mau sakit... Kondisi badan memang tidak bisa diforsir. Kita terlalu memaksa badan untuk bekerja keras, sementara kebutuhan untuk istirahat kurang. Naga-naganya saya mau tumbang nih.. Mana punya tugas lagi, bikin karangan dalam Bahasa Inggris. Terus besok harus ikut pelantikan Masika ICMI Jabar. Hah...(*)

Monday, August 06, 2007

Stadion Siliwangi, Kaus Baru, dan Kalah


AKHIRNYA cita-cita Tribun FC untuk tanding di Stadion Siliwangi, basecamp Persib Bandung, kesampaian. Rumput stadion angker bagi lawan-lawan Maung Bandung itu bisa kita injak setelah Saint Prima menyambut baik undangan Tribun FC untuk tanding persahabatan.

Saint Prima adalah kesebelasan Runner Up Divisi I Persib tahun 2007. Kompetisinya baru usai minggu lalu. Berarti pada kompetisi mendatang, Saint Prima bakal berlaga di Divisi Utama Persib.

Sejak Selasa lalu, saya sudah siapkan woro-woro pengumuman Tribun FC bakal tanding di Siliwangi. Tiga kertas A3 berisi pengumuman ditempelkan di kaca Pos Satpam, triplek Redaksi, dan dinding dekat kaca cermin. Biar orang sekantor tahu, kita Tribun FC mau tanding di Siliwangi.

Saya paling kiri rambut gondrong
Tentu kata Siliwangi punya daya tarik khusus bagi siapapun pecinta bola di Bandung. Main di stadion yang sudah tak mampu lagi menampung Bobotoh Persib itu adalah satu kebanggaan tersendiri. Dan sekarang mimpi itu jadi kenyataan.

Ternyata benar. Siliwangi memiliki magnet luar biasa. Sabtu siang itu, mereka yang tak pernah terlihat saat berlatih di Lapangan Ciremai Kavaleri, tiba-tiba bermunculan. Banyak banget. Soalnya, satu teman bawa teman dan kawan-kawannya, he he... Pusing melihatnya juga. Siapa saja orang-orang ini, banyak yang gak kenal.

Nah, sehari sebelum bertanding, saya berbincang dengan teman soal Kaus Tim. Selama seminggu itu, saya cek satu persatu siapa saja yang bakal main bola dan punya kaus tim Tribun FC warna Putih Biru. Ternyata tidak banyak.

Akhirnya, setelah ngobrol sana sini, kita sepakat untuk membeli kaus tim baru. Warna merah pun jadi incaran. Okto, Krisna, Erwin, dan saya berangkat ke Toko Olahraga Yoyo di Jalan Otista. Cari kaus tim yang bagus.

Di toko satu ini, banyak sekali kaus tim warna-warni. Kita sempat bimbang begitu melihat kaus tim berwarna kuning biru seperti punya Swedia. Tapi akhirnya kita tetap memutuskan, pakai kaus tim warna merah. Dan ternyata pilihan kita tidak salah. Warna
merahnya mencrang. Dari jauh, warnanya terlihat menyala.

Dengan memakai kaus baru pula, kami berpose di Stadion Siliwangi. Kami sudah mewanti-wanti kepada pemain inti untuk datang, karena ada sesi pemotretan khusus. Fotografer andal Tribun, Gani Kurniawan, langsung terjun untuk sesi ini.

Jadilah kami bertanding melawan Saint Prima, di tengah sengatan matahari, Sabtu siang itu. Tim yang tahun depan berlaga di Divisi Utama Persib itu diperkuat mantan pemain Persib era 80-an, Encas Tonif. Walaupun badannya semakin subur, berat untuk lari, tapi gocekan dan operannya masih maut.

Memang kebanyakan pemain Saint Prima yang tanding lawan kita adalah pengurus dan ofisial. Tapi kipernya adalah pemain asli Saint Prima di Divisi I Persib. Begitu pula tiga pemain belakang dan tengahnya, juga pemain kahot.

Hasilnya? Kami kalah telak 0-5, ha ha ha... Tak mengapa, yang penting Tribun bisa manggung di Stadion Siliwangi. Itu saja sudah membuat kami senang. (*)

Sunday, August 05, 2007

Indonesian Idol di Sabuga

SAYA sebetulnya tidak ngeh lagi dengan Indonesian Idol. Yang pasti, itu karena saya jarang nonton acara teve malam. Hanya kebetulan, malam Minggu lalu, saya pulang dari kantor agak cepat. Di kamar, saya setel RCTI, dan ternyata Daniel (mantan VJ MTV) dan pasangannya, lupa lagi namanya, oh iya, Ata, tengah mengumumkan siapa yang bakal menjadi Indonesian Idol tahun ini.

"Dan Indonesia memilih...Rini," teriak bareng Daniel dan Ata. "Oh Rini, siapa Rini," pikir saya setengah bertanya. Ya ini karena saya betul-betul blank informasi soal Idol-Idolan.

Perasaan saya, gaung Indonesia Idol sudah melorot. Kurang menjual lagi. Mungkin. Apa karena terlalu sering, atau hal lain, enggak tahu juga. Itu cuma perasaan saya saja. Pelopor acara penyanyi idola, Akademi Fantasi Indosia (AFI) sendiri sudah mati. Tahun ini Akademinya tak lagi menerima calon Idol versi Indosiar.

Hanya saja, tadi siang, kakak ipar saya, Mas Rohman, waktu baca koran teringat, cerita soal Indonesian Idol ini. Temannya di kantor, entah siap namanya, nonton malam Final Indonesian Idol, di kursi VVIP. Bareng dengan pejabat MNC, RCTI, Foke, Agum Gumelar, dan lain-lain.

"Kok bisa?, tanya saya. Kebetulan, kata Mas Rohman, Sekretaris MNC adalah teman sekolah dia. Nah, kebetulan teman Mas Rohman ini lagi menggalang dana untuk kegiatan alumni. Janjianlah teman Mas Rohman ini dengan Sekretaris MNC itu di Jakarta.


Karena sibuk wara wiri mengurusi Indonesian Idol sementara urusan penggalangan dana belum beres, akhirnya teman Mas Rohman ini diajak Sang Sekretaris MNC untuk ngobrol sambil nonton Indonesia Idol. Jadilah teman Mas Rohman yang tidak doyan nonton Idol juga konser musik, itu mesti cengo di kursi terdepan bersama panggede dan pejabat sambil ngobrol urusan penggalangan dana.

Ternyata tak cuma di situ. Sabtu (4/8) malam, pemenang Indonesian Idol dan finalis lainnya, tampil manggung di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) ITB. Eh, lagi-lagi si Sekretaris MNC itu juga hadir di Bandung. Jadilah teman Mas Rohman ini nonton Indonesia Idol dua kali. He he lumayan tuh, gratisan...

Kata teman saya reporter Tribun Jabar, penonton Idol ini cukup banyak. Sekitar 4.000 orang menyesaki Sabuga. Dan mereka adalah para Idolmania. Oh, rupanya masih banyak juga penggemar Idol.
Ada 12 finalis yang tampil. Mereka adalah Rini, Wilson, Gaby, Steve, Marsya, Priska, Dimas, Sarah, Gana, Julian, Sisy, dan Brinet. Tak ada satu pun nama mereka yang familiar di telinga saya. Gak ada yang kenal toh...

Sambutan idolmania cukup luar biasa. Saking histerisnya, beberapa idolmania yang memenuhi lantai festival di depan panggung tak kuasa menahan emosi mereka meneriakkan idola masing-masing. Bahkan beberapa di antaranya tak kuasa menahan airmata yang jatuh di pipinya. Waduh, sampai segitunya yah...

Saat lagu pertama, Let's Dance Together dibawakan para finalis itu, riuh rendah tepukan dan jeritan penonton seolah tak henti membahana. Yang unik adalah, penampilan keduabelas finalis di Sabuga kali ini tidak sekadar menyuguhkan penampilan biasa, namun juga diwarnai aksi teaterikal.

Aksi ini disuguhkan dalam semua lagu yang dibawakan mereka yang malam tadi menyuguhkan total 14 belas lagu seperti Disco Lazy Time, Oh Kasih, Doo Be Doo, Benci Bilang Cinta, dan lain sebagainya. Selain Indonesian Idol, tampil juga bintang tamu, Kahitna, dan juga Mike Mohede, juara Indonesian Idol sebelumnya.

Ya, saya sih hanya mendengar kabar dan membaca berita saja soal Indonesian Idol. Kalau melihat antusias penonton, mungkin Indonesia Idol atau Idol lainnya masih ditunggu. Namun tentu harus kita tanyakan, apakah antusias ini karena tengah terjadi krisis berat tidak adanya figur yang bisa dijadikan idola di negeri ini. Ah, entahlah. (*)