Friday, May 25, 2007

Berlatih Khusyuk


ALHAMDULILLAH, saya beres juga membaca buku Abu Sangkan "Pelatihan Shalat Khusyuk", setelah Subuh. Ya, bersyukur, akhirnya tuntas juga dibaca dan sedikit praktek latihan khusyuk. Sepertinya lebih dari sebulan sejak beli buku di Gramedia. Kalau buku yang mengajak kebaikan, kadang-kadang suka susah menyelesaikannya. Ada saja halangan. Beda dengan membaca novel "Ayat-ayat Cinta". Empat jam saja tandas.
Tapi memang buku Abu Sangkan butuh waktu untuk mengerti dan memahaminya. Bahasanya tidak mudah dicerna dan banyak pengulangan di beberapa tempat. Dan saya memang punya target untuk menyelesaikan baca buku-buku yang dibeli di Batam. Sebelumnya buku Sundakala, lalu Ayat-ayat Cinta. Terus bukunya Pramudya Ananta Toer "Jalan Raya Pos Jalan Daendels".
Tidak mudah untuk khusyuk dalam salat. Setelah membaca buku Abu Sangkan, harus saya akui salat saya selama ini bisa jadi hanyalah salat semata. Hanya mencoba memenuhi kewajiban semata. Salat bukan sebuah kebutuhan. Padahal kalau tahu hikmah, faedah salat, pasti akan selalu merindukan datangnya waktu salat.
Inilah yang harus saya perbaiki. Berupaya tak sekadar raga yang salat, tapi juga ruh yang salat. Pernahkah kita evaluasi bagaimana salat kita selama ini? Apakah benar-benar konsentrasi yang merasakan ruh kita pun turut salat? Atau salat dengan pikiran melayang-layang, ingat pekerjaan, ingat teman, ingat segala hal yang bersentuhan dengan duniawi? Sampai-sampai ada idiom, kalau lupa sesuatu, coba saja salat, pasti ingat.

Artinya kita memang tidak pernah khusyuk. Karena kita tidak pernah menyadari bahwa salat kita DISAKSIKAN ALLAH SWT. Maunya cepat-cepat menyelesaikan bacaan, ruku, sujud, salam, beres semua. Tak pernah muncul perasaan bahwa kita tengah berdialog, berdoa, munajat, di hadapan ALLAH SWT dan ALLAH SWT menyaksikan kita.
Abu Sangkan telah memecahkan paradigma lama tentang khusyuk. Bukankah ada anggapan khusyuk itu sangat sulit kita peroleh? Itu hanya buat para wali dan Nabi yang bisa khusyuk dalam salatnya. Jadi rasa pesimistis tidak bisa khusyuk itu sudah bersemayam mengakar di dada kita.
Padahal, sesungguhnya khusyuk itu bisa digapai siapapun, kalau dia mau berlatih. Salat, kata Abu Sangkan, merupakan meditasi tertinggi dalam ibadah kepada Allah SWT. Sebagai sebuah meditasi, seharusnya kita salat dalam kondisi yang relaks, kendor. Hilangkan semua keinginan, ego. Aku sebagai ruh, kata Abu Sangkan, yang harus menguasai raga. Setelah semua terasa tenang, barulah kita memulai salat.
Takbir yang mengawali salat pun akan terasa memiliki kekuatan dan makna mendalam. Saat mengucapkan Allahu Akbar, kata itu benar-benar keluar dari hati yang bening, karena sadar bahwa kita ini tengah menghadapkan wajah ke hadirat Allah SWT. Jangan pernah membayangkan saat salat bahwa Allah SWT itu dalam bentuk Alif Lam Ha. Yang ada hanyalah wujud kekuasaan Allah SWT, seperti halnya kita memandangi kanvas lukisan, padahal di atas kanvas itu ada lukisan pemandangan.
Sekali lagi, butuh perjuangan dan latihan keras agar kita bisa mendapatkan khusyuk dalam salat. Mudah-mudahan apa yang saya lakukan ini merupakan langkah awal untuk memperbaiki salat saya, supaya tidak sia-sia.
Ya Allah, jadikan salatku sebagai penuntunku. Jadikan salatku sebagai imamku. Jadikan salat sebagai penolong diriku dan keluargaku.. Jadikan salatku sebagai pencerah kehidupan, penerang kegelapan. Amin.(*)

No comments: