Thursday, October 30, 2008

Aa Gym Punya Momongan


KH Abdullah Gymnastiar, biasa disapa Aa Gym, tengah berbahagia. Putra pertama dari istri keduanya, Alfarini Eridani, lahir di RS Mother & Care Hospital Brawijaya, Jakarta Selatan, Rabu 29/10. Beratnya 3,58 kg dengan tinggi badan 51 cm.

Aa Gym memberi nama anak kedelapan itu Muhammad Ghaisan Driyya Addien. Melengkapi 7 G sebelumnya. Ghaida, Gazhi, Ghina, Ghaitsa, Ghefira, Ghaza, dan Geriyya.

Saya mendengar istri kedua Aa Gym melahirkan itu Rabu malam, sekitar pukul 20.00. Untuk memastikan, saya coba kontak Aa Deda, adik Aa Gym. Tapi telepon tidak diangkat.

Bahagia, itu pasti yang dirasakan Aa Gym. Bagaimanapun itu anak pertama Aa dari istri keduanya. Apakah akan ada anak kedua, ketiga, keempat, ya tidak tahu.


Saya tahu juga, Aa Gym sudah ada di Bandung sebelum magrib. Tapi pengajian Kamis malam di masjid DT tidak diisi oleh Aa Gym, melainkan oleh ustad Dudi. Aa pasti sudah mengira, di antara jemaah yang mendengarkan tausiyah itu pasti ada wartawan yang menyelinap. Kabarnya Teh Ninih sempat mendoakan istri kedua Aa Gym, Kamis pagi, dalam pertemuan muslimah.

Di tengah berita keterpurukan beberapa usaha MQ, mungkin ini penglipur lara bagi Aa Gym. Semoga Allah memberikan yang terbaik.

Rekan-rekan saya sudah banyak yang hengkang dari DT. Rasanya hanya Kang Teja yang masih betah di DPU. Yang lainnya sih ada yang ke Salman, jadi sales, buka konsultan komputer, ke penerbitan, dll. Lama tak berjumpa mereka, ingin juga kumpul-kumpul lagi. (*)

Wednesday, October 29, 2008

JK, Seandainya seperti Dua Umar

MINGGU (26/10) yang lalu, saya berangkat ke kantor sekitar jam 14.00. Saya lihat ke sebelah Barat, mendung menggelayut di langit Bandung. "Hmm, pasti hujan gede nih," pikir saya. Dan benar. Selepas Pasar Andir Ciroyom, hujan ngagebret badag sekali. Seperti tercurah begitu saja dari langit. Memang saya bawa jas hujan. Tapi saya tak mau ambil risiko. Lebih baik menepi dulu sebentar.

Eh ternyata hujan turun tak sebentar. Hampir sejam ditunggu, hujan tak reda juga. "Wah telat deh ke kantor, belum melisting lagi," kata saya. Tentu dalam hati. Kalau ngomong sendiri di pinggir toko, pasti dikira orang gila.

Akhirnya ketika hujan tak terlalu lebat, saya putuskan untuk melaju. Kebetulan lampu setopan Paskal-Kebonjati sedang hijau. Saya langsung tancap gas. Eh, baru beberapa detik, lampu sudah berganti begitu cepat. Merah. Walah, kok cepat amat. Mana ternyata hujannya jadi besar lagi.

Di depan saya, sejumlah polisi lalu lintas hilir mudik. Seorang di antaranya membuka plang penghalang jalan. Kendaraan dari arah Paskal tidak boleh belok ke Stasiun. Sementara kendaraan dari arah Gardujati, dilarang lurus ke Paskal, harus belok ke Stasiun. "Hmm, ada apa gerangan," kembali saya berpikir.

Tak cuma polisi lalu lintas yang berjaga. Polisi Militer pun berjaga-jaga juga. Di seberang sana, satu truk dalmas parkir berikut personelnya. Lalu di seberang sebelah kanan, juga terlihat satu kijang penuh anggota polisi.

Seorang pengendara motor di sebelah kiri saya bilang pada teman yang diboncengnya, "Jusuf Kalla mau lewat". Oh iya, saya baru ingat. Pagi sebelumnya, saya mengontak wartawan untuk datang ke Savoy Homann Hotel. Ada JK di sana, acara HUT Golkar. Oh, mungkin JK mau pulang ke Jakarta dan lewat Jalan Paskal. Entah menuju Bandara, entah terus lewat ke tol Pasteur.

Lima menit sudah lewat, rombongan JK tak kunjung melintas. 10 menit lewat, belum terdengar juga bunyi sirene voorijder, pengawal. Padahal hujan cukup deras mengguyur bumi. Saya masih beruntung, celana dilapis celana jas hujan. Sementara tepat di pinggir kanan saya, seorang bapak membawa tiga orang penumpang memakai motor Yamaha. Anaknya yang didepat memakai jaket kain. Kemungkinan milik bapaknya. Menggigil diterpa hujan.

Di belakang si bapak, ada satu anak lagi yang hanya berpenutup kepala secarik kain. Entah sapu tangan, entah slayer. yang tentu saja tak cukup untuk melindungi dari timpukan butir-butir hujan di badannya. Anak itu menunduk terus, sembunyi di balik punggung, sambil memeluk erat pinggang bapaknya.Duduk paling bontot adalah seorang ibu, tentunya istri si bapak. Dia pakai baju seperti kebaya, bercelana panjang. Sepertinya mereka baru pulang dari undangan resepsi. Tentu saja, kain model kebaya yang bolong-bolong tipis itu tak cukup untuk menahan dinginnya air hujan.

Baru di menit ke-12, terdengar deru sirene. 3 orang Patwal berkendaraan moge lewat. Menyusul mobil patwal. Lalu mobil-mobil mewah berplat nomor B pun berseliweran. Saya tidak tahu Wapres JK ada di mobil yang mana. Karena tidak ada mobil berplat RI 2. Di belakang rombongan mobil mewah itu meluncur beberapa minibus disusul ambulance. Baru setelah mobil ambulans lewat, polisi lalu lintas dan polisi militer memperbolehkan pengendara melintas.

Di sepanjang jalan menuju ke kantor, saya terus membatin. "Zalim benar nih JK, membiarkan rakyat kedinginan, kehujanan, hanya untuk menunggu dia lewat. Kalau mau, kan tidak perlu lama-lama. Dan seperti yang lain saja, tidak usah ada privellege, perlakuan khusus karena dia pejabat. Ah, pemimpin yang tidak merakyat".

Saya jadi teringat dengan kisah 2 Umar. Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz. Ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah, Yerussalem jatuh ke tangan kaum muslimin. Kejatuhan Yerussalem itu berlangsung secara damai. Setelah berbulan-bulan dikepung, Uskup Yerussalem mengangkat bendera putih. Namun ia tak bersedia menyerahkan kunci Yerussalem kepada panglima perang tentara kaum muslimin. Ia ingin Khalifah Umar sendiri yang datang dan menerima kunci Kota Betlehem itu.

Lalu Umar pun berangkat ke Yerussalem. Dengan siapa Umar melakukan kunjungan kenegaraan itu? Dia hanya ditemani seorang hamba sahaya. Dari Madinah, mereka menunggang seekor unta secara bergantian. Bayangkan, seorang khalifah yang kekuasaannya membentang dari Afrika hingga batas Laut Hitam itu hanya diiringi seorang pembantu tanpa iring-iringan pejabat atau pengawal yang lengkap. Untanya pun hanya seekor, sehingga harus bergantian naik.

Begitu mendekati pintu gerbang Kota Yerussalem, si pembantu meminta untuk turun dari unta. "Tidak, kau tetaplah di untamu. Biar aku yang menuntun unta ini, karena kita sudah berjanji untuk bergantian menunggang unta dan sekarang giliranku yang membawa unta," tegas Umar.

Dan Umar pun memasuki Yerussalem sambil menuntun Unta dengan sang pembantu duduk di atas punggung unta itu. Saat datang itu, Umar tidaklah mengenakan pakaian mewah. Tapi pakaiannya sehari-hari, yang di beberapa lokasi tambal sulam. Tapi itulah yang membuat terkagum-kagum kaum Kristen dan Yahudi di Yerussalem. Seorang pemimpin besar ternyata penampilannya sangat sederhana.

Lalu Umar yang kedua, Umar bin Abdul Aziz. Dia pun masih keturunan Umar Al Faruk. Dan kejujuran serta kesederhanaannya menurun, persis seperti moyangnya itu. Apa yang dilakukan Umar bin Abdul Aziz setelah dia diangkat menjadi khalifah. Sebuah gebrakan yang tidak diduga sebelumnya, terutama oleh keluarga, famili, dan orang-orang terdekatnya.

Banyak orang yang tercengang melihat kebijakan-kebijakan beliau yang tidak
biasa dilakukan oleh orang-orang yang tengah berkuasa. Apa saja kebijakan-kebijakannya itu. Saya sebutkan beberapa di antaranya saja:

* Menolak fasilitas kekhalifahan untuk dirinya yang dianggapnya berlebihan, antara lain Umar menolak kendaraan dinas, dan meminta kepada salah seorang di antara mereka untuk mendatangkan binatang tunggangannya.
"Saya menyaksikan para pengawal datang dengan kendaraan khusus kekhalifahan kepada Umar bin Abdul Aziz sesaat dia diangkat menjadi Khalifah. Waktu itu Umar berkata, 'Bawa kendaraan itu ke pasar dan juallah, lalu hasil penjualan itu simpan di Baitul Maal. Saya cukup naik
kendaran ini saja (hewan tunggangan).'" Begitu cerita Al-Hakam bin Umar.
Al-Hakam juga meriwayarkan bahwa Umar bin Abdul Aziz memiliki 300 penjaga. Umar berkata kepada para pengawalnya, "Sesungguhnya aku memiliki penjaga untuk kalian dan untukku, juga ada penjaga ajalku. Maka, siapa yang ingin tetap berada di sini, tetaplah di sini, dan siapa yang ingin pulang, pulanglah kepada keluarga kalian."

* Menerapkan pola hidup sederhana, khususnya untuk diri dan keluarganya.
Yunus bin Abi Syaib berkata, "Sebelum menjadi Khalifah tali celananya masuk ke dalam perutnya yang besar. Namun, ketika dia menjadi Khalifah, dia sangat kurus. Bahkan jika saya menghitung jumlah tulang rusuknya tanpa menyentuhnya, pasti saya bisa menghitungnya."

Hal senada diungkapkan putranya, Abdul Aziz bin Umar bin Abdul Aziz ketika ditanya oleh Abu Ja'far al-Manshur perihal jumlah kekayaan ayahnya. Ja'far bertanya, "Berapa kekayaan ayahmu saat mulai menjabat sebagai Khalifah?" Abdul Aziz menjawab, "Empat puluh ribu dinar." Ja'far bertanya lagi, "Lalu berapa kekayaan ayahmu saat meninggal dunia?" Jawab Abdul Aziz, "Empat ratus dinar. Itu pun kalau belum berkurang."

Kesederhanaan Umar bin Abdul Aziz dalam kehidupan benar-benar diilhami oleh perilaku hidup sederhana Rasulullah Saw. dan para sahabatnya. Beliau sangat sederhana dalam berpakaian. Suatu ketika Maslamah bin Abdul Malik menjenguk Umar bin Abdul Aziz yang sedang sakit. Maslamah melihat pakaian Umar sangat kotor. Maslamah berkata kepada istri umar, Fathimah binti Abdul Malik, "Tidakkah engkau cuci bajunya?" Fathimah menjawab, "Demi Allah, dia tidak
memiliki pakaian lain selain yang ia pakai."

Pada kesempatan lain Umar bin Abdul Aziz shalat Jum'at di masjid bersama orang banyak dengan baju yang bertambal di sana-sini. Salah seorang jamaah bertanya, "Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah telah mengaruniakan kepadamu kenikmatan. Mengapa tak mau kau pergunakan walau sekedar berpakaian bagus?"

Umar bin Abdul Aziz tertunduk sejenak, lalu dia mengangkat kepalanya dan berkata, "Sesungguhnya berlaku sederhana yang palin baik adalah pada saat kita kaya dan sebaik-baik pengampunan adalah saat kita berada pada posisi kuat."

Dan masih banyak lagi kisah-kisah keteladanan dari dua Umar ini yang rasanya sulit ditiru oleh pemimpin-pemimpin saat ini. Mungkin ada orang yang bisa meniru perilaku Umar, tapi mereka tidak memiliki kekuasaan. Ah, memang sulit cari pemimpin yang benar-benar amanah dan mau meneladani pemimpin-pemimpin muslim terbaik yang pernah lahir di dunia ini.(*)

Thursday, October 23, 2008

Hoax Yahoo Messenger

SESOREAN tadi, berseliweran hoax via Yahoo Messenger. Begini bunyinya:
Yahoo akan dimatikan pada tgl 17 November. Mereka ingin memperoleh data messenger yg gratis. klo km melewatkan pesan ini, namamu akan dihapus dr daftar messenger. sudah banyak messenger yang terhapus. klik kanan pada nama contact di list anda, kirim email ini ke seluruh messenger yg ada dalam contact name... ini Dhani Sinambella president Yahoo Indonesia, memberitahukan bahwa Yahoo telah memiliki anggota lebih dari 2juta. jika kamu ingin tetap memiliki account gratis kirimkan email ini ke siapapu yg ada dalam daftar kontak anda. dengan cara ini kami dapat mengetahui account mana saja yang masih digunakan dan account mana yang bisa kami hapus. kirim pesan ini dalam 8hari dan account anda akan tetap gratis.....

Ada yang percaya?

Tuesday, October 21, 2008

Sebuah Nama Tinggal Cerita: Peterpan

PETER PAN adalah pahlawan anak-anak. Itu dongeng dari negeri barat sana. Tapi Peterpan van Bandung adalah Pemuda Terminal Antapani. Itulah sekelompok pemuda di daerah Antapani dan membuat sebuah band yang kemudian menjadi band papan atas di negeri ini.

Langkah mereka ibarat meteor. Melesat cepat jadi terkenal. Menjadi selebritas, dan ikonnya, Nazril Irham alias Ariel adalah sosok terdepan band ini. Gosip, tentu tak lepas dari kehidupannya. Sejak digosipkan jalan bareng Luna Maya, lalu menghamili dan menikahi Sarah, sampai menceraikannya, hingga ia kini seorang duda keren.

Peterpan bagi saya adalah band yang mengiringi pertumbuhan dan perkembangan anak sulung, Kaka Bila. Saat umurnya 2 tahun, Kaka sudah bisa melafalkan lagu-lagu Peterpan. Lagu Ada Apa denganmu adalah lagu kojonya. Setiap intro lagu itu terdengar, Kaka langsung bergoyang sambil mulutnya menyuarakan bunyi seperti ini: jeng jet jeng jet jeng jet.


VCD Peterpan pun menjadi favorit, mengalahkan VCD Sulis dan Hadad yang sebelumnya selalu menghiasi ruang-ruang di rumah kami. Nyaris setiap jam VCD bajakan itu diputar, sampai bulukan dan bikin ngehang DVD player. Om Ariel, begitu Kaka memanggil nama vokalis Peterpan itu. Padahal punya hubungan keluarga juga enggak. Tapi itulah, ekspresi seorang bocah terhadap band fenomenal dari Antapani ini.

Dan Minggu (19/10) malam, Peterpan menggelar konser terakhir mereka menyandang nama Peterpan. Ya, mulai detik itu tidak akan ada lagi band di Indonesia bernama Peterpan. Entah mereka akan mengganti nama band menjadi apa. Mungkin Petercah (Pemuda Terminal Cicaheum), bisa juga Peteryom (Pemuda Terminal Ciroyom), atau Peterjang (Pemuda Terminal Leuwipanjang).

Sebuah nama sebuah Cerita, itulah album yang mengakhiri langkah Peterpan. Nama yang sebelumnya bisa mengikat enam pemuda: ariel, Lukman, Reza, Uki, Indra, dan Andika. Karena konflik internal, Indra dan Andika hengkang, dan membentuk band baru, The Titans. Saat hengkang itulah, ada syarat yang diajukan Andika: Peterpan harus mengubur namanya dalam-dalam. Karena nama itu ada saat mereka berenam. Kalau berempat, bukan Peterpan lagi namanya. Lalu dia pula yang mengilhami nama itu dan disupport Mama Andika.

Tentu ini kehilangan besar bagi dunia musik Bandung dan Indonesia. Sebuah band besar bisa berganti nama di tengah jalan, justru di saat puncak popularitasnya. Sebuah keanehan, yang mungkin hanya terjadi di Indonesia.

Saat Minggu tengah malam itu menonton konser terakhir Peterpan, saya membangunkan sebentar Kaka Bila dari tidurnya. "Ka, itu Om Ariel lagi nyanyi". Kaka bangun sejenak, melihat teve, lalu tidur kembali. Besok harinya, saat mengantarnya ke sekolah, saya bertanya lagi soal Peterpan. Kaka menjawab,"Aku juga tahu, itu Peterpan yang terakhir". Lalu dia diam di sepanjang jalan menuju ke sekolahnya.(*)

Melepas Jubah Partai

SALAH seorang wartawan bertanya pada Ahmadinejad, "Saat anda bercermin di pagi hari, apa yang anda katakan pada diri anda?" Ahmadinejad menjawab, "Saya melihat seseorang di cermin dan berkata padanya , "Ingatlah, anda tidak lebih dari seorang pelayan kecil. Di depanmu hari ini ada tanggung jawab besar dan itu adalah melayani rakyat dan bangsa ini".

Itulah sosok Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad. Sosok pemimpin sederhana yang sulit ditemukan di zaman serba materialistis dan hedonistis ini. Mungkinkah mencari Presiden yang tak berniat pindah dari rumahnya Timur ke rumah dinas kepresidenan. Sebuah rumah batu di ujung lorong kawasan Teheran yang dinding luarnya belum diplester. Mungkin ada, tapi ibarat mencari jarum di antara tumpukan jerami.

Melayani rakyat itulah yang menjadi tujuan utama Ahmadinejad, yang juga seharusnya menjadi tujuan utama pejabat di manapun, termasuk di negeri kita. Darimanapun dia berasal, partai apapun yang menjadi sebab dia menjadi pejabat, tetap saja melayani rakyat yang menjadi tujuan utama. Karena sesungguhnya apabila seseorang menjadi pejabat, dia bukan lagi pelayan atau milik partai, tapi menjadi khadimul ummah, pelayan rakyat.

Tapi di negeri ini, pejabat yang berangkat dari latar belakang partai atau terkait partai tertentu sulit untuk berlaku begitu. Embel-embel partai selalu melekat pada dirinya. Pejabat dari partai inilah, pejabat asal partai itulah. Begitu yang selalu disebut. Seolah jubah partai itu tidak bisa ditanggalkan.

Tengoklah minggu-minggu belakangan ini. Di koran-koran, iklan Partai Demokrat selalu menonjolkan sosok Susilo Bambang Yudhoyono. Seolah Partai Demokrat tidak percaya diri jika tidak menyertakan gambar sang pendiri. Walaupun SBY berusaha seketat mungkin memisahkan urusan partai dan urusan negara, tetap saja partai akan membawa nama SBY dalam setiap aktivitasnya untuk meraup simpati rakyat.

Itulah sebenarnya urgensi pejabat yang berlatar belakang partai untuk melepas jubah partai adalah menghindari terjadinya benturan kepentingan apabila jabatan kepartaian itu masih dipegang.

Dan yang utama, agar tidak ada pihak yang memanfaatkan. Seperti kejadian yang menimpa Dede Yusuf, wakil gubernur Jabar. Dede tak bisa memisahkan secara ketat kegiatan kedinasan wagub dan kegiatan partai. Dalam beberapa kegiatan kedinasan, Dede selalu membawa, atau diboncengi, kader partai asalnya, PAN. Kalau kemudian Dede tersandung dugaan penyalahgunaan wewenang seperti yang ditudingkan Panwaslu Jabar, itu adalah risiko yang harus ditanggung Dede karena masih belum mampu melepas jubah partai dan membawa nama partai dalam acara kedinasan pemerintahan.

Apakah memang sulit melepaskan jaket partai saat seseorang menjadi pejabat pemerintah? Rasanya tidak. Nurmahmudi Ismail dan Hidayat Nurwahid sudah mencontohkannya. Sebelum menjadi menteri, Nuhmahmudi adalah Presiden Partai Keadilan. Begitu juga Hidayat Nurwahid, sebelum menjadi Ketua MPR RI, dia adalah sosok puncak di Partai Keadilan Sejahtera.

Kalau mau fokus melayani rakyat, lepaslah seluruh atribut partai, dan jadilah pelayan seluruh rakyat. Berkhidmat pada rakyat menjadi napas dalam setiap langkah seorang pejabat, seorang pemimpin, agar masyarakat terayomi dan merasakan benar sentuhan tangan seorang pemimpin.(*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Selasa 21 Oktober 2008

Thursday, October 16, 2008

KOIL Feat Ahmad Dani: Emang Gila

INI kolaborasi yang mantap punya bro. Dalam video klip teranyar Kenyataan dalam Dunia Fantasi yang diambil dari album Blacklight Shines On, KOIL tampil bersama The Rock atau lebih tepatnya Ahmad Dhani. Lagu ini memang jadi lebih bertenaga, powernya jadi lebih gila, dibanding aslinya. Coba lihat saat mereka tampil di teve di link satu ini

Kok Otong mau kolaborasi dengan Ahmad Dhani? Saat lihat penampilan mereka di Inbox SCTV, Dhani lah yang jadi frontman, bukan Otong. Padahal kita tahu, ego Otong luar biasa guede sebagai frontman KOIL. KOIL identik dengan Otong, seperti halnya Dewa atau The Rock identik dengan Ahmad Dhani. Bedanya Dhani, walau banyak orang gak suka dengan kearoganannya, memang jenius di bidang musik. Kalau Otong? Jenius teu nya maneh teh Tong. Soalnya yang jadi composer KOIL mah si Donni, adi maneh euy, hue he he...

Ya, Gak taulah, tanya sama orangnya saja di God Inc sana di Ciumbuleuit. Tapi setahu saya, kolaborasi mereka sudah dimulai saat pentas The Rock di Sabuga beberapa bulan lalu. Mungkin dari sana keterusan. Dhani rupanya menangkap semangat, energi baru, dari KOIL. Lebih tepatnya, dia baru tahu kalo ada KOIL yang syair-syairnya gila itu.

Baca reviewnya Ari Lasso soal album Blacklight di blognya KOIL. Dia acungkan dua jempol untuk KOIL. "Gua baru dengar musik yang gila kayak KOIL begini. Ini masa depan musik Indonesia," gitu kalau gak salah inti sari reviewnya Ari.


Bisa jadi, dari urusan syair lagu-lagu KOIL, Dhani kepincut. Bukankan dia lagi
keleyeng-keleyeng dihajar berbagai masalah, terutama masalah perceraiannya dengan Maia. Dengan Dewa 19 pun Dhani jarang manggung. The Rock masih mending, kebagian manggung agak sering. Syair lagu KOIL, terutama di lagu Kenyataan dalam Dunia Fantasi, bisa jadi alat baru Dhani buat berteriak sekencang mungkin sekaligus melepaskan kepenatan jiwa dan pikir.

Ada persamaan antara syair-syair lagu KOIL di album Blacklight Shines on yang sangat puitis sekaligus politis dengan syair-syair lagu Ahmad Dhani saat main di Ahmad Band dengan albumnya Ideologi Sikap Otak. Isinya sama: Pemberontakan. Bukankah saat dia bikin Ahmad Band, Dewa tengah krisis dengan kasus Ari Lasso yang terjerumus narkoba dan membuat dia puyeng tujuh keliling.

"Yang muda mabuk, yang tua korup (2X) / Mabuk terus, korup terus / Jayalah negeri ini (2X) / Merdeka!", teriak Dani dalam lagu Distorsi.
Bandingkan dengan teriakan Otong Koil:
...di negara busuk ini kita tersenyum pedih
Lalu bagian reffrainnya:
Nasionalisme adalah tempat tinggal yang kita bela
Nasionalisme untuk negara ini adalah pertanyaan
Nasionalisme untuk negara ini menuju kehancuran
Nasionalisme menuntun bangsa kami menuju kehancuran

Mungkin syair-syair dan aktivitas mereka di dunia undergrounf pula yang membuat Majalah TIME pernah menobatkan KOIL sebagai pahlawan Asia tahun 2003 atau 2004 lah. Ini syair lengkap Kenyataan dalam Dunia Fantasi. Nikmati video klipnya sambil mencoba berteriak kencang: NASIONALISME...

KENYATAAN DALAM DUNIA FANTASI
di negara ini kita hidup dan bekerja
di negara ini kita makan dan berbahagia
di tanah yang indah ini bersemilah cintamu yang abadi
di negara busuk ini kita tersenyum pedih
kita membicarakan kenyataan dalam dunia yang tak kumengerti
kita membicarakan kepasrahan dalam spektrum yang hitam dan putih
kita merasa benar benar pintar memasyarakatkan kebodohan ini
kita membicarakan kenyataan dalam dunia fantasi

Di negara ini kita hidup dan beker - ja
Di negara ini kita makan dan berbahagia
Di tanah yang indah ini bersemilah cintamu yang abadi
Di negara busuk ini kita tersenyum pedih

Aku tak butuh pengertianmu
Aku bukan bagian dari sejarah yang kau tulis
Kau bingkiskan untuk anak dan cucumu
Aku tak butuh penjelasanmu
Aku bukan bagian dari kebanggaan
Yang membuat kita tak berpenghasilan

Nasionalisme adalah tempat tinggal yang kita bela
Nasionalisme untuk negara ini adalah pertanyaan
Nasionalisme untuk negara ini menuju kehancuran
Nasionalisme menuntun bangsa kami menuju kehancuran
N a s i o n a l i s m e…
N a s i o n a l i s m e…
N a s i o n a l i s m e…
Untuk negara ini adalah pertanyaan
N a s i o n a l i s m e…
N a s i o n a l i s m e…
N a s i o n a l i s m e…
Menuntun bangsa kami menuju kehancuran. (*)

Monday, October 13, 2008

Perang Artis dan Politikus di Bandung dan Sekitarnya

HINGGA April tahun depan, Bandung bakal membara. Bukan oleh kasus video porno kayak beberapa tahun lalu. Juga bukan karena cuaca Bandung yang bikin kepanasan orang Bandung sendiri. Ini karena Bandung bakal jadi arena perang tanding antara sejumlah artis beken dan politikus-politikus kahot tingkat nasional.

Kampanye para caleg yang terdaftar di daftar Calon Legislatif Sementara (DCS) sudah dimulai, walau secara bergerilya. Padahal, belum tentu mereka lolos lho. Siapa tahu di tengah jalan saat masa tanggapan DCS, ada yang melaporkan soal ijazah palsu, lalu setelah diverifikasi KPU ternyata benar, ya pasti tidak lolos.

Saat Pemilihan Wali Kota yang lalu, ada 1.548. 442 pemilih di Kota Bandung. Berarti setidaknya segitu juga suara yang bakal jadi rebutan para caleg ini. Mengapa artis dan politikus beken yang bakal berperang, karena kebanyakan mereka ditempatkan di nomor-nomor urut kecil. Kalau tidak 1 yah 2.

Coba lihat caleg untuk DPR RI di daerah pemilihan Jabar 1 yang meliputi Kota Bandung dan Kota Cimahi. Dari kalangan artis, muncul nama Yohana Tairas (Gerindra), Tengku Firmansyah (PKB), Marissa Haque. Juga ada kakak kandung Nicky Astria, Bucky Wikagu dari Gerindra.

Remaja yang besar di tahun 80-an pasti tahu nama penyanyi Bangkit Sanjaya. Ternyata nama aslinya adalah Achmad Wijaya. Ia mewakili Partai Golkar. Biar orang ingat dengan dia, di belakang nama aslinya itu ditambahi nama Bangkit Sanjaya dalam tanda kurung, He-he-he...

Politikus dan orang beken yang meramaikan Bandung Cimahi adalah Dadang Garnida (Partai Barisan Nasional) yang juga mantan Kapolda Jabar, Ahmad Adib Zain (Ketua DPW PAN Jabar), Imam Wahyudi (anggota DPRD dari PAN), Sahrin Hamid (anggota DPR RI dari PAN). Lalu tokoh perempuan Jabar, Popong Otje Djundjunan (P Golkar) tak ketinggalan bersaing di Bandung.
POlitikus asal Unpar Happy Bone Zulkarnaen juga kembali bertarung untuk Partai Golkar. Anak Paskah Suzetta yang juga suami Tina Talisa, Muhammad Egi Hamzah juga bertarung di kota ini. Lalu ada Ketua DPRD Kab Bandung Agus Yasmin mencari peruntungan di DPR RI. Ada pula nama Arif Minardi, Ketua Serikat Pekerja mantan karyawan PTDI. Dari PBB ada nama Anwarudin, Daud Gunawan (PBB) dan Ahmad Saelan (PBB). Dari PDIP, mantan Ketua KPU Jabar Setia Permana siap bertarung bahu membahu bersama Ketut Sustiawan.

Di daerah pemilihan Jabar 2, meliputi Kabupaten Bandung dan Kab Bandung Barat, artis Rachel Mariam Sayidina (Gerindra) bakal bersaing dengan Deri Drajat (PAN). Tapi pesaing berat bakal muncul dari tokoh Oneng alias Rieke Dyah Pitaloka yang berada di nomor 2 PDIP. Tapi Oneng tak perlu khawatir, ia bakal dikawal Taufik Kiemas, suami Mega di Kabupaten Bandung.

Daerah ini pun jadi ajang mencari suara bagi Mamur Hasanudin (PKS), Dedy Djamaludin Malik (PAN), Didi Supriyanto (PDP), Agus Gumiwang Kartasasmita (P Golkar), Lili Asdjidiredja (P Golkar), Ferry Mursyidan Baldan (P Golkar). Mantan Wagub Jabar Nu'man Abdul Hakim (PPP) juga coba meraup suara pemilih di sini. Dua orang profesor, Prof Maman Abdurrahman dari PBB dan Prof Wila Chandrawila (PDIP) juga bersaing ketat. Tokoh asal Ciparay, Adjeng Ratna Suminar yang juga Ketua DPD P Demokrat Jabar mencoba merebut simpati masyarakat dan berharap bisa mengantarkannya ke Senayan.(*)

Saturday, October 11, 2008

Jangan Sebut Baksil!

JANGAN sebut Baksil! Baksil itu artinya kuman. Sebut saja Babakan Siliwangi. Begitu kata seorang inohong Bandung dalam sebuah acara diskusi tentang Babakan Siliwangi yang berlangsung panas. Dan tak hanya inohong Bandung ini yang bilang begitu. Beberapa pakar juga meminta untuk tidak menyebut nama Baksil, tapi Babakan Siliwangi saja.

Memang nama Baksil dikenal di dunia biologi atau kedokteran sebagai kuman. Teman dari bakteri. Dan bisa menyebabkan penyakit. Kalau menilik itu, sebetulnya ada benarnya juga dipanggil Baksil. Toh sekarang Baksil seakan jadi bibit penyakit bagi Pemkot Bandung. Setiap langkah terkait Babakan Siliwangi, pasti akan mendapat counter dari aktivis lingkungan.

Apa sesungguhnya yang terjadi di Babakan Siliwangi? Sebuah lembah di kawasan Tamansari yang dulu dikenal sebagai Lebak Gede. Lembah hijau penyimpan mata air Bandung. Sampai-sampai ada perusahaan Air Ganesha, yang airnya dari mata air di Babakan Siliwangi ini. Tempat capung terbang berombongan. Tempat pohon-pohon mahoni besar rimbun menaungi.

Yang saya tahu dan ingat, sejak awal koran tempat saya bekerja masih bernama Metro Bandung, soal revitalisasi Babakan Siliwangi sudah mencuat. Waktu itu santer terdengar kabar, di Babakan Siliwangi akan dibangun kondominium dan mal. Itu di zaman Wali Kota Bandung Aa Tarmana.

Protes pun bermunculan dari para aktivis lingkungan dan seniman. Babakan Siliwangi adalah ruang terbuka hijau, bahkan hutan kota di tengah kota. Kalau kemudian dibangun kondiminium, tentu punah sudah hutan kota di Bandung. Selain itu, Babakan Siliwangi pun tempat para seniman berkreativitas. Di situ ada sanggar olah seni (SOS). Kalau digusur, tidak ada lagi tempat berekspresi.

Setelah lama tak terdengar soal isu Babakan Siliwangi ini, belakangan muncul kembali isu pembangunan Babakan Sari. Ini setelah mencuat setelah Dinas Tata Kota memberi izin pembangunan kepada PT EGI untuk membangun kembali rumah makan Babakan Siliwangi. tahun 2003 lalu, rumah makan ini terbakar. Namun isu pembangunan ini kembali ditolak para aktivis dan seniman. Mereka melihat ada udang di balik batu dari rencana pembangunan ini. Bisa saja awalnya untuk rumah makan. Namun setelah itu, sangat mungkin melebar ke pembangunan yang lain.

Bahkan ITB sendiri yang menguasai kawasan Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) di lembah Babakan Siliwangi berencana untuk membangun tempat parkir tingkat. Katanya untuk tempat parkir mahasiswa dan masyarakat. Lokasinya di lapangan tenis saat ini.

Kalau saya perhatikan, sebenarnya persoalan pembangunan ini bermula dari pembangunan Sabuga oleh ITB. ITB bisa menyewa tanah milik Pemkot dan membangun sarana olahraga dan panggung budaya. Kalau tidak salah, masa sewanya 20 tahun. Lokasinya di lembah Babakan Siliwangi. Tapi kok pembangunannya tidak ada yang memprotes secara besar-besaran.

Bisa jadi ini dimanfaatkan pihak lain. Kalau ITB saja bisa, mengapa lahan bekas rumah makan Babakan Siliwangi tidak juga bisa direvitalisasi. Toh nantinya akan kembali ke masyarakat juga. Soal Sanggar Seni, Pemkot pun sudah mengantisipasi dengan merelokasi ke Pasar Seni Tamansari.

Tentu karena banyak pihak yang berkepentingan: khususnya yang mempertahankan dan yang ingin membangun Babakan Siliwangi. Bagi yang ingin membangun tentu ini peluang untuk berbisnis. Bagi yang ingin mempertahankan, inilah saatnya menolak kebijakan Pemkot yang tidak peduli lingkungan. Sampai kini belum ada keputusan saklek tentang Babakan Siliwangi. Wali Kota Bandung Dada Rosada berjanji kalaupun Babakan Siliwangi dibangun, tidak akan terjadi perusakan. Begitu katanya.(*)

Tirai Langit

SEJAK tinggal di rumah kontrakan, saya jadi lebih sering memotret langit. Merekam bentuk-bentuk awan yang muncul. Dan memotret pun tidak perlu ke luar rumah. Cukup ke kamar mandi, langsung arahkan kamera ke atas, jepret! Kok di kamar mandi? Ya iyalah, kamar mandi di rumah kontrakan memang beratapkan langit biru. Kalau mandi agak siang, pasti punggung terasa panas tersengat matahari.

Yang saya tahu dari pelajaran Geografi waktu SMP dan SMA dulu, ada beberapa jenis awan. Ada awan Stratus, yaitu awan tipis merata, ada juga awan Cumulus, ini sudah gumpalan. Lalu ada pula Cumulonimbus. Ini kumpulan awan Cumulus, calon pembawa hujan.

Beberapa kali saya berhasil memotret bentuk awan yang rada aneh. Pernah saya menjepret awan berbentuk seperti topeng. Lalu ada juga awan senja hari yang berbentuk harimau mau melompat.

Nah kali ini, saya memotret awan dan pancaran sinar matahari yang seperti tirai turun dari langit. Ini efek sinar matahari yang terhalangi awan. Jadi sinarnya seperti tirai tipis dari langit. Tengok foto di bawah ini:
Photobucket

Kalau di film-film suka digambarkan, orang yang mendapat ilham, wangsit atau hidayah dengan menerima cahaya dari langit. Di film buatan Holywood, cahaya itu biasanya datang dari belakang salib di gereja. Di film Indonesia, biasa cahaya itu diterima saat orang menengadahkan tangan memohon kepada Yang Maha Kuasa. Kalau soal hidayah dan sebagainya, silakan berkomentar sendiri.
Tirai Langit4

Tirai Langit1

Pembantu Rumah Tangga

PERSOALAN yang selalu keluarga kami, bahkan keluarga lainnya, alami di setiap Lebaran adalah pembantu rumah tangga. Setiap Lebaran, mereka pasti mudik ke kampung halaman masing-masing. Masalahnya, banyak pembantu yang tidak kembali ke rumah kita dengan berbagai alasan.

Seminggu lebih selepas Lebaran adalah hari-hari supersibuk. Ya, karena tidak ada lagi pembantu di rumah. Bu Eri terpaksa cuti untuk menangani dan membereskan rumah, sekaligus mengasuh anak-anak. Sekali-kali lah merasakan gimana beratnya jadi ibu rumah tangga.

Pembantu kami, Teh Imas, pulang kampung dan memutuskan tidak balik lagi. Kalau pembantu di rumah tangga lain mungkin pulang sebelum Lebaran, Teh Imas sebaliknya. Ia menyempatkan untuk salat Ied dan menikmati suasana lebaran di Babakan Sari. Baru esok harinya, kami beramai-ramai mengantarkan Teh Imas ke kampung halamannya di Desa Jatisari, Bojongpicung, Ciranjang, Cianjur.

Kami menyewa angkot untuk sampai ke Cianjur. Sekalian saja ini sebagai jalan-jalan bagi anak-anak. Karena Lebaran kali ini kami memang tidak kemana-mana. Mas Nur berikut Mbak Ning dan Yasmin pun ikut. Angkot penuh dengan oleh-oleh dan bekal. Kaka, Fathan, Farid, dan Yasmin, pun terpaksa duduk di bagian tengah angkot.

Ciranjang tidak terlalu jauh dari Cimahi. Sekitar 30 kilometer plus 10 kilometer ke kampung tujuan. Dari pasar Ciranjang, belok kiri lurus terus ke Jatisari. Ya ada belok kiri dan kanannya, tapi tidak begitu sulit mencapainya. Toh angkutan pedesaan pun sampai juga ke dekat rumah Teh Imas itu.

Karena beberapa waktu sebelumnya sudah bilang akan datang setelah Lebaran, kami pun disambut orangtua Teh Imas penuh suka cita. Nah namanya di kampung, suasananya cukup adem. Apalagi kampungnya ada di bawah bukit.

Segala macam makanan kampung pun keluar semua. Nah ada satu yang paling unik dan berkesan, yaitu saat makan siang. Kami dibuatkan nasi liwet sepanci besar. Dan makan bukan di piring melainkan beralas daun pisang. Ini mengingatkan saya saat KKN di Cibiuk Garut. Setiap malam selalu botram dengan cara begini. Nasi liwet diampar di daun pisang, dan makan keroyokan. Walau lauknya hanya ikan asin, sambel plus lalap, nikmatnya bukan main. Makan pun tidak di dalam rumah. Tapi di teras rumah, biar terasa angin sepoi-sepoi.

Di depan rumah Teh Imas ada saluran irigasi yang airnya berasal dari gunung. Melihat air yang sebenarnya berwarna cokelat, Farid dan Fathan pun gatal ingin terjun. Jadilah mereka berenang bersama itik dan sisa-sisa cucian, karena saluran itu memang biasa dipakai warga untuk MCK dan itik berenang. Beruntung saat itu tidak ada kambing atau kerbau yang sedang berkubang. Bisa-bisa disebut tuturut munding.


Seusai makan, basa-basi sejenak dengan tuan rumah. Yah, ngobrol soal kemungkinan Teh Imas balik lagi dan kerja di rumah lagi. Inginnya sih memang begitu. Dia sudah kerja hampir setahun. Terang saja, Kaka dan Adik dekat dengan dia, karena sehari-hari Teh Imas yang mengasuh. Saat itu, Teh Imas hanya manggut-manggut saja dan bilang Insya Allah.

Jawaban yang pasti baru datang dua hari kemudian. Teh Imas tidak akan balik lagi. Entah apa alasannya. Jadilah kami pontang-panting mengurus rumah. Beruntung, Jumat malam, Bu Eri bisa cari orang pengganti dari daerah Jangari. Walau belum tahu bisa betah atau tidak, untuk sementara pakai saja tenaga yang ada. Pembantu, pembantu...(*)

DCS dan Kejenuhan Politik

RESPONS yang diharapkan datang dari masyarakat soal daftar calon legislatif sementara (DCS) tak kunjung datang hingga deadline 9 Oktober 2008. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jabar dan juga KPU daerah tingkat dua terpaksa memperpanjang masa tanggapan terhadap DCS sampai 14 Oktober.

Alasan KPU Jabar setengah menyalahkan masyarakat. KPU menyatakan sudah maksimal menyosialisasikan DCS lewat media dan penempelan lembaran DCS di kantor-kantor KPU daerah. Apakah benar sosialisasi dari KPU sudah maksimal? Ini patut dipertanyakan. Sejauh mana sesungguhnya sosialisasi itu merambah ke seluruh pelosok daerah. Karena sangat mungkin, sosialisasi itu tidak pernah sampai ke sasaran.

Lalu ada pula alasan lain yang muncul dari kalangan partai politik. Boleh jadi tidak adanya tanggapan dari masyarakat, karena masyarakat memandang para caleg di DCS itu tidak ada yang bermasalah. Tapi apakah benar mereka tidak memiliki masalah? Syukur kalau demikian, berarti politikus kita bersih semua, walau kenyataan hari ini berbicara lain.

Namun ada reasoning lain soal tanggapan terhadap DCS ini. Masyarakat sangat mungkin sudah jenuh dengan hal-hal berbau politik. Capai dengan persoalan pemilihan kepala daerah yang banyak janji. Bukankah dalam beberapa kali pilkada di sejumlah daerah, jumlah golongan putih, dengan berbagai alasan, cenderung meningkat? Itu salah satu indikasi kuat soal kejenuhan masyarakat.

Bayangkan saja, dalam setahun ini di Jabar ada sedikitnya 10 pemilihan kepala daerah tingkat kota dan kabupaten ditambah pemilihan gubernur. Bahkan saat ini tengah berlangsung kampanye para kandidat di enam daerah secara bersamaan.

Belum lagi, masyarakat dibombardir dengan derasnya arus berita dan informasi soal politik dan perilaku anggota dewan di semua tingkatan. Korupsilah, skandal mesumlah, suaplah, dan itu yang terus mengingang di ingatan masyarakat bahwa perilaku anggota dewan tak seindah harapan. Para wakil rakyat itu ternyata bukanlah penyambung lidah rakyat yang sesungguhnya. Mereka justru mengkhianati amanat yang disandangkan rakyat di pundak mereka.

Di sisi lain, masyarakat pun harus berjuang sendirian memenuhi kebutuhan hidup hari per hari yang kian keras. Rakyat sudah tidak butuh lagi dengan janji-janji serba gratis yang meluncur dari para kandidat kepala daerah dan calon legislatif. Yang lebih penting adalah tidak perlu antre untuk mendapatkan seliter minyak tanah atau gas isi 3 kg, tidak perlu pontang-panting mencari sembako dengan harga murah, dan tidak perlu protes lagi soal pungutan dana sumbangan pendidikan.

Karena itu, janganlah menyalahkan masyarakat dengan tidak adanya respons terhadap para caleg. Respons sesungguhnya akan terlihat di bilik pemilihan tahun mendatang. Apakah akan banyak rakyat yang datang untuk memilih ataukah justru memilih untuk tidak memilih. Kita lihat saja.(*)
Sorot, Dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Sabtu 11 Oktober 2008.

Thursday, October 09, 2008

Lebaran dan Ultah Kaka

LEBARAN, Idul Fitri 1429 Hijriah, jatuh pada 1 Oktober lalu. Di tanggal itu pula Kaka Bila berulang tahun yang ke enam. Tak terasa, anak sulung saya dan Bu Eri ini sudah enam tahun. Dia sudah tinggi, sudah bisa protes keras, balik bertanya, membalikkan pertanyaan pun bisa, dan sudah kuat berpuasa Ramadan walau hanya beberapa hari yang full time.

Seperti biasa, kami sekeluarga salat Ied di lapangan parkir Kampus Unjani. Kali ini lengkap. Mas Nur, Mbak Ning dan Yasmin, datang dari Tangerang berlebaran di Cimahi. Mas Rohman dan Mbak Ani, Mas Rikhan dan Teh Rina berikut anak-anaknya juga ada. Tahun lalu, kami bercerai berai, karena merayakan lebaran di kampung halaman istri masing-masing.

Yang menjadi imam salat Ied adalah Pak Dais, yang kebagian khutbah Pak Basar. Ceramah usai, kami pun bersalam-salaman, mengular, saling memaafkan. Sayang, saya tidak bawa kamera saat Ied itu. Lupa.

Nah, pulang ke rumah, kami pun bersalam-salaman dan meminta maaf pada Ibu dan Bapak, dan keluarga lainnya. Tempatnya di warung kecil, di pinggir rumah yang belum jadi. Sempit memang, tapi tetap terasa lega, karena semua sudah saling memaafkan.

Dari situ, barulah acara ultah Kaka di rumah kontrakan. Sehari sebelumnya, saya dan Bu Eri mengambil kue tart pesanan di Ny Liem. Hanya kue itu saja yang menjadi penanda ulang tahun. Tidak ada acara mengundang anak-anak sekampung atau congcot nasi kuning. Bahkan kado khusus dari saya dan Bu Eri pun tidak ada. Hanya doa dari Mbah Kakung saja yang menjadi pengantar sekaligus penutup acara ultah Kaka.

Saya bilang ke Kaka, baju-baju lebaran itu juga sudah kado dari ayah dan ibu. Jadi tidak usah sedih tidak dapat kado. Setelah itu barulah Kaka meniup lilin di kue tart. Kue-kue itu dipotong, lalu dibagikan pada keponakan-keponakan, dan anak tetangga di depan rumah kontrakan.

Ya Allah, kami bersyukur atas segala nikmat yang Engkau berikan. Mudah-mudahan kami bisa menjaga dua amanat yang Engkau berikan kemana kami. Mendidik mereka menjadi anak-anak yang solehah, menjadi pejuang bagi agamaMu. Amin.(*)

Lagu Religi Afghan


Akhir-akhir ini, pascalebaran, saya sering memutar sebuah lagu milik Afghan, Padamu Kubersujud. Berulang kali dan berulang kali. Walau sering diputar, saya tak hapal lagu itu. Saya memang bukan penghapal lagu, saya hanya mencoba mencermati makna setiap ungkapan atau syair lagu itu.

Lagu ini keluar jelang Ramadan. Seperti halnya penyanyi pemusik lain yang meramaikan Ramadan dengan lagu religius. Tentu faktor daya tarik ada pada diri Afghan dan suaranya yang bervibrasi itu. Di tengah kerubutan band-band baru, sosok penyanyi solois dan masih muda,tentu cukup fenomenal.

Tidak ada yang istimewa sesungguhnya dengan syair-syair lagu ini. Karena itulah yang rasanya yang kita panjatkan dalam doa sehari-hari, bukan?. Memohon ampunan, memohon diterimanya taubat, bersyukur atas karunia Allah.

Kita lihat bait pertama lagu ini:

Ku menatap dalam kelam
tiada yang bisa kulihat
selain hanya namaMu, ya Allah

Dalam kajian tasawuf, jika seseorang sudah bisa menghilangkan bayangan dunia di kepala dan hati, maka yang muncul hanyalah Allah semata. Allah hadir dalam setiap detak jantung, denyut nadi, hembusan napas, tatapan mata, desir angin, gerak hati. Tak terbetik sedikitpun hawa dunia, kecuali nama Allah yang terus mengiang, mendengung, berkelindan, memancar dari seluruh pancaindera.

Seandainya bait pertama lagu ini yang terjadi di setiap langkah kita, damailah dunia ini. Tak akan ada kejahatan, kemaksiatan, tak akan ada korupsi, perebutan kekuasaan dan harta, karena Allah bersama kita, melihat kita, menyaksikan gerak kita. Hanya Allah yang menjadi tujuan hidup ini. Seperti yang sering dizikirkan para sufi: Illahi anta maqsudi, Ya Tuhanku, Engkaulah tujuan hidup kami.

Untuk bait-bait selanjutnya, silakan direview sendiri. Di bawah ini lanjutannya:

Esok ataukah nanti
ampuni semua salahku
lindungi aku dari
segala fitnah

Kau tempatku meminta
Kau beriku bahagia
jadikan aku selamanya
hambaMu yang selalu bertaubat

Ampuniku ya Allah
yang sering melupakanMu
saat Kau limpahkan karuniaMu
dalam sunyi aku bersujud

Wednesday, October 01, 2008

Mohon Maaf Lahir dan Batin

Kata maaf adalah kunci pembuka langit pengampunan. Sikap pemaaf adalah sikap yang sangat disukai Allah Azza wajalla. Dan jadilah pemaaf bagi setiap kesalahan yang kami perbuat, bagi sekeranjang janji yang diingkari, bagi ucapan yang menyakitkan hati, bagi hati yang tak ikhlas. Mohon maaf lahir dan batin. Minal Aidin Wal Faizin, Taqobbalallahu minna waminkum siya mana wasiyamakum. Dari kami, keluarga Mac.
Idul Fitri