Wednesday, May 09, 2007

Malas Itu Penyakit

PAGI-pagi sekitar jam 8, HP saya sudah berdering. Dari ringtone "Welcome to my Paradise"-nya Steven and The Coconut, ketahuan, itu pasti telepon dari rumah, dari telepon Flexy. Saya masih "gogoleran" (berbaring) di tempat tidur.
Sehabis solat Subuh, saya nonton berita di televisi sampai jam 7. Sempat ngobrol-ngobrol dengan Edi Sijabat, anak Promosi Tribun, yang juga tinggal di Mess. Kalau dia rajin, jam 7 sudah mandi, langsung berangkat ke kantor. "Bang, aku pinjam helm putihnya yah," kata Edi sambil mengeluarkan motor lalu berangkat ke kantor.
Saya pun masuk kamar dan tidur-tiduran sampai sejam kemudian terdengar HP berdering.
Suara Kaka Bila terdengar di ujung telepon sana. "Ayah, aku lagi belajar A B C D. Kalau A ditulisnya A, kalau B ditulisnya B," lapor Kaka Bila begitu HP saya angkat. Rupanya Kaka nelepon sendiri. Memang HP Flexinya sudah diset untuk memudahkan Kaka menelepon Ayah atau Ibu. Kalau mau telepon Ibu, pencet nomor 1, kalau telepon Ayah, pencet nomor 2. Dan Kaka sudah bisa menelepon sejak umur 2,5 tahun.

"Wah pintar sekali Kaka, pagi-pagi sudah belajar. Kok enggak sekolah Kak, ini kan hari Rabu?," tanya saya. Enteng saja dia jawab,"Enggak ah, Kaka lagi malas. Belajar di rumah saja".
"Lho kok malas. Kalau malas nanti tidak bisa apa-apa. Kaka ingat gak, kan di sekolah suka teriak yel-yel,"Malas itu penyakit," kata saya. Ya, di sekolah, Kaka diajarkan yel-yel semacam itu sebagai pengingat. Saya pun setuju hal itu. Dengan terus menerus ditanamkan, tanpa terasa yel itu menjadi semacam kesadaran yang bangkit dengan sendirinya. "Oh iya kalau aku malas, berarti aku punya penyakit", kira-kirab begitu. Dan masih banyak lagi yel-yel penyemangat yang juga sebagai pengingat. Seperti Attaqwa Yel, 165 Yes. Atau "Satu Hati Enam Prinsip, Lima Langkah", yang mengingatkan saya pada Emotional Spiritual Question (ESQ). Sebenarnya itu berlandaskan pada ajaran Ihsan, Iman, dan Islam.
Lalu di ujung telepon sana, Kaka pun nyeletuk. "Kan kemarin sudah sekolah nya. Jadi sekarang libur," jawab Kaka. "Oh belajarnya pindah ke hari Selasa. Adik lagi ngapain? Kaka ajarkan Adik dong, biar pintar juga," kata saya.
"Adiknya juga masih bobo, tuh lagi diam. Tapi sudah mandi. Kalau Kaka belum mandi," kata Kaka lagi. "Ho ho pantes, bau-nya sampai ke sini Kak. Bau cucut he he. Ibu kemana?" tanya saya. "Ada, nih Ibu," jawab Kaka.
Begitulah, pagi ini dimulai dengan keriuhan Kaka. Walau cuma lewat telepon, saya tahu, pasti Kaka Bila sedang corat-coret di whiteboard atau buku tulis yang sengaja disediakan untuk menulis. Setelah ngobrol dengan Bu Eri selesai, saya pun melanjutkan tidur-tidurannya. Kali ini tidur beneran. Baru bangun lagi jam 10.00. Langsung mandi, dan berangkat ke kantor. Enak benar ni kerja. Masuk pagi mangga, masuk siang monggo, masuk sore silakan. Pulang juga bisa kapan saja, tergantung jam berapa pekerjaan beres. Kalau jam 10 malam sudah beres, ya pulang. Kalau jam 12 malam baru kelar, ya pulangnya makin malam. Dan memang pulang lebih banyak lewat tengah malam. Soalnya mesti nunggu sampai produksi selesai. Setelah semua aman, baru bisa santai pulang.
Hidup memang perjuangan boss...kita nikmati saja.

No comments: