Friday, May 29, 2009

Bertahan Hidup

SECARIK kertas lusuh ditemukan tim Search And Rescue (SAR) di ketinggian 2.4000 meter dari permukaan laut. Kawasan di Gunung Ciremai itu disebut kawasan Pasanggrahan. Mungkin dulu, tempat itu memang tempat orang-orang bersunyi diri. Dari kertas lusuh berisi informasi singkat itulah, tim SAR menyusuri jejak lima pendaki yang dinyatakan hilang sejak akhir pekan lalu di gunung tertinggi di Jawa Barat itu.

Akhirnya setelah enam hari hilang, kelima pendaki itu berhasil ditemukan tim pencari di ketinggian 1.300 meter dpl di daerah yang disebut Pasiripis. Kondisi mereka bisa disebut sehat, walau seorang di antara mereka mengalami luka di bagian kepala dan kaki akibat terjatuh ke sungai kering. Tiga hari sebelumnya, dua rekan mereka sudah lebih dulu ditemukan. Mereka berpisah dengan kelima rekannya dan turun lebih dulu untuk mencari bantuan.

Selama enam hari hilang di gunung, kelima orang pendaki itu bertahan hidup dengan persediaan makanan yang minim. Bahkan kabarnya, ada salah seorang pendaki yang nekat meminum air seni untuk menghilangkan haus. Minimnya pengetahuan tentang gunung dan mendaki sangat mungkin menjadi penyebab rombongan pendaki ini tersesat dan hilang. Bagaimanapun hutan gunung berbeda dengan kondisi kawasan lain.


Banyak persyaratan yang harus dilengkapi sebelum seseorang memutuskan untuk mendaki gunung. Selain harus sehat jasmani dan rohani, dia juga harus melengkapi kebutuhan hidup plus perlengkapan hidup di alam bebas.

Bulan depan sudah memasuki musim liburan sekolah. Biasanya, waktu-waktu itu adalah musim puncak kegiatan mendaki. Gunung Gede Pangrango dan Ciremai adalah favorit tujuan para pendaki, terutama mereka yang baru mengenal dunia mendaki gunung.
Mendaki gunung tidaklah sama dengan kemping atau piknik. Bahkan jauh berbeda. Berkemah hanyalah bagian kecil dari kegiatan mendaki. Ini berarti, untuk melakukan pendakian gunung, sangat banyak yang harus dipersiapkan. Mulai persiapan fisik, persiapan perjalanan, perlengkapan, tim, transportasi, dan sebagainya.

Hal semacam ini yang sering diabaikan para pendaki, terutama para pemula. Bagi mereka, yang penting bisa mendaki, naik ke puncak, melihat matahari terbit, turun kembali, dan pulang ke rumah dengan selamat.

Masih untung, seperti tujuh pendaki Gunung Ciremai itu, bisa pulang selamat, walau tersesat lebih dulu. Banyak kasus pendaki hilang dan tak ditemukan lagi, seperti dialami tiga orang mahasiswa Bandung di Gunung Agung beberapa tahun lalu. Kalaupun ditemukan, hanya jenazahnya saja.

Bertahan hidup di alam bebas membutuhkan ilmu dan kemahiran tersendiri. Banyaklah berlatih karena akan menjadi kebiasaan, itulah salah satu moto yang menjadi pegangan para penempuh rimba dan pendaki gunung.(*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Jumat 29 Mei 2009.

Tuesday, May 26, 2009

Lebih Hemat dengan TV LED

SELAMA ini konsumen di tanah air mengenal televisi dengan berbagai teknologinya. Antara lain televisi tabung atau beken dengan sebutan Cathode Ray Tube (CRT), kemudian teknologi plasma, teknologi Liquid Crystal Display (LCD) dan yang terakhir adalah televisi berteknologi Light Emiting Diode (LED). Teknologi LED mulai merambah pasar elektronik di Indonesia.

Foto di samping: Peluncuran TV LED Samsung di India. Abhinav Bindra, duta Samsung India (kiri) dan Jung Soo Shin, President and Chief Executive Officer of Samsung South West Asia Headquarters. Foto dari AP.

LED merupakan sejenis diode semikonduktor yang bila diberi tegangan akan memancarrkan cahaya non koheren dengan panjang gelombang tertentu. Teknologi LED sangat tahan lama, tidak mudah rusak, murah dan juga memiliki banyak pilihan warna sesuai kebutuhan.

Samsung memperkenalkan pertama kali televisi LED ini di ajang Consumer Electronics Show di Las Vegas, awal tahun ini. Apa sih keuntungan atau kelebihan dari televisi next generation ini? TV ini ternyata sejalan dengan isu global warming saat ini.
Televisi LED mengonsumsi 40 persen energi lebih hemat dibandingkan dengan standar CCFL-backlit yang digunakan di televisi LCD dan jauh di bawah Energy Star versi 3.0. Selain itu televisi jenis ini juga terbuat dari materi yang ramah lingkungan dan
meninggalkan material merkuri.

Melalui produk teranyarnya, Samsung mulai memasarkan produk televisi LED-nya ke pasar Indonesia dengan berbagai tipe dan ukuran. Penggunaan teknologi LED pada produk televisi diusung Samsung Electronics Indonesia (SEIB) dalam tiga tipe produk terbarunya. Masing-masing dari tipe B 8000, B 7000 dan B 6000. Tampilannya begitu ramping, bahkan sangat elegan.

Bukan hanya masalah ketipisan dari desain yang mengambil corak air yang mengalir. Samsung LED Full HD TV Samsung juga menciptakan solusi ultra slim wall mount untuk mengurangi jarak antara TV dengan dinding hingga 0,6 inci atau turun 2 inci dari solusi penebalan.

Cahaya dari LED, semua tipe Samsung TV LED Full HD telah memenuhi panduan energy star v 3.0 yang lembut dan ketat. Elemen inilah yang mampu memotong konsumsi listrik yang cukup signifikan hingga 40 persen bila dibandingkan dengan LCD HDTV tradisional dengan ukuran yang sama.

Tipe B 8000 menjadi salah satu andalan dari ketiga tipe TV LED yang diluncurkan PT SEIN. Tipe ini memimpin evolusi TV dengan fitur terbaik di kelasnya. Seperti adanya teknologi ganda Auto Motion Plus yang mampu menghasilkan frame rate sebesar 200 HZ. Mampu menghilangkan efek yang tak jelas saat menampilkan gambar yang cepat, penuh dengan gerakan aksi.
src="http://samsungledtv.dagdigdug.com/banner.php?track=3768c4a1fd45c38797bdd5ca41b47928"
/>

Walau baru akan hadir Juni mendatang, Samsung LED Full HD TV B 8000 ini ukuran 55 inci sudah mulai banyak yang memesan untuk membeli. Artinya, tak lama lagi masyarakat Indonesia bisa menikmati televisi generasi terbaru, hemat energi, dengan tampilan yang menawan. Sementara LED Full HD TV B 7000 diperkenalkan di Indonesia terdiri dari varian 40", 46" dan 56" pertengahan bulan Mei dengan kisaran harga mulai dari Rp 33 juta, Rp 43 juta dan Rp 60 juta. Untuk tipe B 6000 diperkenalkan di Indonesia dengan variasi ukuran 40" dan 46" bulan Mei pada kisaran harga Rp 29 juta dan Rp 40 juta. (*)

Tuesday, May 19, 2009

Periksa Kesehatan Tak Sekadar Seremoni

AKHIRNYA masyarakat Indonesia bisa mengetahui jumlah pasangan bakal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang akan bertarung pada Pemilihan Presiden 8 Juli 2009 mendatang. Jusuf Kalla dan Wiranto maju dengan dukungan Partai Golkar- Partai Hanura. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya memilih Boediono dengan pengusung utama Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan PKB. Lalu Megawati Soekarnoputri bersama Prabowo Subianto maju sebagai capres-cawapres yang didukung PDI Perjuangan dan Partai Gerindra.

Dua hari terakhir kemarin, ketiga pasangan itu memeriksakan kesehatan mereka. Pemeriksaan berlangsung di bawah komando tim kesehatan khusus dari RSPAD Gatot Subroto. Ada tiga dokter ahli senior plus 43 dokter ahli di 13 bidang spesialisasi kedokteran yang terlibat dalam pemeriksaan itu.

Seusai pemeriksaan, para capres-cawapres itu menampakkan diri ke publik. Mereka masih berpakaian piyama, lalu melambaikan tangan kepada para pewarta, terutama kameramen dan fotografer. Seperti itulah tahapan yang harus ditempuh para bakal capres-cawapres ini sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kesehatan menjadi salah satu persyaratan yang harus bisa dilalui para bakal calon pemimpin RI ini.

Yang dikhawatirkan, jangan sampai tahapan ini hanya sekadar seremoni, hanya menempuh prosedur saja. Karena melihat ketokohan dan ingin melihat pemilu berlangsung ramai dengan adanya tiga pasangan, lalu KPU meloloskan begitu saja.

Artinya, kalau memang bakal capres dan cawapres ini memiliki kekurangan secara medis atau psikis, KPU harus berani mengungkapkannya kepada masyarakat. Bukan dalam rangka mempermalukan para capres-cawapres, tapi menyampaikan kebenaran bahwa capres A atau cawapres B memang memiliki kekurangan dalam hal kesehatan. Bukankah saat Pemilu 2004 pun, KPU tak meloloskan pasangan Abdurahman Wahid-Marwah Daud karena alasan kesehatan?

Ini tak jauh beda dengan pengumuman harta kekayaan capres dan cawapres. Kalau Boediono saja mau melaporkan harta kekayaan sebesar Rp 18 miliar, termasuk asal muasal harta itu, tentu soal kesehatan pun harus pula diungkapkan.

Masyarakat tentu menginginkan memiliki pemimpin yang sehat jiwa raga, sehat lahir batin. Dan itu dimulai dari proses penyeleksian melalui tahapan pemeriksaan kesehatan ini. Amanah menjadi seorang pemimpin itu berat dan tanggung jawabnya melintasi dunia dan akhirat. Karena itu, sehat secara fisik dan psikis pun sangat diperlukan untuk memikul beban sejarah bangsa ini.

Masih ada waktu 51 hari ke depan untuk menentukan pilihan. Saatnya menelisik lebih dalam lagi bagaimana rekam jejak dan kemampuan para calon pemimpin bangsa ini. Di tangan kita, bangsa ini akan mempunyai pemimpin yang menyejahterakan rakyat atau menyebabkan keterpurukan.(*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Selasa 19 Juli 2009.

Monday, May 04, 2009

Bisnis Jawaban UN

DUA pekan terakhir, siswa SMA dan SMP mengikuti ujian nasional (UN). Untuk tingkat SMA dan sederajat, ujian sudah berakhir, sementara untuk tingkat SMP dan sederajat masih berlangsung hingga hari ini.

Sebetulnya tidak ada yang istimewa dari pelaksanaan ujian ini, karena berlangsung setiap tahun. Hanya karena tahun ini standar kelulusan naik, UN dianggap sebagai hantu yang bisa menenggelamkan masa depan seseorang.

Hal menarik yang terjadi di setiap pelaksanaan UN adalah selalu munculnya bocoran kunci jawaban soal mata pelajaran yang diujiankan. Padahal pembuatan soal UN dan pendistribusiannya dijaga ketat aparat keamanan dan dinas pendidikan serta pengawas. Tetapi, tetap saja selalu ada mereka yang memanfaatkan situasi dan kondisi, bahkan menjadikan bocoran soal itu sebagai bisnis.

Forum Guru Independen Indonesia menemukan adanya indikasi jual beli kunci jawaban soal UN yang melibatkan pelajar. Sejumlah pelajar rela menunggu sejak pagi seusai subuh untuk mendapatkan bocoran jawaban itu. Mereka pun rela merogoh dalam-dalam kantungnya untuk membayar Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu per mata pelajaran.
Pekan sebelumnya, bocoran jawaban UN SMA beredar via SMS. Mereka yang mendapat kiriman SMS ini lebih banyak yang tidak mempedulikannya. Tapi bisa jadi ada pula siswa yang tergiur dengan kunci jawaban itu dan mengisikan di lembar jawaban.
Apalagi berdasar hasil pengerjaan seorang guru matematika di Bandung, kunci jawaban yang beredar untuk soal Matematika benar-benar 100 persen persis.

Tentu beredarnya bocoran kunci jawaban UN ini harus dipertanyakan. Sejauh mana tingkat pengamanan soal-soal UN hingga dijamin tidak ada kebocoran. Departeman Pendidikan Nasional atau dinas pendidikan di daerah sebagai penyelenggara UN tentu bersikukuh tidak terjadi kebocoran. Kalaupun ada beredar kunci jawaban, siswa diminta tidak mempercayainya.

Secara psikologis, beredarnya kunci jawaban ini sangat mengganggu siswa, terutama mereka yang betul-betul belajar siang malam untuk menghadapi UN ini. Selentingan di kalangan siswa tentang hal ini akan mempengaruhi "keteguhan" mereka atas hasil belajarnya selama ini.

Akan muncul pemikiran, sia-sia saja belajar kalau ternyata di luar beredar kunci jawaban. Persaingan menjadi tidak sehat. Mereka yang tak belajar hanya mengandalkan uang dan bocoran kunci jawaban tentu tak masalah. Parahnya, kalau siswa yang betul-betul belajar jadi tergiur untuk memakai kunci jawaban.

Di sinilah musibah dunia pendidikan terjadi. Tren serba instan, ingin cepat selesai, dan tak mau bersusah payah, menghinggapi para pelajar. Mentalitas superinstan ini yang akan terus menyuburkan munculnya praktik-praktik jual beli kunci jawaban, dan lambat-laun kian memperbodoh siswa. Rupanya, ini yang sengaja terus dipelihara oleh pihak-pihak tertentu agar bisnis semacan ini terus berjalan. Tapi mereka tak peduli dampak di kemudian hari.(*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Kamis 30 April 2009.