Saturday, April 02, 2011

Kekalahan Mental

KEMENANGAN Persib saat laga melawan Persiwa Wamena, Kamis (24/3), dan hasil draw ketika bertemu Persipura, Minggu (27/3), sesungguhnya adalah kekalahan mental Persib. Bayangkan, setelah unggul 2-0, tim lawan bisa menyamakan kedudukan. Masih beruntung, Persib tak dirundung kekalahan.

Saat menghadapi Persiwa, Persib harus berterima kasih kepada Miljan Radovic. Tendangan geledeknya mampu menjebol gawang lawan hingga dua kali sehingga Persib bisa menang. Sementara ketika melawan Mutiara Hitam, Persib tak menunjukkan semangat permainan seperti pada babak pertama. Kebangkitan Persipura terjadi di menit-menit akhir babak kedua. Entah bagaimana jadinya jika waktu pertandingan masih lama. Sangat mungkin tim Mutiara Hitam itu bisa mempermalukan Persib di hadapan bobotohnya sendiri.

Mengapa hal itu bisa terjadi? Kondisi seperti ini, unggul lebih dulu dari lawan dan tak bisa mempertahankannya, seolah menjadi kebiasaan Persib, yang tentu saja sangat buruk tak perlu dipelihara. Pemain selalu lengah dan santai. Tak terlihat pergerakan tanpa bola dari pemain, seolah Persib sudah menang. Padahal pertandingan masih berjalan dan waktu tersisa cukup lama.

Mungkin Persih harus mencontoh Liverpool saat menjadi juara Champions tahun 2005. Di babak pertama, Liverpool sudah tertinggal 0-3 dari AC Milan. Angka yang rasanya sulit disamakan. Terlebih AC Milan masih punya palang pintu tangguh, Paolo Maldini.

Namun apa yang terjadi? Di babak kedua, semangat The Reds tak pernah mengendur, malah semakin menjadi-jadi. Tiga gol berhasil dilesakkan Steven Gerrard dan kawan-kawan sehingga memaksakan perpanjangan waktu dan adu penalti.

Seperti kita ketahui, Liverpool jadi pemenang dari laga dramatis yang paling dikenang. Seperti halnya Liverpool, Persipura pun memiliki mental juara. Itu ditunjukkan dengan kemampuan mereka mengejar defisit gol. Tertinggal dua gol bukan persoalan besar bagi mereka.

Mereka terus berusaha menekan pertahanan Persib yang kian longgar dan terbuka. Hasilnya bisa ditebak. Barisan pertahanan Maung Bandung kocar-kacir dan gol pun hanya menunggu waktu. Dan itu terbukti.

Mungkin yang tidak dimiliki Persib saat ini satu hal penting itu, mental juara. Lama tak pernah menggenggam trofi tertinggi Liga Super membuat Persib seolah tak punya karisma lagi sebagai tim juara. Persib begitu terlena dengan kebesaran dan kejayaan di masa lalu. Kini Persib harus menghadapi kenyataan, nama besar Maung Bandung tak cukup bisa menggentarkan jantung dan hati lawan.

Tak ada kemenangan dan kekalahan sebelum peluit terakhir berbunyi. Ini yang harus menjadi pegangan setiap pemain Persib. Agar mereka bertarung sepanjang pertandingan berlangsung. Bermain ibarat banteng ketaton yang tak pernah kehabisan tenaga, berjibaku mempertahankan kehormatan tim, bertarung untuk meninggikan kebanggaan masyarakat Bandung dan Jabar.

Latihan keras, disiplin tinggi, kebersamaan, soliditas, kekompakan, harmonisasi tim dan manajemen, perhatian terhadap pemain, menjadi kunci agar mentalitas juara itu kembali dimiliki Persib. Saatnya mental Maung itu mampu menggentarkan lawan-lawan. Mengaumlah, Persib! (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Selasa 29 Maret 2011.