Tuesday, December 26, 2006

Tanggal Merah

Jumat (22/12) lalu adalah hari terakhir Bila sekolah di semester ini. Hari Minggu (24/12), ada pembagian "raport". Tempatnya di Dago Pakar, lalu dilanjutkan ke Karang Setra. Saya dan Bu Eri tidak bisa menghadiri acara itu. Kita berdua lagi diserang flu batuk hebat. Makanya Bu Eri berobat ke dokter Lis di RS Hermina, sehari sebelumnya. Jadinya ya kita di rumah saja. Kepala pusing, batuk gak berhenti, badan agak meriang. Baru sore-sore kita keluar rumah. Tadinya mau jalan-jalan di kampus Unjadi, dan ngecek ATM Shar'e Muamalat di ATM Bersama BNI. Eh malah keterusan ke Baros sana, beli bakso Trisno. Pas kita lagi makan, Bila telepon. Ternyata dia udah ada di rumah. Kita datang, langsung deh keluar ogo-nya.
Senin (25/12), kita belanja ke Carefour Mollis. Bareng dengan Mas Rohman dan Mbak Ani juga Fathan. Katanya Mbak Ani pengen makan di Pizza Hut. Ya udah, beres belanja, kita makan di Pizza. Pulang naik taksi "argokuda'. Sorenya saya langsung ke kantor, karena memang Selasa terbit. Mau tanggal merah, Natal, Idul Adha, koran Tribun Jabar tetap terbit seperti biasa. Memang rodi!! Gak ada waktu untuk menghela napas sejenak. Kebijakan ini sudah diambil sejak awal mula kita terbit, tahun 2000 lalu. Kecuali Lebaran kita libur tiga hari. Setelah itu, Rodi lagi.......

Thursday, December 21, 2006

Bila Ajal Telah Tiba

Bagaimana kau merasakannya akan dunia yang sementara
Bagaimanakah bila semua hilang dan pergi meninggalkanmu
Bagaimanakah bila saatnya waktu terhenti tak kau sadari
Masihkah ada jalan bagimu untuk kembali mengulang ke masa lalu

Dunia dipenuhi dengan hiasan
Semua dan segala yang ada akan kembali pada-Nya

Bila waktu tlah memanggil, teman sejati hanyalah amal
Bila waktu tlah terhenti, teman sejati tinggallah sepi...

Kamis (21/12), sekitar jam 14.30, saya mendapat kabar, tetangga pinggir rumah, Mang Ayi, meninggal di RS Cibabat. Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Tadi pagi sekitar jam 8, saya baru bangun dan mendengar ribut-ribut. Rupanya para tetangga mau membawa Mang Ayi yang sudah seminggu terbaring sakit ke rumah sakit. Dari jendela Bu Eri melihat, Mang Ayi dibopong pake becaknya Bang Aan, tetangga depan Mang Ayi dan sohib beratnya. "Euleuh meuni sepa gitu, kenapa gak dari kemarin-kemarin dibawa ke rumah sakitnya" gitu komentar Bu Eri waktu melihat kondisi Mang Ayi. Siapa nyana, siangnya Mang Ayi menghembuskan napas kehidupan terakhir.
Saya belum sempat takziyah. Hanya sempat mengantar Bang Aan ke RS Cibabat, karena sekalian lewat mau pergi ke kantor.
Saya orang yang tidak percaya takhayul. Namun kejadian ini sudah sering saya saksikan sejak masih kecil. Ini soal manuk Sitincuing. Sejenis burung yang berlagu dengan nada sedih dan memanjang. Orang-orang tua dulu suka bilang, jika terdengar bunyi burung Sitincuing ini, pasti akan ada orang meninggal. Saya sih gak percaya, masa suara burung jadi pertanda.
Tapi kejadian ini berlangsung bertahun-tahun. Waktu masih tinggal di Cibabat, sebelum tetangga saya, orang kaya se Sukajaya, meninggal, bunyi burung Sitincuing bersahut-sahutan. Lalu tak lama tetangga saya itu meninggal. Dan beberapa kali kejadian seperti itu.
Lebih sering lagi setelah tinggal di Babakan Sari Unjani ini. Saya amati, sebelum ada orang meninggal, pasti saja burung misterius itu muncul menyanyikan lagu kematian. Dua atau tiga hari ke depan, tetangga RT sebelah sana dikabarkan meninggal.
Begitu pula dengan Mang Ayi ini. Dua atau tiga hari lalu, saat lg nongkrong saya di WC, saya dengar suara manuk Sitincuing. Dalam hati saya ngagerentes,"Siapa lag ini yang meninggal". Bukan berarti saya yakin itu pertanda kematian, hanya pengalaman dan pengamatan saja yang secara kebetulan ternyata pas. Saya sendiri tidak menyangka kalau itu Mang Ayi. Karena tidak punya pikiran buruk sama sekali bahwa burung misterius itu mengabarkan kematian Mang Ayi.
Apakah benar burung itu sebagai pembawa kabar kematian? Wallahu Alam. Antara percaya dan tidak. Mungkin burung ini diberi kelebihan oleh Allah SWT, punya firasat tajam tentang kedatangan malaikat maut. Dan memberi kesempatan kepada manusia untuk segera bertobat. Sekali lagi Wallahu Alam.
Tidak akan ada seorang pun yang mengetahui kapan ajalnya tiba. Tidak juga seorang Nabi Muhammad SAW. Hanya sebagai Rasul pilihan Allah SWT, Nabi Muhammad sudah diberi tanda-tanda ajalnya akan tiba. Seperti saat Haji Wada, atau haji terakhir. Beliau berpidato panjang lebar tentang umat Islam dan turunlah ayat terakhir "Telah Aku sempurnakan agamamu untukmu..."
Oleh sebagian sahabat, seperti Abubakar, Umar, Utsman, ayat ini dibaca sebagai pertanda telah dekatnya ajal Nabi Muhammad. Mereka pun menangis saat mendengar ayat ini. Tak lama setelah Haji Wada, Rasullullah SAW sakit keras hingga akhir hayatnya.
Mudah-mudahan kematian kerabat, tetangga dan saudara-saudara kita semakin menyadarkan diri kita sendiri bahwa kematian itu begitu dekat, bisa terjadi kapanpun jua. Dan yang paling penting, bekalilah diri ini dengan bekal amal kebajikan yang banyak. Mumpun masih ada waktu, napas masih tersisa. Karena hanya itulah yang akan menjadi teman di alam Barzah kelak.

Monday, December 18, 2006

Kali Ini Hanya di Rumah

MINGGU (17/12). Kali ini kami tidak bepergian. Semula memang merencanakan mau ke Istana Plaza di Pasirkaliki. Kalau tidak salah ada Lomba buat anak-anak. Lomba apa yah? Masuk lorong, lompat kodok, dll. Dua hari sebelumnya sudah bilang ke Bila, kalau kita mau ke IP. Tapi, Sabtu sore, Bapak berangkat ke Magelang. Pulang kampung. Mau nyari pembantu buat di rumah, katanya. Ya, di rumah cuma berempat jadinya. Ke IP pun batal.
Akhirnya kami hanya main di rumah. Sekalian membereskan kamar dan memasang karpet baru. Karpet plastik ini mengganti karpet bulu. Bila memang alergi, jadi kata dokter semua hal yang memungkinkan terjadi alergi, seperti karpet bulu, ini harus dihindari.
Pagi-paginya, kami main dulu ke Brigif. Ini sebuah lapangan atau stadion milik Brigif 15 Kujang. Letaknya berdampingan dengan Unjani, kalau dari arah samping. Kalau mau ke Brigif, kami tinggal nerobos gang kecil, langsung ke KPAD Kebun Rumput dan masuk ke Komplek perumahan prajurit Brigif.
Brigif ini "wisata Minggu pagi". Ya sama dengan Gasibu kalau di Bandung. Ibaratnya pasar pindah. Semula hanya senam pagi biasa. Yang jualan cuma satu dua. Lama kelamaan, jumlah pedagang semakin banyak. Seluruh jalan dipadati tukang dagang. Orang pun jadi berubah niat. Tadinya untuk senam, sekarang ke Brigif untuk belanja.
Kami pun begitu. Berhubung segala macam barang yang bisa dijual ada di sini, ya kami pun belanja. Kebetulan Bu Eri pengen banget makan bubur ayam. Kami pun nongkrong dulu di Bubur Ayam Pa Ekong di pinggir utara lapang Brigif. Pa Ekong ini tukang bubur asal Jati Prapatan Cihanjuang. Waktu masih SD dan tinggal di rumah nenek, saya suka beli bubur Pa Ekong ini.
Setelah melewati stan es krimnya Mas Rikhan, Bila ingin naik kuda. Untuk naik kuda yang cuma 3.000 perak saja harus menunggu setengah jam.
Cuma ada empat kuda di lapangan ini. Semula tertib antre, tapi karena lama, akhirnya terus bergeser, paboro-boro muru kuda. 1/2 jam, baru si Emang yah yang nyetop orang lain. "Ini Bapak ini dulu, udah lama nunggu". Akhirnya...
Saya pun nyungkun. "Tiga keliling Mang". Kagok lah satu keliling mah. Soalnya gak imbang antara lama nunggu dengan satu keliling naik kuda yang tak lebih dari lima menit. Mumpung murah, cuma 9.000 perak.
Pulang dari Brigif, kita pun beres-beres kamar. Bongkar karpet, ganti dengan karpet plastik. Baru mandi jam 2-an. Karena cape, Bu Eri ketiduran. Saya sih nonton film James Bond "Casino Royale" di dvd. Itu pun gak tuntas. Lalu main game "Call of Duty", game perang dunia ke 2, sampai magrib.
Jam 7 malam, kami pun meluncur ke tempat Seafood HDL Cilaki di Cilember. Ini tempat makan langganan kita sejak zaman Bila masih di perut. Makanya sudah pada kenal dengan pegawai-pegawainya, termasuk tukang parkir. Yang sekarang ini, tukang parkir yang kedua. Yang dulu udah pindah kerja, markiran di Bank Mandiri, depan Seafood ini. Katanya sih makanan laut cukup bagus buat janin.Makanya, si Utun pun ditransfer makan Udang dan kawan-kawannya. Cuma Kaka Bila agak rewel. Dia nangis di sini. Katanya sakit gigi. Pas diperiksa, dikorek-korek, ternyata tambalan gigi yang bolong, ilang. Berarti mesti ditambal lagi.. Kasihan deh, dia gak bisa ngabisin kerang kesukaannya...


Thursday, December 14, 2006

JJP versus JJS

Kalau Deni Malik dulu terkenal dengan lagunya "JJS alias Jalan-jalan Sore", nah kalau kami saat ini lagi menggalakkan "JJP alias Jalan-jalan Pagi". Ya, JJP ini penting, khususnya buat Bu Eri. Katanya, jalan-jalan pagi bisa melancarkan saat persalinan. Membiasakan ibu hamil untuk gerak, juga biar si Utun leluasa nendang-nendang dengan posisi kepala di bawah. Seperti biasa, kami jalan-jalan pagi ke Kampus Unjani di samping kampung kami. Kalau pagi memang hawanya sejuk dan segar. Embun masih nempel di daun.
Pekan ini memang baru Kamis (14/12) kami JJP. Hari-hari sebelumnya, kami kecapean plus ngantuk. Sehabis salat Subuh, tidur lagi jadi tidak sempat JJP. Ya, kalau tidak jam setengah 6, yah jam 6 kami berangkat ke Unjani. Rute yang kami lalui sudah jadi tradisi. Belok ke kiri, lalu menyusuri jalan di depan Fakultas Kedokteran, Psikologi, dan Fisip.
Di belakang, dekat lapangan basket, kami belok ke kanan melewati gedung Sasana Krida. Ini gedung aula-nya Unjani, yang sering jadi tempat ngeband. Dari sini belok kanan ke arah kantin dan mesjid, lalu menuju ke arah gerbang. Paling lama hanya 40 menit kami jalan. Kalau lagi ingin sarapan, kami beli kupat tahu atau gorengan, atau juga bubur ayam. Kecuali Kamis kemarin, sepulang dari Unjani, kami membangunkan Bila, yang masih ngorok alias kerek.
Bu Eri ingin beli bubur ayam dan makanan ringan, di Gandawijaya. Akhirnya, hanya cuma muka saja, kami bertiga, eh berempat, langsung tancap gas, pake motor.
Ke Toko Aneka, depan Cimahi Mal, dulu, beli makanan ringan. Tadinya memang mau beli bubur ayam, tapi di jalan Bu Eri berubah pikiran. Ia mau kupat tahu di Gang Balong. Tukang kupat tahu satu ini sudah terkenal sejak dulu. Bertahan di tempat yang sama, Kupat Tahu Gang Balong tak pernah sepi. Pembeli sudah biasa antre di sini. Apalagi kalau hari Minggu. Pasti padat. Mamah Sangkuriang, ibu angkat saya, juga paling senang kalau dibelikan Kupat Tahu Gang Balong.
Rupanya Bila lagi suka makan. Walau bukan kupatnya, dia habiskan tiga potong tahu goreng. Lumayan daripada tidak makan sama sekali. Pulang ke rumah, karena masih ngantuk, akhirnya saya tertidur lagi hingga jam 10.00. Aduh nikmatnya tidur..


Tuesday, December 12, 2006

Beli Baju Si Utun

Beli Baju Si Utun
Hari Minggu (10/12), kami bertiga, saya, Bu Eri, dan Kaka Bila, eh berempat dengan si Utun, belanja perlengkapan bayi ke Lavie di Jalan Imam Bonjol Bandung. Sejak awal Desember, saya dan Bu Eri sudah berencana untuk belanja buat si Utun. Utun? siapa nih?. Utun itu kata dalam bahasa Sunda, lengkapnya Utun Inji. Itu sebutan atau panggilan bagi jabang bayi, orok yang masih ngendon di perut sang ibu.
Kami naik taksi langganan dari Blue Bird yang disopiri Pak Bandi. Setahun lebih kami langganan taksi Pak Bandi. Tinggal telepon, kalau tidak ada penumpang atau sedang libur, dia langsung meluncur ke Unjani. Setiap awal bulan juga dia kirim SMS jadwal libur, jadi kita tahu kapan bisa pakai taksi Pak Bandi.
Hanya butuh waktu 40 menit untuk sampai ke Lavie. Toko satu ini memang terkenal paling lengkap urusan perlengkapan bayi dan balita. Alhamdulillah, saya punya rezeki, sisa uang SPJ dari Depok-Bekasi, jadi bisa beli perlengkapan. Keliling-keliling, pusing juga memilih barang yang begitu banyak. Apalagi Kaka Bila merengek terus, ingin main ke King's. Daripada rewel, saya suruh dia naik kuda keliling ke Jalan Teuku Umar. Kayaknya sudah lama, Bila tidak tunggang kuda lagi, Mungkin lebih dari dua bulan. Cukup 5 ribu perak, Bila enak saja nangkring di punggung kuda.

Setelah pilih sana sini, akhirnya bejibun juga perlengkapan bayi yang dibeli. Dari Lavie, kami langsung ke King's Jalan Kepatihan. Naik taksi Blue Bird. Bila bermain dulu di King's fantasi, tapi dia kurang bersemangat, soalnya cuma sendirian, tidak ada teman. Biasanya kami mengajak para keponakan kalau main ke Bandung. Berhubung lagi pada ujian, jadinya Bila bermain sendirian.
Cape bermain, lari-lari, keluar masuk lorong, kami pun makan di Bakso Karapitan. Seperti biasa kalau ke tempat makan satu ini, Bila selalu pesan es kelapa dan maunya duduk di meja paling pinggir dekat kaca.
Sore baru pulang ke rumah. Lelah rasanya, badan paga pegel. Resminya memang Minggu itu hari libur, tapi tidak pernah ada kata libur yang benar-benar libur. Pasti ada saja acara keluar. Ya, namanya juga buat anak. Ya enggak?..
Setelah dihitung-hitung lagi di rumah, ternyata masih banyak perlengkapan yang belum dibeli. Dan nilainya dua kali lipat belanja pertama itu.
Ha..ha ha.. Kita cuma tertawa saja.Walau belum tahu darimana dapat uang, kita yakin pasti akan ada rezekinya. Itu yang selama ini menjadi keyakinan kita bahwa setiap orang sudah punya rezekinya sendiri-sendiri. Si Utun saja yang masih di dalam perut, sudah ada rezekinya, apalagi kita yang banting tulang tiap hari, masa tidak dikasih rejeki?
Jadi kami tidak pernah khawatir dengan hal satu itu. Kalau ada uang yang kita beli, tidak ada ya kita tak beli. Gampang khan?
Alhamdulillah-nya, kita sudah tidak pusing lagi untuk biaya persalinan dan Aqiqah 7 hari setelah lahir. Kita sudah menyisihkan uang jauh-jauh hari dan kalau tidak ada insiden, rasanya uang tabungan di Shar'e Muamalat itu cukup. Insya Allah.
Doakan saja Bu Eri melahirkan secara normal, lancar, dan bayinya pun sehat, normal, solehah. Amiin.

Monday, December 11, 2006

Obrolan di Tengah Jalan

Maaf. Baru hari ini saya mengisi blog lagi. Sibuk, katanya. he he.. Entah kenapa, saya lagi susah menuangkan apa yang saya dan keluarga jalani hari demi hari. Rabu (6/12) pekan kemarin, saya berangkat ke Depok dan Bekasi untuk ekspose hasil pemantauan Tim Adipura 2006. Seperti pernah dibilang, sudah dua tahun saya jadi tim pemantau Adipura sebagai wakil dari dari kalangan pers. Tahun lalu, saya memantau di lima kota/kabupaten di Pantura (Cirebon, Kab Cirebon, Kab Kuningan, Kab Majalengka, dan Kab Indramayu).
Dari Bandung, saya berangkat jam 06.00 bareng Pak Warman dan Pak Hendi dari BPLHD Jabar. Di jalan kami sempat terhadang rombongan jemaah calon haji, tepatnya di daerah Cibinong. Di Depok, kami bertemu dengan anggota tim dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Rachmat. Dia bareng dengan Pak Setyo, Kabid dari Pusreg LH Yogyakarta. Kami berhadapan langsung dengan Walikota Depok, Nurmahmudi Ismail dan seluruh kepala dinas. Alhamdulillah, pemaparan di Depok berjalan lancar. Memang lebih banyak Pak Setyo yang bicara. Maklum, di "jurignya" Adipura. Hapal seluk beluk, lika-liku Adipura.
Sorenya kami langsung ke Bekasi, menginap di Hotel Bunga Karang. Kali ini tanpa kehadiran anggota tim dari KLH dan Pusreg LH. Hanya kami bertiga. Padahal bahan ekspose untuk Kota Bekasi ini belum siap. Akhirnya hingga dini hari, kami mengerjakan bahan ekspose di Power Point.
Kali ini yang menghadapi kami bukan walikota, tapi Asisten Daerah II. Katanya Pak Walikota Bekasi, Ahmad Zurfaih, sedang sakit ginjal. Giliran saya dan Pak Warman yang harus memaparkan hasil evaluasi tim pemantau terhadap kebersihan Kota Bekasi. Alhamdullillah, pemaparan sangat lancar. Kamis sore kami sudah kembali ke Bandung.
Di sepanjang perjalanan Bekasi-Bandung via Cipularang, kami mengobrol ngalor ngidul. Dari obrolan itu, mencuat soal PNS, KKN, kebiasaan nyomot duit kas, dll. Dua rekan saya itu memang berpengalaman sebagai Bendahara. Pak Warman 10 tahun, dan Pak Hendi 2 tahun.
PNS memang bergaji, yah cukup gak cukup lah. Tapi dari biaya perjalanan semacam ke Depok Bekasi ini, mereka mendapat tambahan penghasilan. Dua hari itu saja, yang saya tahu, mereka mendapat 1,5 juta per orang. Belum ditambah dari honor ekspose, lumayan juga gede.
Lalu soal duit di kas, mereka juga cerita kalau kepala dinas itu punya kuasa untuk nyomot duit begitu saja. "Aya duit tiis teu, cing nginjeum heula" begitu ungkapan untuk ngambil uang dari bendahara. Kalau sudah begini, yang bingung adalah Bendahara. Dia harus merekayasa sejumlah kuitansi pengeluaran untuk duit yang diminta Kepala Dinas itu. Bilangnya memang pinjam, tapi tidak pernah mengembalikan.
Rata-rata setiap kepala dinas, khususnya di BPLHD Jabar, seperti itu. Ada sih yang baik, dalam artian tidak pernah meminta. Tapi saat Bendahara menawarkan uang sisa kas, jumlahnya jelas puluhan juta, ya diambil juga. Yang kelabakan, ya Bendahara. Pada saat ada pemeriksaan dari Irjen, atau Bawasda, baru pusing tujuh keliling. Pak Warman pernah dipanggil Kejaksaan gara-gara tender atau pengeluaraan yang katanya tidak sesuai. Saya bilang ke Pak Warman, di kantor saya, ada teman wartawan yang memark up uang dokter dan ketahuan, padahal besarnya cuma 40 ribu perak, langsung dipecat. Apalagi kalau jutaan kayak begitu, ditendang kali.
Nah, menurut pengakuan Pak Warman dan Pak Hendi, saat jadi Bendahara-lah mereka kenal dunia malam. Biasanya itu untuk menjamu tamu, dari Irjen atau BPK dsb. Tamu-tamu kayak gini biasanya minta dilayani. Minta ke diskotek lah, bahkan minta disediakan wanita. Sampe ada istilah "jatuhan" untuk menyebut cewek ABG. Awalnya mereka tidak mau masuk ke diskotek misalnya. Tapi si tamu Irjen dari jakarta ini gak mau kalau tidak ditemani. Akhirnya mau tidak mau, mereka pun harus masuk ke diskotek. Merasakan alkohol, dll. Makanya, mereka ini tidak mau menjadi bendahara lagi. Cukup sekali katanya. Pusing dan takut dosa.

Tuesday, December 05, 2006

Seminggu Penuh Kejutan

Hapunten, seminggu terakhir ini saya tak pernah mengisi blog. Kebetulan kerja di kantor lagi padat, tak sempat saya menuangkan ide-ide dan cerita keseharian Keluarga Mac. Padahal, rasanya banyak kejadian yang menarik selama satu pekan ini. Misalnya saja, setiap pagi, eh gak juga denk, saya dan Bu Eri suka jalan pagi keliling Kampus Unjani. Pernah bareng dengan Bila. itupun susah payah membangunkannya. Mau pake sepatu roda, katanya. Pake sepatu rodanya sih sebentar, yang lama itu yah digendongnya itu.
Selain sering sujud, Bila bilang nungging, jalan pagi ini memang harus dilakukan, karena posisi si Utun di perut Bu Eri sungsang. Nah kejutan terjadi Senin kemarin. Bu Eri kan selalu mengeluh sakit tulang ekor. Kemarin dia periksa ke dokter Lis, langganan periksa kandungan. Ternyata posisi Si Utun sudah normal, dan jenis kelaminnya sudah kelihatan. Perempuan!! Ha ha perempuan lagi. Memang awal ingin anak laki-laki, biar sepasang gitu. Tapi tidak masalah, perempuan atau laki-laki juga, yang penting sehat, cerdas, pintar, solehah.
Jadi saya BAKAL PUNYA DUA BIDADARI!!!....Bila sih senang waktu diberi tahu, adiknya perempuan. "Tuh kan perempuan, ayah sih suka bilang adik laki-laki" gitu komentarnya. Alhamdulillah Ya Robbana....
Rencananya saya besok mau berangkat ke Depok dan Bekasi untuk presentasi penilaian Adipura. Kebetulan, saya sudah dua tahun dipercaya sebagai tim penilai kebersihan kota-kota di Jabar. Tapi untuk urusan besok, saya mesti nunggu dulu surat dari BPLHD. Tanpa surat itu, saya tidak mungkin bisa berangkat. Di kantor lagi susah, segala macam perizinan mesti bilang ke Jakarta....
Ya lah, yang penting Si Utun sehat, ibunya sehat, semua sehat.....