Saturday, October 29, 2011

Akhir Tragis Khadafi

PESTA pora rakyat Libya langsung pecah begitu tersebar kabar, pemimpin tiran Libya yang terguling, Moammar Khadafi, tertangkap dan tewas ditembak pasukan Dewan Transisi Nasional. Pasukan yang didukung penuh kekuatan NATO itu menemukan Khadafi bersembunyi di sebuah got, setelah tersudut serangan udara NATO dan pesawat tanpa awak AS, Predator.

Gambar di televisi menunjukkan Khadafi diturunkan dari sebuah mobil pikap dengan kondisi compang-camping. Tak ada lagi pakaian kebesarannya yang penuh dengan bintang dan tanda jasa. Juga tak ada pula peci kecil dan serban hitam di pundaknya. Tak lama, ia terlihat terkulai di jalanan. Rupanya, ia ditembak anggota pasukan NTC, konon kabarnya memakai pistol emas milik Khadafi sendiri.

Akhir riwayat yang tragis dari seorang tiran yang dulu begitu dielu-elukan. Orang kuat yang mampu menantang keangkuhan Amerika Serikat. Sempat menjadi harapan Afrika dan Timur Tengah di tengah dominasi hegemoni Amerika. Tapi di akhir hidupnya, ia diburu bak anjing geladak.

Wednesday, October 19, 2011

Ciput Ninja ala Baju Enggal

SELAIN membuat baju-baju wanita, Baju Enggal pun membuat pula bagian dari aksesori pakaian wanita, terutama yang berkerudung. Kami membuat ciput ninja. Ciput merupakan kain bagian dalam sebelum memakai jilbab.

Bahan yang kami gunakan adalah spandek rayon. Bahan jenis ini tidak panas, adem, kalaupun berkeringat langsung terserap. Berbeda dengan bahan spandek balon yang licin dan panas.

Harga yang kami tawarkan adalah Rp 30
.000 per pcs. Tentu bagi para reseller ada harga khusus yang jauh lebih murah ketimbang beli eceran. Warna pun bisa bermacam-macam: putih, cokelat muda, cokelat, ungu, hitam, dan merah muda.

Friday, October 14, 2011

TARGET PERSIB: JUARA


SEBENTAR lagi Liga Indonesia musim 2011-2012 akan segera bergulir. Dan Persib Bandung kebagian membuka laga perdana Liga ini melawan Semen Padang di Stadion Si Jalak Harupat, Soreang, Sabtu (15/10).

Tentu harapan kami, Bobotoh Persib dan masyarakat Bandung dan Jawa Barat, Persib bisa kembali menjadi juara Liga. Terlalu lama gelar juara tak mampir di pundak Maung Bandung.

Saat peluncuran tim skuad Persib Bandung, Kamis (13/10) malam, para petinggi Maung Bandung ingin di musim ini Persib bisa merebut gelar juara liga.
"Target kami bukan papan tengah atau papan atas. Sejak tahun 1994 Persib tak juara. Jadi, target musim ini juara," kata Direktur Utama PT Persib Bandung Bermartabat (PBB), Glenn T Sugita.

Vini, Ooopini...

GURU honorer SD Regol 13, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut, itu bisa bernapas lega. Status penahanannya diubah menjadi tahanan kota dan ia pun bisa pulang ke rumah bertemu anak-anak dan suami yang dicintainya.

Itulah Vini Noviyanti (33), sang guru honorer yang belakangan ini menjadi buah bibir masyarakat, terutama di Garut. Wajahnya yang cantik terus tersorot kamera dan terpampang di surat kabar.

Ia harus duduk di kursi hijau menghadapi dakwaan penganiayaan, gara-gara melempar segenggam pasir ke muka seorang pengusaha di Garut, H Ee Syamsudin. Tak jelas benar apa masalah sesungguhnya antara Vini dan suaminya dengan H Ee. Apakah soal kredit macet, menunggak utang, tagihan tak terbayar. Yang pasti, sama sekali tidak ada hubungannya dengan dunia pendidikan secara langsung.

Ini bukan kisah guru terpencil, atau guru dizalimi karena honornya disunat. Sama sekali bukan. Kasus ini murni persoalan pribadi Vini dan keluarga dengan pengusaha. Hanya saja, itu berimbas pada dunia pendidikan, ketika sang anak didik tak lagi mendapati ajaran dari Vini.

Nah, yang membuat kasus ini memuncratkan simpati pada Vini adalah ketika ia ditahan dan tidak bisa lagi mengajar. Murid-murid begitu kehilangan ibu guru kesayangan di SDN Regol 13 itu. Tak ada lagi yang mengajar bahasa Inggris di sekolah itu. Walaupun suami Vini yang juga guru bahasa Inggris menggantikan sementara posisi Vini, tetap saja berbeda bagi murid-murid.

Nasib Kikim, Nasib TKI

HAMPIR setahun lamanya, jenazah Kikim Komalasari terkatung-katung di Arab Saudi. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Cipeuyeum, Kabupaten Cianjur itu tewas mengenaskan. Ia dibunuh majikannya secara terencana dan mayatnya dibuang di tong sampah.

Kamis (29/9), jasad Kikim akhirnya bersatu dengan tanah merah Cianjur. Terbujur dalam peti mati yang tidak bisa dibuka pihak keluarga, Kikim membawa serta mimpi-mimpi yang pernah dirajut saat berangkat ke Arab Saudi.

Namun kasus Kikim ini belum selesai secara hukum. Suami istri penganiaya Kikim kabarnya masih dalam tahanan pemerintah provinsi Abha di Arab Saudi. Keduanya tengah menunggu sidang pertama. Ancaman hukuman untuk mereka adalah hukuman mati.
Nah, tugas pemerintah Indonesia lah untuk mengawal kasus Kikim hingga tuntas. Jangan sampai kasus ini tidak lagi dipantau setelah jenazah Kikim dipulangkan.

Babakan Siliwangi Mendunia

LEBAK Gede, begitu dulu nama kawasan di lembah Cikapundung ini. Kenangan tentang Lebak Gede yang hijau permai dan hamparan sawah memang hanya tertinggal dalam cerita orangtua ataupun tulisan seputar Bandung Tempo Doeloe. Yang tersisa hanyalah sacangkewok hutan kecil. Itulah yang kini orang mengenalnya sebagai Babakan Siliwangi.

Namun hutan kecil Babakan Siliwangi itu pulalah yang bakal mendunia. Jika tak ada aral, pekan depan, hutan seluas 3,8 hektare di tengah perkotaan ini akan diresmikan sebagai hutan kota dunia pertama di Indonesia.

Peresmiannya bakal bersamaan dengan Konferensi Lingkungan Anak dan Pemuda 2011 yang diiktui sekitar 1.000 pemuda dari berbagai negara. Tak cuma itu, petenis cantik Maria Sharapova dan pesepakbola terkenal, Samuel Eto'o, pun dijadwalkan hadir di acara ini.

Monday, June 20, 2011

Suara Melorot

MELEDAKNYA pemberitaan soal M Nazaruddin di media massa ternyata membawa pengaruh negatif bagi Partai Demokrat. Gara-gara Nazaruddin, perolehan suara partai pemenang pemilu itu diprediksi bakal melorot.

Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada Juni 2011 menunjukkan ketidaktegasan Partai Demokrat mengawal kasus Nazaruddin membuat publik tidak percaya dengan partai tersebut.

Di sisi lain, tingkat kepercayaan publik terhadap Partai Golkar dan PDI Perjuangan naik, bahkan melewati Partai Demokrat. Tentu ini semacam bola muntah dari publik yang tidak memilih Demokrat, lalu berpindah ke partai lain. Dalam hal ini, Golkar dan PDI Perjuangan menangguk keuntungan dari munculnya kasus-kasus politik dan hukum yang melibatkan kader Demokrat.

Hakim Suap

DUH, mau bagaimana lagi negeri ini jika suap dan korupsi sudah menjadi menjadi tontonan, tuntunan, dan tuntutan sehari-hari. Sepertinya tak ada lagi ruang hampa korupsi dan suap. Tak lagi bisa kita temukan sudut-sudut kehidupan yang bebas dari perilaku curang, rakus, dan tamak.

Tak terkecuali pada diri seorang hakim. Di tangannya, timbangan yang dipegang Dewi Themis atau Justitia dalam mitologi Roma akan condong ke sebelah kiri, ke kanan, atau diam di tengah.

Tapi begitulah, kemilau dunia sering kali membuat lupa nurani dan rasa keadilan seorang hakim. Tidak heran jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa kali menangkap sejumlah hakim yang ditengarai terlibat suap untuk memenangkan pihak tertentu.


Itu pula yang menimpa Hakim Syarifuddin, hakim kepailitan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Syarifuddin ditangkap di rumahnya dengan dugaan menerima suap dari pihak yang kasusnya sedang ditanganinya.

Memang, tak ada ruang kebal suap dan korupsi bagi siapapun di negeri ini. Semua celah sudah dimasuki. Menyelundup dengan lincah walau di ruang sempit, suap dan korupsi terus merajalela,

Tak peduli hakim, jaksa, polisi, politikus, wakil rakyat, menteri, istana presiden, tukang parkir, petugas jembatan timbangan, pedagang, semua telah disusupi siluman suap. Kelasnya pun beragam, semua kelas tersedia, mulai kelas anak teri, teri, bapak teri, hingga paus jombo dan mbahnya paus jumbo.

Perhatikan saja apa yang ditayangkan televisi atau diwartakan media cetak. Suap dan korupsi selalu berada di garda terdepan tayangan berita. Entah tokoh sosialita yang kabur ke luar negeri karena dugaan kasus suap, politikus yang sembunyi di negeri jiran juga karena dugaan suap, atau mantan kepala penjara yang disidang karena diduga menerima suap dari raja suap, Gayus Tambunan.

Jadi apa lagi yang bisa diharapkan dari negeri ini? Tidakkah kita menyadari apa yang dipertontonkan hari ini berpotensi menjadi sebuah tindakan dari generasi muda di masa depan. Peristiwa suap dan korupsi karena muncul setiap hari lama-lama mengendap dalam memori bawah sadar, sehingga menjadi sebuah tindakan yang lumrah. Ketika di masa depan generasi muda ini bertindak seperti itu, tidak akan muncul rasa bersalah, karena hal itu sudah lumrah. Orang-orang dulu pun berlaku seperti itu.

Inilah, ketika moral tak lagi jadi panglima, maka tak ada pilihan lain, selain kehancuran. Ketika iman tak lagi jadi pegangan, apapun akan diterjang demi merehttp://www.blogger.com/img/blank.gifngkuh harta dunia berlimpah.

Benar apa yang diungkapkan aktivis Indonesia Corruption Watch, bahwa pangkal dari suap dan korupsi saat ini adalah ketamakan, kerakusan, dan keserakahan terhadap dunia. Remunerasi gaji bagi hakim ataupun pegawai negeri lainnya tak mempan dan tak cukup menghentikan gelombang suap dan korupsi. Para pelaku tidak lagi mendasarkan diri pada kebutuhan, tapi mereka serakah terhadap dunia yang sudah mereka miliki.

Cinta dunia, itulah pangkal segala malapetaka. Kepada mereka yang masih muda dan berpikiran bersih, tak hanya menanamkan semangat antikorupsi antisuap pada hati dan pikiran terdalam, tapi wujudkan dalam tindakan sehari-hari demi menyelamatkan generasi mendatang dari cengkeraman siluman-siluman suap dan korupsi. (*)
Sorot, dimuat di Harian Tribun Jabar edisi 4 Juni 2011


Thursday, May 19, 2011

Intelijen

HAMPIR sepuluh tahun, Amerika Serikat memburu tokoh Tandzim Alqaidah, Usamah bin Ladin (sering ditulis sebagai Osama bin Laden). Perburuan dimulai setelah gedung World Trade Center (WTC) di New York ambruk diserang kelompok teroris. Telunjuk George W Bush, presiden AS kala itu, langsung menunjuk Usamah bin Ladin dan Alqaidah berada di balik teror itu.

Maka menyebarlah agen-agen andalan Central Intelligence Agency (CIA) ke pelosok-pelosok negeri kaum mullah, ke negeri Saddam Husein, ke gurun-gurun tandus Pakistan, untuk memburu Usamah yang jiwanya dihargai 25 miliar dolar AS.
Intel-intel CIA yang dibekali segunung peralatan tercanggih untuk mendeteksi keberadaan Usamah. Setiap titik, sekecil apapun, informasi, mereka selidiki dan telusuri.

Pengakuan dari sejumlah anggota Alqaidah yang tertangkap semakin mendekatkan jarak para intel ini dengan lokasi persembunyian Usamah bin Ladin. Dari jejak kurir-kurir kepercayaan Usamah lah akhirnya terungkap jelas bahwa tokoh nomor wahid Alqaidah itu ternyata tak berada di gua-gua dan gurun tandus di Afganistan. CIA menyakini Usamah bersembunyi di sebuah rumah mewah, mansion, di kawasan permukiman pensiunan tentara di Abbottada, sekitar 150 km dari ibukota Pakistan, Islamabad. Rumah berlantai tiga itu pun jaraknya hanya ratusan meter dari sebuah akademi militer Pakistan.

Begitu status informasi intelijen itu sudah masuk super valid, disusunlah strategi untuk menyerang kediaman Usamah. Urusan serang menyerang ini tak melibatkan secara langsung CIA. Tapi sebuah tim khusus dari Navy SEALs, pasukan khusus antiteror Angkatan Laut AS, yang bergerak di depan. Konon, setelah terlibat baku tembak, hanya dalam tempo empat puluh menit, pasukan kecil berjumlah 25 orang itu berhasil mengakhiri perburuan panjang terhadap Usamah bin Ladin.

Dari perburuan panjang itu, kita mengetahui, bahwa tanpa peran intelijen yang tak kenal lelah mengumpulkan informasi, mustahil Barrack Obama menepuk dada bisa menewaskan Usamah bin Ladin. Walau harus mengeluarkan jutaan dolar untuk proyek memburu musuh nomor wahid, kerja CIA tak sia-sia. Mereka menunjukkan bahwa intelijen yang kuat, solid, dan profesional bisa membuat negara kuat. Ancaman terhadap negara pun bisa diantisipasi sejak dini.

Berbeda dengan kondisi di negara kita. Sejak reformasi bergulir, kekuatan intelijen tak mumpuni lagi. Tak heran, konflik horizontal di tengah masyarakat sering tak bisa dicegah. Aksi terorisme pun merebak. Intelijen seolah tak mampu mengantisipasi kehadiran kelompok-kelompok berpaham radikal di sekitar masyarakat.

Belakangan ini muncul kembali isu lama, Negara Islam Indonesia (NII) KW IX. Dari sisi ideologinya, jelas NII adalah makar. Tapi upaya untuk memberangusnya tak kunjung datang. Alih-alih NII hilang dari NKRI, malah korban di kalangan mahasiswa dan pelajar yang bergabung ke NII, semakin banyak.

Padahal gerakan NII yang katanya bawah tanah itu sudah benar-benar nyata. Sangat banyak mantan-mantan anggota dan petinggi NII yang keluar. Dari mereka lah, informasi soal keberadaan NII itu datang.

Tapi begitulah, informasi itu tak kunjung menjadi sebuah aksi, seperti yang dilakukan Obama. Mengharap keresahan masyarakat soal gerakan NII KW IX berakhir rasanya masih lama. Apalagi kalau harus menunggu Rancangan Undang-Undang Intelijen beres lebih dulu. Tanpa UU itu, intelijen kita tak bisa bergerak leluasa. Tentu semakin lama dan boleh jadi korban NII pun semakin banyak. Seperti aksi intelijen Obama, pukul kepalanya, mudah- mudahan badan dan ekornya tak menggeliat lagi. Begitu pula rupanya untuk mengatasi NII KW IX dan NII lainnya. Semoga. (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Kamis 5 Mei 2011.

Ini Bukan Negara Gosip

ISU langsung bertebaran begitu bom paket buku yang dialamatkan kepada Ulil Abshar Abdalla meledak. Ada yang bilang motif berbau politis, seperti diungkapkan beramai-ramai oleh para politikus. Ini terkait dengan posisi Ulil sebagai salah seorang petinggi di Partai Demokrat, yang belakangan rajin mengulas soal kocok ulang kabinet.

Lalu ada pula pejabat pemerintahan yang biasa menangani desk teroris langsung memastikan pelaku adalah teroris, tanpa bisa menyebut teroris jaringan mana yang dimaksud. Ada pula pengamat ekonomi yang menyebut Amerika Serikat berada di balik bom paket buku ini, sambil kebingungan bagaimana caranya supaya Amerika bisa terkait.
Dan Istana pun kegeeran dengan menyebutkan ledakan bom itu bukanlah pengalihan terhadap isu resuffle ataupun heboh Wikileaks yang selama tiga hari terakhir dihembuskan dari negeri Kanguru menghantam pemerintahan SBY.


Semua bertaburan, tanpa mampu memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Dan yang pasti, semakin membingungkan masyarakat. Polisi sendiri, sebagai aparat yang berwenang menangani kasus ini, anteng saja. Pejabat kepolisian menyatakan, belum mengetahui siapa pelaku, motivasinya apa. Selama fakta belum di lapangan belum memadat dan mengerucut pada pelaku, polisi bakal terus menyelidiki.

Bom kali ini memang cukup mengagetkan. Di tengah semarak berita bocoran Wikileaks yang menampar muka SBY, serta di antara simpati untuk masyarakat Jepang yang diguncang gempa dan dihantam tsunami, peristiwa ini menyeruak.

Walau skalanya kecil, daya ledak rendah, tapi berhasil membuat masyakarat terteror. Tiga buah paket buku disebar ke tiga tempat, dan hanya satu yang meledak, karena kecerobohan petugas kepolisian.

Inilah bom dengan modus paket buku pertama di Indonesia. Selama ini, modus lama pengeboman, seperti bom ransel, bom mobil, bom sepeda, sudah umum diketahui. Tak ada yang menyangka, buku tebal dengan jilid tebal, rupanya bisa menjadi sebuah kotak penyimpan detonator dan bahan peledak.

Tak pelak, semua orang meningkatkan kewaspadaan. Sehari pascaledakan, Kantor berita 68H dijaga ketat anggota Brimob. Pengelola 68H pun berencana memperbaharui sistem keamanan di lingkungan mereka, agar tidak terjadi peristiwa serupa.
Gedung Badan Narkotika Nasional juga dijaga anggota Densus 88. Setiap orang dan barang yang masuk digeledah secara mendetail supaya tidak kecolongan.

Di sisi ini, tujuan pelaku untuk meneror Ulil dan kawan-kawan serta masyarakat secara umum, berhasil. Ketakutan terhadap teror mulai menghantui.
Tapi ingat, bagaimanapun negara tidak boleh kalah oleh teror. Dan ini bukan negara gosip, yang beredar ke sana ke mari berdasar kecap asal bual pinggir jalan. Ini negara hukum yang harus jelas penegakannya.

Siapa yang menjadi pelaku tidak boleh asal tunjuk hidung. Tidak boleh asal bunyi, berdasar dugaan semata, apalagi gosip. Tapi harus jelas fakta dan bukti-bukti.
Semua pihak harus menunggu hasil penyelidikan kasus oleh aparat kepolisian hingga tuntas. Dan kita berharap, teror semacam ini tak terjadi lagi. Sudah cukup "teror" yang setiap hari membebani pundak warga negeri ini. Kemiskinan, pengangguran, terbelit utang, dikejar debt collector, harga pangan melambung, tiket KA bakal naik, melaju di jalanan yang berlubang, pungli di sepanjang jalan, dan kriminalitas yang tinggi. Kita selesaikan satu per satu, agar mimpi untuk hidup di negeri yang aman dan makmur, tercapai.(*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Kamis 17 Maret 2011

Cuci Otak

BEBERAPA hari belakangan ini, marak diberitakan tentang sejumlah remaja atau mahasiswa yang menjadi korban cuci otak. Kasus Lian Febriyanti, seorang calon pegawai negeri sipil di Kementerian Perhubungan, menjadi pembuka kasus cuci otak di tahun ini.

Lian ditemukan dalam kondisi linglung di daerah Puncak, Bogor, setelah menghilang beberapa hari. Saat ditemukan, ia mengenakan cadar dan mengaku bernama Maryam. Ia hanya samarsamar mengetahui keluarganya. Masih beruntung keluarganya bisa menemukan Lian, walau harus melakukan terapi psikologis agar ingatan Lian pulih kembali.

Lalu di Malang Jawa Timur, sejumlah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang dan Universitas Brawijaya juga menjadi korban cuci otak. Mereka menjalani baiat di sebuah tempat di Jakarta. Selain itu, mereka pun dimintai uang sebagai infak yang jumlahnya mencapai jutaan rupiah per orang.

Belum terhitung kasus hilang di daerah lain, termasuk di Bandung. Fitriyanti, seorang guru TK di Kiaracondong, menghilang sejak empat tahun lalu dan kini tak ada kabar beritanya.

Kasus semacam ini bukanlah hal baru. Sama seperti beberapa tahun lalu, kasus seperti ini selalu dikaitkan dengan sebuah kelompok yang mengusung ide negara Islam di Indonesia. Ide yang sebenarnya seusia dengan republik ini, bahkan jauh lebih tua.

Cuci otak sangat mungkin menjadi cara terampuh mereka untuk merekrut anggota. Simak apa yang diungkapkan pengamat terorisme yang juga ahli hipnotis, Mardigu Prasetyanto, menyebutkan modus indoktrinasi, cuci otak, atau istilah lainnya, merupakan jalan singkat untuk mencari anggota sebanyak-banyaknya.

Tapi di tayangan televisi, sejumlah mantan anggota kelompok ini membantah mereka menggunakan cara cuci otak. Mereka berkilah itu bukan cuci otak, tapi indoktrinasi.

Tentu itu alasan yang menggelikan. Berdasar kamus besar bahasa Indonesia, indoktrinasi adalah pemberian ajaran secara mendalam (tanpa kritik) atau penggemblengan mengenai suatu paham atu doktrin tertentu dengan melihat suatu kebenaran dari arah tertentu saja. Bukankah praktik cuci otak pun sama dan sebangun dengan pengertian indoktrinasi itu? Menanamkan pemahaman atau kebenaran baru tanpa syarat agar korban patuh terhadap apa yang diperintahkan pelaku cuci otak.

Karena bukan kasus baru, kita sangat yakin pemerintah sudah tahu persoalan ini. Entah tangan tak terlihat siapa yang bermain, pemerintah seolah tak bisa berbuat banyak.

Padahal isu yang kelompok ini bawa adalah isu genting, isu makar. Isu yang menghantui republik ini sepanjang sejarahnya. Catatan sejarah menunjukkan, dari Sabang sampai Merauki, isu "merdeka" selalu berkumandang di setiap tempat. Dan sikap tegas pun selalu diperlihatkan pemerintah dengan menumpas habis gerakan-gerakan "merdeka" itu.

Jangan biarkan gerakan kelompok ini semakin membesar. Jangan biarkan semakin banyak anak-anak muda yang hilang tanpa jejak. Jangan biarkan semakin banyak keluarga kehilangan mata jiwa mereka. Jangan biarkan api dalam sekam semakin membara. Sudah saatnya diselesaikan. (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Selasa 26 April 2011

Mobil Ketua

MEMANG sulit mencari teladan di zaman hedonis ini. Ketika penghargaan hanya dilihat dari materi, maka apa yang menjadi milik lah yang akan menentukan status seseorang. Tak heran, seorang Inong Melinda Dee habis-habisan menguras dana kliennya di Citibank, salah satunya untuk membiayai gaya hidup di kalangan jetset di Jakarta dan mengoleksi mobil-mobil mewah yang bisa bikin tercengang warga Cipelah, di ujung Ciwidey sana, hanya karena mendengar merek mobilnya saja.

Tak ada pula teladan yang ditunjukkan Ketua DPRD Jabar Irfan Suryanagara saat mengajukan pengadaan kendaraan dinas seharga Rp 2,25 miliar. Atau pengadaan mobil dinas untuk seluruh anggota DPRD Jabar senilai Rp 6,2 miliar.

Adakah masih tersisa rasa malu, di kala ribuan guru honorer menjerit karena gajinya belum dibayar bertahun-tahun, ketika perawat di RSUD di Garut tak bisa menikmati hasil keringatnya, para wakil rakyat hanya memikirkan kepentingan mereka sendiri.
Kita jadi bertanya-tanya, sesungguhnya rakyat mana yang diwakili para wakil rakyat itu?

Mungkin tidak seimbang, membandingkan antara Ketua DPRD Jabar dengan Presiden Iran Ahmadinejad. Walaupun dia memimpin sebuah negara di kawasan Timur Tengah, Ahmadinejad justru dikenal sebagai pemimpin yang sederhana.

Sehari-hari Ahmadinejad tidak ingin memakai mobil dinas milik negara yang dibiayai rakyat. Ia pakai mobil pribadi, sebuah mobil keluaran tahun 1977. Ahmadinejad tinggal di sebuah rumah sederhana warisan ayahnya 40 tahun yang lalu di sebuah daerah kumuh di Teheran. Rekening banknya bersaldo minimum, dan satusatunya uang yang masuk adalah uang gaji bulanannya sebagai dosen di sebuah universitas yang hanya senilai US$ 250.

Selama menjabat sebagai Presiden Iran, ia tinggal di rumahnya sendiri. Ia tidak mengambil gajinya sebagai Presiden, alasannya adalah bahwa semua kesejahteraan adalah milik negara dan ia bertugas untuk menjaganya.

Dan masih banyak lagi bentuk-bentuk kesederhanaan yang dijalani Ahmadinejad. Bagi kita, jangankan untuk meniru sikap Khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang terkenal sebagai khalifah sederhana yang mampu menyejahterakan rakyatnya, untuk meniru sosok Ahmadinejad saja rasanya sulit.

Ketua DPRD beralasan bahwa kunjungan ke daerah Jabar selatan membutuhkan kendaraan yang tangguh. Ia mencontohkan, saat berkunjung ke Cianjur selatan, ban mobilnya kempes di jalan.

Kemudian, ia mempertanyakan mengapa hanya kendaraan dinasnya yang dipersoalkan, sementara kendaraan dinas Gubernur dan Wagub Jabar yang nilainya sama, tidak dipertanyakan.

Logika alasan yang aneh, sesungguhnya. Mengapa hanya karena ban kempes, kemudian meminta mobil. Mengapa tidak meminta perbaikan jalan agar mulus, sehingga tidak ada lagi kerusakan parah yang seolah menjadi trademark kondisi jalan-jalan di daerah Jabar selatan. Dengan dana Rp 2,2 miliar, dipastikan puluhan kilometer jalan di pelosok daerah bisa mulus.

Kalaupun Ketua DPRD beralasan Gubernur juga mengendarai mobil yang mahal, justru seharusnya dia muncul sebagai pelopor, sang pemula, yang menolak mobil dinas dengan harga mahal itu. Tunjukkan bahwa Ketua DPRD Jabar bisa berbeda dengan Gubernur Jabar dalam hal kesederhanaan memakai mobil dinas. Ah, memang susah mencari teladan di negeri ini.
(*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Kamis 7 April 2011

Saturday, April 02, 2011

Kekalahan Mental

KEMENANGAN Persib saat laga melawan Persiwa Wamena, Kamis (24/3), dan hasil draw ketika bertemu Persipura, Minggu (27/3), sesungguhnya adalah kekalahan mental Persib. Bayangkan, setelah unggul 2-0, tim lawan bisa menyamakan kedudukan. Masih beruntung, Persib tak dirundung kekalahan.

Saat menghadapi Persiwa, Persib harus berterima kasih kepada Miljan Radovic. Tendangan geledeknya mampu menjebol gawang lawan hingga dua kali sehingga Persib bisa menang. Sementara ketika melawan Mutiara Hitam, Persib tak menunjukkan semangat permainan seperti pada babak pertama. Kebangkitan Persipura terjadi di menit-menit akhir babak kedua. Entah bagaimana jadinya jika waktu pertandingan masih lama. Sangat mungkin tim Mutiara Hitam itu bisa mempermalukan Persib di hadapan bobotohnya sendiri.

Mengapa hal itu bisa terjadi? Kondisi seperti ini, unggul lebih dulu dari lawan dan tak bisa mempertahankannya, seolah menjadi kebiasaan Persib, yang tentu saja sangat buruk tak perlu dipelihara. Pemain selalu lengah dan santai. Tak terlihat pergerakan tanpa bola dari pemain, seolah Persib sudah menang. Padahal pertandingan masih berjalan dan waktu tersisa cukup lama.

Mungkin Persih harus mencontoh Liverpool saat menjadi juara Champions tahun 2005. Di babak pertama, Liverpool sudah tertinggal 0-3 dari AC Milan. Angka yang rasanya sulit disamakan. Terlebih AC Milan masih punya palang pintu tangguh, Paolo Maldini.

Namun apa yang terjadi? Di babak kedua, semangat The Reds tak pernah mengendur, malah semakin menjadi-jadi. Tiga gol berhasil dilesakkan Steven Gerrard dan kawan-kawan sehingga memaksakan perpanjangan waktu dan adu penalti.

Seperti kita ketahui, Liverpool jadi pemenang dari laga dramatis yang paling dikenang. Seperti halnya Liverpool, Persipura pun memiliki mental juara. Itu ditunjukkan dengan kemampuan mereka mengejar defisit gol. Tertinggal dua gol bukan persoalan besar bagi mereka.

Mereka terus berusaha menekan pertahanan Persib yang kian longgar dan terbuka. Hasilnya bisa ditebak. Barisan pertahanan Maung Bandung kocar-kacir dan gol pun hanya menunggu waktu. Dan itu terbukti.

Mungkin yang tidak dimiliki Persib saat ini satu hal penting itu, mental juara. Lama tak pernah menggenggam trofi tertinggi Liga Super membuat Persib seolah tak punya karisma lagi sebagai tim juara. Persib begitu terlena dengan kebesaran dan kejayaan di masa lalu. Kini Persib harus menghadapi kenyataan, nama besar Maung Bandung tak cukup bisa menggentarkan jantung dan hati lawan.

Tak ada kemenangan dan kekalahan sebelum peluit terakhir berbunyi. Ini yang harus menjadi pegangan setiap pemain Persib. Agar mereka bertarung sepanjang pertandingan berlangsung. Bermain ibarat banteng ketaton yang tak pernah kehabisan tenaga, berjibaku mempertahankan kehormatan tim, bertarung untuk meninggikan kebanggaan masyarakat Bandung dan Jabar.

Latihan keras, disiplin tinggi, kebersamaan, soliditas, kekompakan, harmonisasi tim dan manajemen, perhatian terhadap pemain, menjadi kunci agar mentalitas juara itu kembali dimiliki Persib. Saatnya mental Maung itu mampu menggentarkan lawan-lawan. Mengaumlah, Persib! (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Selasa 29 Maret 2011.

Saturday, March 12, 2011

Koalisi BBM

ENDING yang sudah terbaca akhirnya terungkap juga. Partai Golkar tetap berada di koalisi bersama Partai Demokrat. Meski Golkar mbalelo dari rapat paripurna hak angket panitia kerja mafia pajak, nyatanya SBY takut juga kehilangan dukungan partai ini.

Tanpa Golkar di koalisi, perjalanan SBY menyelesaikan masa jabatan 2014 bakal menemui batu terjal. Apalagi setelah Megawati Soekarnoputri tetap kukuh membawa PDI Perjuangan di luar pemerintahan, Golkar menjadi kian bernilai di mata SBY.

Pertemuan SBY dengan Ical, Selasa (8/3) di Istana Kepresidenan, seolah melumerkan nyala perbedaan di antara para politikus dua partai. Seusai pertemuan, Ical menyatakan partai berlambang pohon beringin itu tetap bertahan di koalisi.

Jadi, selama ini masyarakat hanya disuguhi dagelan-dagelan politik melalui talkshow-talkshow di televisi, perang pernyataan baik di media online maupun di surat kabar, soal resafel, soal koalisi atau oposisi.

Boleh jadi, PKS pun akan tetap berada di lingkaran koalisi. Mungkin SBY menganggap ultimatumnya tempo hari dalam sebuah pidato di Istana soal partai politik yang tidak sejalan seirama sudah cukup sebagai hukuman.

Padahal ribut-ribut soal resafel kabinet dan mundur tidaknya Golkar dan PKS dari koalisi selama nyaris satu bulan terakhir ini membuat tidak nyaman sejumlah pihak. Tak cuma politikus dua partai yang tentu ketar-ketir soal nasibnya di kabinet, para pengusaha pun demikian. Mereka menginginkan SBY secara tegas menyatakan resafel atau tidak, tanpa perlu pidato berlika-liku sehingga makin menunjukkan keraguan seorang SBY.

Bagaimanapun, pengusaha membutuhkan ketegasan dan kepastian, agar iklim investasi membaik. Para investor punya keyakinan bahwa membuat usaha di Indonesia tidak akan dirugikan persoalan nonbisnis, seperti sosial dan politik.

Terlebih kondisi perekonomian Indonesia pasti agak tertekan dengan kondisi minyak dunia saat ini. "Revolusi" di Libya, yang ternyata tak semudah di Mesir dan Tunisia, menyebabkan harga minyak melambung ke tangga tertinggi, menembus angka 130 dolar AS per barrel. Angka yang katanya tertinggi dalam sejarah minyak dunia.

Daripada ribet dan pusing memikirkan koalisi dan resafel yang tidak jadi- jadi, pemerintah SBY lebih baik memikirkan wacana pembatasan bahan bakar minyak (BBM). Bagaimanapun, ini isu yang lebih berdampak ke masyarakat, daripada isu bola panas resafel kabinet.

Bayangkan saja, tim kajian yang dipimpin Anggito Abimanyu telah membuat tiga skenario soal pembatasan BBM ini. Dan salah satunya adalah menaikkan harga BBM, terutama premium, Rp 500 per liter. Kenaikan ini akan menghemat anggaran hingga Rp 15 triliun.

Lima ratus rupiah mungkin kecil bagi sebagian kecil orang, tapi bagi sebagian besar nilai ini sangat besar. Ini berarti pengeluaran biaya untuk bensin bagi para tukang ojek, pekerja rendahan, angkutan kota, bakal naik. Jika BBM naik, ongkos transportasi pun bakal ikut terkerek. Kalau ongkos naik, harga-harga pangan dan teman-temannya sudah tak mungkin dibendung agar tidak ikut naik.

Sebetulnya ini yang harus jadi fokus SBY, bagaimana caranya kebijakan jangka pendek pembatasan BBM ini tidak memberatkan masyarakat. Kalaupun kenaikan harga BBM adalah sebuah keniscayaan, harus dibuat sedemikian rupa supaya tidak bergejolak yang bisa memicu kenaikan harga kebutuhan yang lain. (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Rabu 9 Maret 2011.

Monday, February 28, 2011

Revolusi PSSI

JANGAN hanya menyebut nama Nurdin, tapi sebutkan nama lengkapnya, Nurdin Halid. Karena pemilik nama Nurdin bertebaran sampai di pojok-pojok kampung.Kasihan mereka, di pelataran halaman Kantor PSSI di Jakarta, bahkan di kandang monyet di Kebun Binatang Bandung, nama Nurdin terus diteriakkan.

"Turunkan Nurdin, turunkan Nurdin", atau "Nurdin koruptor, Nurdin koruptor".
Padahal, Nurdin yang tinggal di pesisian Ciparay, Rancaekek, Astanajapura, Haurgeulis, Pamanukan, tak pernah merasakan duduk di kursi panas ketua umum PSSI. Juga tak pernah mendapat uang panas hasil kongkalingkong impor beras. Jadi, sebut nama lengkapnya, Nurdin Halid.

Hari-hari terakhir ini, telinga Nurdin, hampir lupa, Nurdin Halid, pasti sedang panas bukan kepalang. Para pendukung pembaruan PSSI yang jelas anti-Nurdin Halid berunjuk rasa di beberapa kota, meminta Nurdin Halid tak lagi maju sebagai Ketua Umum PSSI.

Mereka pun menyerukan: Revolusi PSSI! Mungkin mereka terinspirasi Revolusi Melati yang berhasil menjungkalkan Presiden Tunisia Zine al-Abidine Ben Ali, atau Revolusi Mesir yang sukses melengserkan Presiden Hosni Mubarak. Sehingga berharap, gerakan menggoyang Nurdin Halid dari kursi ketua umum PSSI bisa sukses.

Tak lolosnya Jenderal TNI George Toisutta dan pengusaha Arifin Panigoro dari verifikasi Komite Pemilihan PSSI menjadi pintu masuk terkumpulnya energi seia sekata untuk menentang Nurdin Halid. Berbagai kelompok suporter di tanah air mulai mempersatukan diri, menggalang kesamaan visi, demi satu cita-cita: Save Our Soccer.

Keterpurukan persepakbolaan Indonesia di era Nurdin Halid, yang hanya terobati saat penampilan timnas di Piala AFF 2010, menjadi alasan utama untuk tak mendudukkan lagi Nurdin Halid di kursi pemuncak PSSI. Selain itu, status Nurdin Halid yang pernah menjadi tahanan pun menjadi omongan para penggemar sepak bola di Indonesia.
Kini gerakan menggusur Nurdin Halid ini kian masif dan menggumpal. Gerakan yang sesungguhnya merupakan geliat energi besar kasih sayang para pencinta PSSI yang tak ingin melihat PSSI terus terpuruk.

Namun tentu saja, berbeda dengan revolusi sosial atau politik di kawasan Timur Tengah, Revolusi PSSI harus nunut pada tahapan-tahapan pemilihan ketua umum PSSI. Dan kini, bola ada di tangan Komite Banding. Jika Tjipta Lesmana dan kawan-kawan berani meloloskan, minimal, George Toisutta, sebagai calon ketua umum PSSI, kita boleh berharap perubahan di tubuh PSSI akan berlanjut. Tapi kalau ternyata Toisutta tetap tidak lolos, bola salju revolusi itu berada di tangan pemerintah.
Intervensi pemerintah diperlukan untuk membersihkan struktur PSSI dari pengaruh Nurdin Halid, walau itu dilarang FIFA.

Lebih baik dicekal selama beberapa tahun oleh FIFA tak boleh tampil dalam pertandingan sepak bola di bawah FIFA. Asalkan selama pencekalan itu, sepak bola Indonesia berbenah, dan muncul kembali sebagai kekuatan yang disegani, tak cuma di Asia Tenggara, tapi juga Asia, dan dunia. Semoga. (*)
Sorot, dimuat di Harian Tribun Jabar Edisi Rabu

Republik Tahu-Tempe

RIBUAN perajin tempe dan tahu terancam gulung tikar alias tutup usaha. Gara-garanya, harga bahan baku pembuat tahutempe, yaitu kacang kedelai, naik selangit hingga tak terjangkau.

Perajin yang tetap bertahan memproduksi makanan rakyat ini mengurangi jatah produksinya. Selain itu, mereka pun bersiasat. Salah satunya seperti dilakukan perajin tahu Sumedang dengan cara memperkecil ukuran tahu. Harga jual tetap sama, hanya kening pembeli pasti berkerut, karena ukuran tahu mengerut.

Kacang kedelai yang diolah para perajin ini pun kebanyakan impor. Bayangkan saja, dari konsumsi kedelai secara nasional sebanyak 2 juta hingga 2,2 juta ton, tujuh puluh persennya disuplai dari impor. Hanya tiga puluh persen yang dipasok dari pertanian dalam negeri.

Yang paling disukai adalah kacang kedelai dari Amerika Serikat. Lantaran, biji kedelai lebih besar, cocok untuk olahan tempe dan mengandung banyak sari kedelai tahu. Soal kualitas mungkin sebanding dengan lokal. Tapi soal rasa, kacang kedelai lokal tetap tak tertandingi. Sayangnya, produksinya kalah banyak dan harga lebih mahal.
Kondisi ini sungguh mengherankan sekaligus memprihatinkan.

Sejak lama, bahkan sejak kita lahir, didengung-dengungkan bahwa negeri ini subur makmur gemah ripah loh jinawi. Tongkat sekalipun ditancapkan di tanah nusantara, pasti tumbuh menjadi tanaman. Karena itu pula, gembar-gembor swasembada pangan, termasuk kedelai, selalu menjadi program utama, setiap tahun di setiap pemerintahan yang berkuasa. Maklum, negeri kita ini katanya negara agraris, negeri kaum petani, walau kenyataannya air lebih banyak mengepung tanah.

Efek dari kelangkaan kedelai lokal dan kenaikan harga bisa merembet ke sektor lain. Sebagai makanan rakyat yang paling populer, tahu-tempe dengan mudah ditemukan di setiap tempat makan, mulai kelas warung kucing, warung tegal, hingga restoran-restoran besar.

Apa jadinya jika untuk membeli tahu-tempe pun ternyata susah dan mahal tak terkira? Lantas apa lagi menu utama makan rakyat pinggiran yang sudah merasa tercukupi gizinya dengan tahutempe ini.

Jangan sampai harga mahal kedelai mendorong munculnya revolusi tahu-tempe, seperti halnya revolusi di Mesir yang dipicu salah satunya oleh mahalnya harga roti. Jika semua sudah serba mahal, perut tak bisa menahan, revolusi apapun sangat mungkin bangkit.

Inilah yang harus dipikirkan pemerintah, bagaimana caranya agar republik tahu-tempe ini tidak tergantung pengadaan kedelai dari luar. Bagaimana caranya tanah yang subur luas menghampar ini bisa produktif menghasilkan bahan baku tahutempe lebih banyak.

Karena kita tahu, para pemimpin bangsa ini pun besar dan tumbuh bersama dengan makanan rakyat ini. Dari asupan tahutempe pula, lahir bocah-bocah ajaib dan jenius yang andal di bidang teknologi komunikasi di abad 21. Di usia muda, mereka mampu menciptakan program antivirus, games edukatif, dan situs ala Facebook. Kita harus bangga, sesungguhnya republik tahutempe ini tak kalah oleh negeri hotdog, hamburger, dan pizza.(*)
Sorot, dimuat di Harian Tribun Jabar edisi Jumat 11 Februari 2011.

Saturday, February 05, 2011

Jualan Baju: Produk Baru BJE 096-099

BAJU ENGGAL kembali mengeluarkan produk baju terbaru di awal Februari 2011 ini. Kali ini dengan kode mulai BJE 096 hingga 099. BJE 096 dan 098 merupakan pakaian dari bahan katun dengan motif bunga warna ungu. Bedanya, 096 adalah tangan panjang dengan sedikit tambahan variasi di bagian bawah berupa tali. Sedangkan 098 merupakan baju tangan pendek.



Sementara BJE 097 adalah pakaian dengan bahan katun paris. Ini jenis katun yang agak tipis, sehingga ringan dan tak panas saat dipakai. Warnanya adalah merah fanta dengan motif bunga seperti batik. Di model ini, ada tambahan variasi yaitu silky di bagian leher, tangan, dan pinggang.

Sedangkan BJE 099 adalah pakaian bertangan pendek. Bahan tetap sama dari katun dengan warna hijau adem.

Tersedia dari ukuran kecil mulai besar: 6 (XS), 8 (S), 10 (M), 12 (L) 14 (XL), 16 (XXL), 18 (LLL) dan 20 (Super LLL). Harga pakaian ini Rp 50.000 lho. Kecuali untuk ukuran nomor 20, harganya Rp 60.000. Maklum lebih banyak bahan yang dipakai. Seperti produk Baju Enggal lainnya, produk ini juga limited edition alias edisi terbatas. Paling banyak satu model hanya 20 pcs. Yang BJE 099 malah hanya tinggal 3 psc lagi. Pemesanan bisa via Facebook atau kontak ke 08122007706. Melayani juga reseller dengan harga khusus (*)


Gejolak Mesir

KONDISI Mesir kian bergejolak dan makin mengancam stabilitas keamanan di wilayah Afrika Utara dan Timur Tengah. Bagaimanapun, Mesir adalah negeri terbesar di belahan dunia Arab, selalu didaulat sebagai pemimpin negara kawasan ini. Jika negeri Cleopatra ini terguncang, negara-negara lain pun turut terpengaruh, tak terkecuali Israel dan Amerika Serikat.

Karisma Husni Mubarak yang 30 tahun menduduki kursi kepresidenan tanpa pesaing membuatnya disegani negara-negara lain. Sampai-sampai, perdamaian di Palestina tidak akan terjadi tanpa campur tangan Mesir.

Namun masa pemerintahan yang lama membuat rakyat terjebak dalam hegemoni Mubarak. Tak ada yang lain kecuali Mubarak. Dan percikan wangi harum Revolusi Melati di Tunisialah yang membangkitkan kesadaran kaum intelektual Mesir untuk berbuat serupa. Kekuatan people power kembali membuktikan tuahnya. Rakyat Tunisia berhasil memaksa mundur Ben Ali yang juga puluhan tahun jadi presiden. Mereka pun menolak pembentukan pemerintahan baru yang masih diisi anasir-anasir lama, konco Ben Ali.

Harapan itu pula yang digenggam para demonstran antipemerintahan Husni Mubarak. Mereka ingin menjungkalkan despot yang telah puluhan tahun bersemayam dalam benak mereka. Harum Revolusi Melati telah menggugah memori bawah sadar mereka, bahwa selama ini mereka berada di bawah telapak kaki seorang diktator berwajah bayi.

Tentu tiupan angin kebebasan dari Tunisia itu hanyalah faktor eksternal yang memicu percepatan revolusi di Mesir. Justru faktor-faktor internal Mesir sendiri yang sebenarnya bagai bara di dalam sekam. Terlihat tenang di permukaan, tapi menyimpan api di bagian dalam. Pengangguran merebak di mana-mana, perekonomian tak begitu baik, kondisi sosial yang mulai semrawut, serta hegemoni Partai Nasional Demokratik yang dipimpin Husni dengan Sekjen anaknya sendiri, Gamal, yang membuat sebagian besar rakyat jenuh, bahkan muak, dengan kehidupan yang tak pernah berubah itu.

Persoalan yang muncul kemudian, sejuta orang antipemerintah Husni Mubarak yang berkumpul di Lapangan Tahrir belum mampu menjungkalkan Mubarak dalam waktu cepat. Alih-alih lengser, Husni Mubarak dalam pidatonya yang berapi-api justru menolak mundur hingga pemilu pada September mendatang. Hanya ia berjanji tidak akan mencalonkan diri lagi menjadi presiden.

Yang terjadi selanjutnya adalah bentrokan antara massa antipemerintah Mubarak dengan massa pro-Mubarak yang didukung militer. Inilah sesungguhnya yang dikhawatirkan; Mesir bakal terjebak dalam perang saudara tak berkesudahan.
Kalau itu yang terjadi, kita tak bisa membayangkan bagaimana wajah negeri seribu menara ini. Akankah seperti Irak saat awal-awal Saddam Husein digulingkan Amerika? Dalam kondisi seperti itu, memang wajar jika Pemerintah Indonesia segera mengevakuasi warga negara Indonesia dari Mesir. Bagaimanapun keselamatan jiwa adalah yang paling utama diprioritaskan.

Indonesia dan Mesir punya keterkaitan sejarah dan hubungan yang kuat. Mesir lah negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Presiden pertama RI, Soekarno, bersahabat akrab dengan Presiden kedua Mesir, Gamal Abdul Naseer.
Dan Mesir dengan Universitas Al Azharnya, juga Ain Syams, dan Iskandariyah, menjadi impian para santri dan mahasiswa Indonesia yang bergairah melanjutkan pendidikan di bidang ilmu agama. Jebolan-jebolan pesantren di Soreang, Ciamis, Sumedang, Tasikmalaya, Cirebon, atau Gontor biasanya berorientasi meneruskan sekolah di sana. Mudah-mudahan impian mereka tak putus di tengah jalan, hanya karena gejolak politik ini. Semoga Mesir segera pulih kembali. (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Jumat 5 Februari 2011.

Saturday, January 29, 2011

Baju Enggal First Anniversary

HARI ini, Sabtu 29 Januari 2011, adalah satu tahun Baju Enggal, sebuah bisnis rumahan yang dikelola saya dan istri saya. Berawal dari ketidaksengajaan, saat istri saya mengikuti sebuah seminar dan mendapat domain internet secara gratis di juale.com. Karena harus berbentuk usaha, akhirnya diputuskan untuk bisnis pakaian.

Nama Baju Enggal saya comot begitu saja, tanpa pikir panjang apalagi lewat proses perenungan mendalam. Entah mengapa nama itu yang terlintas di pikiran. Dan ternyata memang domain dengan nama Baju Enggal masih kosong. Akhirnya kami punya toko online www.bajuenggal.com.


Untuk mengisi toko online ini, awalnya kami membeli pakaian dari teman kami. Dia punya usaha konfeksi, sehingga harga bisa lebih murah. Semua item barang kami jual seharga Rp 50.000. Harga yang cukup murah untuk pakaian dengan jahitan yang lumayan rapi.

Mengapa Rp 50.000? Ini atas pertimbangan dan pengalaman sebelumnya. Beberapa tahun sebelumnya, saya pernah meminjam uang ke bank untuk modal bisnis pakaian. Waktu itu, cara penjualan dilakukan secara kredit dengan harga yang relatif mahal. Maklum di kampung, sulit mencari yang mau membeli tunai.

Endingnya bisa ditebak. Bisnis itu kolaps, karena banyak yang nunggak kredit. Akhirnya bisnis pun tutup. Beruntung, saya masih bisa mengembalikan pinjaman kredit ke bank.

Berkaca dari itulah, untuk bisnis kali ini, kami menetapkan harga pakaian Rp 50.000. Sebuah harga yang cukup terjangkau, cukup dengan selembar uang saja. Tak perlu berlembar-lembar.

Alhamdulillah, penjualan pun cukup lancar. Baju Enggal pun mulai berani ikut pameran. Dimulai dari bazar di TK Playgrup Attaqwa. Lalu ke pameran cukup besar di Senbik yang digelar Dinas Koperasi dan UMKM Jabar.

Selanjutnya ikut pameran HUT Kota Cimahi di Gedung Baros Cyber. Waktu Dinas UMKM Jabar menggelar Cooperative Fair, kami pun ikut serta. Hampir setiap bulan, kami ikut pameran. Ini memang cukup menggenjot penjualan.

Selama ini, kami hanya mengandalkan penjualan melalui reseller dan mulut ke mulut saja. Situs www.bajuenggal.com yang diharapkan bisa menjadi toko online, baru sebatas katalog di dunia maya saja. Agar lebih gencar, Baju Enggal pun promosi di Facebook. Ini malah lebih efektif, karena langsung disambut pesanan dari facebooker.

Pameran paling mengesankan tentu adalah Bandung Air Show di Lanud Husein Sastranegara. Di saat kami sedang pameran, terjadi peristiwa pesawat jatuh. Karena peristiwa itulah, banyak orang dari luar Bandung dan pelosok berdatangan ke Lanud Husein ingin melihat arena pameran dan lokasi jatuhnya pesawat. Hasilnya memang luar biasa, penjualan bisa mencapai hampir Rp 12 juta dalam tempo empat hari saja. Alhamdulillah.

Akhirnya, kami sering bergerilya dari satu pameran ke pameran lain. Gasibu, Sabuga, Senbik, Braga City Walk, sudah kami jajal untuk promo dan penjualan Baju Enggal. Kadang hasilnya menggembirakan, kadang sebaliknya, sepi pembeli.

Tapi tak mengapa, karena kami berprinsip pameran itu untuk promosi dan menjalin relasi serta jaringan. Apabila ada yang membeli produk kami, itu hanyalah bonus.
Setahun sudah kami menjalankan bisnis ini. Mudah-mudahan bisa terus bertahan dan menjadi pemasukan sampingan kami.(*)

Friday, January 28, 2011

Mendayung di Antara LSI dan LPI

JUDUL di atas terinspirasi judul pidato Bung Hatta di hadapan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) tahun 1948, Mendayung di Antara Dua Karang. Pidato yang menjadi landasan politik luar negeri Indonesia, bebas aktif itu, merupakan sikap Indonesia menghadapi kekuatan dua blok dunia, blok barat yang dikomandoi Amerika Serikat, dan blok timur yang dipimpin Uni Soviet.

63 tahun kemudian, kondisi berada di antara dua karang juga dialami Persib Bandung. Dua karang itu bernama Liga Super Indonesia (LSI) dan Liga Primer Indonesia (LPI). Kekecewaan terhadap perangkat pertandingan, wasit, dan sistem di LSI yang digelar PSSI menjadi akar penyebab munculnya kegamangan Maung Bandung.

Beberapa kali pula Manajer Persib Umuh Muhtar mengeluarkan ancaman untuk hengkang ke LPI, ancaman yang dilontarkan secara emosional seusai Persib dikalahkan lawan dan biasanya keesokan harinya diralat. Namun diralat atau tidak, pesan yang disampaikan tetap sama: "Kecewa".

Dua pertandingan terakhir menjadi bukti Persib selalu dizalimi pengadil di lapangan, baik di kandang sendiri maupun di kandang lawan. Kekecewaan memuncak ketika Persib melawan Arema, Minggu (23/1), aksi anarki meledak. Lagi-lagi sikap sang pengadil yang dianggap tidak adil dalam menjatuhkan hukuman dan menjaga jalannya pertandingan menjadi pemicu kekecewaan besar suporter.

Suporter Persib turun ke lapangan, membakar bangku, menjebol pagar stadion, dan hal merusak lainnya. Tak ketinggalan, kereta api pun menjadi sasaran amuk saat suporter pulang. Dan entah siapa pelakunya, di tepi lapangan, terpasang billboard Liga Primer Indonesia. Lalu di tengah kerumunan suporter pun muncul spanduk yang isinya meminta Persib segera pindah ke LPI.

Bukan tanpa sebab LPI menjadi alternatif pilihan kompetisi sepak bola Indonesia. LPI sudah jelas merupakan kompetisi yang bebas biasa APBD. LPI menawarkan sebuah liga yang profesional dengan wasit yang kabarnya lebih adil dari wasit LSI.

Pilihan hijrah ke LPI juga mendapat dukungan dari Wagub Jabar Dede Yusuf, begitu menyaksikan tindakan wasit di laga Persib- Arema. Menurutnya, kalau kondisi sepak bola masih seperti ini, Persib pikir-pikir untuk pindah.

Muhammad Farhan, Wakil Direktur PT PBB, pun berkicau di Twitter-nya menyoal buruknya kepemimpinan wasit. "Masih adakah alasan untuk bertahan di LSI?, begitu Om Farhan mengakhiri tweetnya.

Kegamangan pula yang kini dialami Nova Arianto, benteng tangguh Persib, dalam curhat di dinding Facebook-nya. Ia mengaku sudah ditawari kontrak bagus selama tiga tahun untuk main di LPI. Tapi di sisi lain, Nova masih cinta Persib. Ia kini bimbang di antara pilihan profesional dan loyalitas.

Arifin Panigoro, penggagas LPI, tentu senang bukan alang kepalang, jika Persib jadi bergabung ke LPI. Bahkan ternyata ia sudah ngantos-ngantos (menunggu-nunggu) momen itu. Konon, kompetisi yang tengah bergulir di LPI bisa dihentikan dulu, menunggu kepastian Persib bergabung.

Tapi tunggu dulu, tak semudah itu menyatakan keluar dari LSI. Walau PSSI di zaman Nurdin Halid ini banyak dikecam masyarakat, toh faktanya dialah satu-satunya organisasi persepakbolaan Indonesia yang diakui oleh FIFA, badan sepak bola tertinggi di dunia. Jadi PSSI memiliki wewenang untuk mencoret klub manapun yang berkompetisi di luar naungan kompetisi PSSI.

Tak heran jika pemain sekelas Irfan Bachdim yang menyedot animo masyarakat, khususnya anak baru gede, pada Piala AFF yang lalu, pun tak lagi menarik minat Nurdin untuk menariknya ke timnas PSSI.

Ancaman serupa juga bisa menimpa Baihakki dan Syahril Ishak, dua pemain timnas Singapura yang bermain di Persib. Mereka bisa dilaporkan PSSI ke FIFA, karena ikut kompetisi "ilegal" (versi PSSI), jika Persib betul-betul pindah ke LPI.

Banyak hal yang harus dipertimbangkan manajemen Persib dan konsorsium di PT PBB, terutama sejarah dan masa depan Persib. Apakah tetap bertahan di LSI dan menikmati segala kesemrawutannya atau hijrah ke LPI dengan memakai nama klub berbeda seperti Persebaya 1927.

Mudah-mudahan sebelum bertanding melawan Persiwa Wamena, akhir pekan ini, manajemen dengan pikiran jernih dan hati bersih bisa membuat keputusan penting demi kebaikan Persib serta masyarakat Bandung dan Jawa Barat.(*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Kamis 27 Januari 2011.

Friday, January 14, 2011

Mari Selamatkan Blog

HEI, ini sudah tahun 2011. Ayo dong menulis yang lebih intensif lagi. Jangan seperti tahun lalu yang hanya mengandalkan tulisan sorot untuk mengisi blog ini. Entah bagaimana nasib blog ini kalau sepanjang tahun kemarin saya tak menulis Sorot di Harian Pagi Tribun Jabar. Halaman-halaman di blog ini pasti kosong dan mungkin bertanggal tahun 2009.

Apa sih penyebab saya jadi sulit lagi menulis di blog? Peran besar ada pada Facebook. Ini seolah membenarkan tesis beberapa kalangan yang menyebutkan FB akan menguasai dunia jaring sosial sekaligus menjadi pintu kematian tulis menulis di blog. Mungkin benar mungkin juga tidak.

Sisi benarnya, ya seperti saya ini. Kuantitas menulis di blog sungguh minim. Contoh lain adalah kawan saya di kantor, Hermawan Aksan. Dia penulis novel, buku, cerpen, dll. Dia mengakui sendiri, sudah tidak pernah lagi menulis di blog sejak tahun 2009. Tapi saya tengok, setiap hari Hermawan selalu memperbaharui statusnya di Facebook.

Sisi tidak benarnya, sampai kini ternyata masih banyak yang bertahan menulis di blog. Atau sekadar bertahan, seperti saya, yang mengisi seadanya saja. Mudah-mudahan hal itu tidak terjadi. Bagaimanapun blog merupakan media yang baik untuk belajar menulis sekaligus belajar membuat sebuah situs.

Tapi kekhawatiran bahwa Facebook menjadi Kiamat Blog itu tetap ada. Mengingat Facebook ataupun Twitter kian menggurita. Jumlah penggunanya lebih dari setengah miliar. Setiap orang bisa terhubung hanya dengan sekali pencet tombol di ponsel. Beda dengan blog yang harus buka ini itu, kemudian baru menulis. Itu pun belum tentu mendapat tanggapan, kritikan, atau masukan dari orang lain.

Tahun 2011 inilah, saya kira harus dipancangkan sebagai tahun penyelamatan blog. Tetaplah menulis di blog, apapun bentuk tulisannya. MARI KITA SELAMATKAN BLOG.(*)

Di Balik Pleidoi Gayus

APA lagi yang harus dikatakan tentang Gayus Halomoan Tambunan? Semua garda terdepan penegak hukum sudah diobrak-abrik semua oleh seorang Gayus. Kepolisian, kejaksaan, hakim, juga pengacara, tak lolos dari tipu daya Gayus.

Yang terbaru, Imigrasi pun kecolongan, karena ternyata Gayus pernah tiga kali pelesiran ke Singapura, Kuala Lumpur, dan Makau. Berbekal paspor yang diduga palsu dengan nama samaran Sony Laksono, Gayus lenggang kangkung menerobos pintu-pintu pendeteksi orang- orang yang dicekal, seperti halnya saat ia enjoy menonton pertandinga tenis di Nusa Dua, Bali.

Kisah pelesiran Gayus ke luar negeri pun nyaris terkubur dan tersimpan rapi, kalau saja Devina, warga Depok, tidak mengungkapkan kecurigaannya terhadap orang yang satu pesawat dengannya dan wajahnya mirip Gayus memakai wig, dalam surat pembaca di Harian Kompas.

Namun yang jauh lebih penting lagi sesungguhnya adalah isu pelesiran ini menutupi pleidoi atau pembelaan Gayus di depan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Padahal kalau kita simak, pleidoi Gayus mengungkap bobroknya sistem pajak dan hukum negara kita.

Dengan mengambil judul "Indonesia Bersih, Polisi dan Jaksa Risih, Saya Tersisih", Gayus mengungkapkan enam modus penyelewengan yang biasa terjadi di Ditjen Pajak dan berpotensi merugikan negara. Salah satu modus itu adalah adanya negosiasi di tingkat pemeriksaan pajak oleh tim pemeriksa pajak, sehingga surat ketetapan pajak tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya.

Lalu Gayus pun mempersoalkan penyidik independan yang tidak mengusut tuntas mafia kasus di kepolisian dan kejaksaan yang melibatkan petinggi institusi tersebut. Menurut Gayus, pemeriksaan tim independen sarat rekayasa, dan ia pun terlibat dalam rekayasa pembuatan sejumlah berita acara pemeriksaan.

Gayus mencontohkan, kasus PT Surya Alam Tunggal sebenarnya hanya kasus yang dibuat-buat. Perkara itu dibuat sebagai pintu masuk bagi penyidik untuk memeriksa pejabat pajak nakal dan menyeret mereka ke pengadilan.

Namun yang terseret kasus hanya dirinya dan temannya, bukan pejabat tinggi Ditjen Pajak. Begitu pula di kepolisian, kata Gayus, yang kena hanya yang berkedudukan rendah, seperti Arafat dan Sri Sumartini. Sementara pejabat Mabes Polri seperti Edmond Ilyas, Raja Erizman, Pambudi Pamungkas, dan juga Mardiyani tidak diproses lebih lanjut perkaranya.

Padahal peran mereka menurut Gayus, sangat terang benderang. Edmond yang berperan mengubah status Roberto Santonius dari tersangka menjadi saksi. Pambudi Pamungkas adalah pihak yang memberi izin pemeriksaan Gayus di luar Mabes Polri.

Adakah yang peduli dengan semua informasi Gayus itu? Seharusnya ada, apabila masih ada yang peduli dan menginginkan negeri ini bersih dari aksi-aksi rekayasa, korupsi dan suap. Tapi itulah, jika sudah berbenturan dengan kekuasaan dan kepentingan segelintir elite, tidak ada yang bisa dikatakan lagi. Semuanya akan membentur tembok tebal. Kasus hanya akan berhenti di tingkat Gayus saja. Cukup Gayus yang menjadi tumbal dari mafia hukum dan pajak ini.

Seandainya mau dicermati betul, mengapa isu pelesiran Gayus meledak saat pleidoi itu dibacakan? Adakah agenda tersembunyi di balik semua itu? Adakah upaya-upaya untuk melindungi orang-orang tertentu yang sebenarnya berperan mengatur mafia hukum dan pajak di negeri ini? Wallahu 'alam. (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Selasa 11 Januari 2011.