Tuesday, May 11, 2010

Miras

"MIRAS santika miras, apapun namamu. Tak akan kureguk lagi...Gara-gara kamu orang bisa menjadi gila. Gara-gara kamu orang bisa putus sekolah. Gara-gara kamu orang bisa menjadi edan. Gara-gara kamu orang kehilangan masa depan".

Itulah lirik lagu dangdut yang dinyanyikan H Rhoma Irama. Lagu ini beken di era 80 sampai 90- an. Lewat lagu itu, Bang Haji Rhoma menyuarakan keprihatinannya soal peredaran minuman keras (miras) dan narkotika yang bisa dikonsumsi bebas. Padahal efek negatifnya lebih banyak ketimbang positifnya.

Namun dalam lirik lagu itu, Bang Rhoma tidak menyebutkan bahwa minuman keras bisa menyebabkan kehilangan nyawa. Entah apa alasannya. Mungkin di era itu, belum banyak terekspos berita tentang orang-orang yang mati gara-gara meminum minuman keras. Tapi coba tengok berita-berita di koran dan televisi hari-hari terakhir ini. Di Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu, hingga kemarin sore sudah ada 17 orang yang tewas akibat minuman keras dalam rentang waktu kurang dari satu minggu. Lalu di Cileunyi, mantan mahasiswa IPDN Jatinangor juga tewas seusai menenggak "air api" itu.


Selanjutnya di Rancaekek, dua pemuda juga tewas karena hal serupa.
Beberapa waktu sebelumnya, seorang kepala desa di daerah Ciwidey juga diduga tewas di acara pesta miras. Begitu pula, tiga sopir di Lembang tewas mengenaskan setelah mabuk miras oplosan. Kalau dirunut dan dikumpulkan, tentu akan semakin banyak korban-korban tewas akibat minuman keras ini.

Di Kota Bandung, pengajuan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) soal pengendalian minuman keras menuai pro-kontra. Ada yang mendukung melarang peredaran miras, terutama pihak pemerintah, dengan berbagai syarat tertentu. Namun banyak pula yang menolaknya. Saat berdemo pekan kemarin, mahasiswa Bandung menyerukan agar miras diganti dengan bandrek.

Berjatuhannya korban-korban miras membuat miris berbagai kalangan. Ribuan ulama, tokoh masyarakat, mahasiswa, dan pelajar akan mengajukan petisi dan mengumpulkan tanda tangan, untuk menolak peredaran miras secara total di Kota Bandung. Pansus DPRD Kota Bandung pun berpikir kembali soal raperda pengendalian miras. Setelah muncul berita soal korban miras, terbetik raperda itu tak hanya pengendalian, tapi pelarangan total.

Seperti halnya rokok, yang banyak menghasilkan pemasukan bagi negara, pemasukan dari cukai minuman beralkohol pun sangat besar. Bayangkan saja, dari empat produsen bir utama di Indoneisa, memproduksi 2 juta hektoliter per tahun. Ini baru dari produsen utama, belum dari produsen kecil dan yang tidak terdaftar alias liar, lebih banyak lagi.

Ada tiga golongan minuman beralkohol di Indonesia. Pertama, Golongan A dengan kadar alkohol maksimal 5% atau jenis minol alkohol. Lalu Golongan B kadar alkolnya 5-20% dan golongan C kadar alkoholnya 20 % ke atas. Golongan B dan C masuk kategori minuman keras.

Per April 2010 lalu, tarif cukai naik tajam, baik untuk produk dalam negeri maupun luar negeri. Jadi bisa dihitung berapa pemasukan bagi negeri ini dari minuman beralkohol.

Tak heran, pemerintah setengah hati menghadapinya. Pemerintah hanya bisa mengimbau. Masih mending di kemasan rokok, pemerintah secara eksplisit menuliskan imbauan "Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin". Adakah imbauan serupa di kemasan, botol, atau pembungkus minuman keras? Yang tertulis di botol miras, hanyalah "Di bawah umur 21 tahun atau wanita hamil dilarang minum". Tidak disebutkan efek negatif dari miras tersebut.

Sementara razia miras yang digelar kepolisian juga hanya membuat tiarap sementara para penjual. Selama pabrik miras masih berdiri dan beroperasi, aliran miras akan terus menggelegak memenuhi kerongkongan para penikmatnya.

Satu-satunya jalan agar miras tidak beredar lagi adalah menutup pabriknya. Tapi ini ibarat mission imposibble, hal yang sulit dilakukan. Sama tidak mungkinnya dengan meminta pemerintah menutup pabrik rokok.

Yang paling mudah kita lakukan adalah memproteksi keluarga kita dari minuman-minuman semacam ini. Juga berdoa, mudah-mudahan peredaran miras saat ini, tidak menyebabkan azab bagi mereka yang tidak mengonsumsinya. Lalu kita serukan bersama, "Markitas; mari kita berantas miras, sampai tuntas".(*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Selasa 11 Mei 2010.