Tuesday, November 24, 2015

Norman Edwin

"KITA harus waspada. Ada anak pindahan dari Jurusan Sejarah Unpad Bandung tingkat II. Dia itu keterima dan masuk Jurusan Arkeologi. Tuh anak modelnya rada sangar, badannya gempal, sikap mudah bergaul dan berani. Namanya Norman Edwin. Dia mengaku senang mendaki gunung dan mau berkenalan dengan anak-anak Mapala UI". (Bambang Widianto, panitia seksi keputraan Mapram FSUI, dalam Norman Edwin, Catatan Sahabat Sang Alam, 2010),


Ternyata Bang Norman ini pernah berguru di almamater saya, meski cuma sampai tingkat II. Sepertinya masuk ke Jurusan Sejarah tahun 1975, karena masuk Arkeo UI tahun 1976. Mungkin waktu itu, di-PS2-nya oleh Kang Bachtiar Sebayang dan Kang Benjamin 'Beben' Batubara (almarhum).

Saya mengenal nama Norman Edwin sejak SD tahun 1980-an. Suka baca tulisan-tulisan pendaki kahot ini di majalah Mutiara. Tetapi yang paling saya ingat adalah ketika muncul fotonya di Kompas. Ketika itu Bang Norman tengah menggendong Melati, anak semata wayangnya, mendaki Gunung Gede. Mungkin ketika itu Melati umur 5 tahunan. Pose mereka tengah menengadah saat merambat di tanjakan Gunung Gede, melihat juru potret yang mengincar dari ketinggian.

Pose Bang Norman yang tengah menggendong anaknya itu pula yang sempat ingin saya tiru. Ketika lahir anak pertama, saya sibuk mencari ransel atau carrier buat menggendong bayi atau balita. Tapi tak beruntung. Mengubek Eiger, Alpina dan teman-temannya, ketika itu saya tidak menemukan alat dimaksud. Tak jadilah saya menggendong anak ke puncak Gunung Burangrang.

Ketika kematian menjemput Bang Norman bersama Bang Didiek Samsu di dekat puncak Aconcagua, saya mengikuti setiap berita yang dkabarkan televisi maupun koran. Sayang waktu itu, belum terpikir untuk mengkliping koran. Lagian, belum bisa beli koran sendiri. Menggunting-gunting koran punya tetangga mah alamat perang.

Kalau saat ini masih ada, walau bukan alumni Sastra Unpad hanya pernah kuliah di Jurusan Sejarah, Bang Norman tetap layak untuk diundang menghadiri Reuni Akbar Sastra Unpad, Februari 2016 nanti. Toh yang diundang ikut Reuni bukan cuma alumni, tapi yang pernah kuliah di Sastra juga turut dipanggil pulang ke Kampus Biru. Kebayang tuh, Bang Norman sudah 60 tahun, tapi masih saja gagah. Badannya tetap gempal. Rambutnya pasti tetap gondrong. Si Beruang Gunung itu pasti bakal memompa semangat anak-anak muda, menginspirasi mereka, supaya lekat dengan alam. Pastilah itu!. (*)

Tuesday, November 17, 2015

Mencari Emmalaan F34 (Seri Sejarah Cimahi)

AKHIRNYA, ditemukan juga!. Sepucuk surat bercap pos Amsterdam itu ditujukan kepada Yang Terhormat H Swartsenburg, beralamat di Emmalaan F34 Tjimahi. Laan adalah bahasa Belanda yang berarti Jalan. Kata lain untuk menunjukkan jalan dalam bahasa Belanda, antara lain weg dan straat. Sayang titimanggsa surat ini tidak terbaca. Tapi kemungkinan besar, ini melayang ke Cimahi saat zaman kolonial Belanda, sebelum Jepang datang.

Awalnya saya mengira Emmalaan atau Jalan Emma adalah yang sekarang menjadi Jalan Sukimun. Mengapa demikian? Karena dulu, sekitar tahun 1890-an, di jalan itu berdiri dengan megah sebuah hotel bernama Hotel Emma.

Hotel itu kemudian direnovasi dan berganti nama menjadi Hotel Berglust. Administrateurnya atau pengelolanya adalah Tuan LGFJ Sterrenburg. Dia pula yang mengelola hotel Pension Tijhoff di Cantineweg, yang kini menjadi Toko Kue Sus Merdeka di Jalan Gatot Subroto Cimahi. Namun pencarian di Jalan Sukimun tak membuahkan hasil. Tak ada nomor rumah yang diawali huruf F.

Beruntung, pencarian makin mudah, ketika saya menemukan peta Tjimahi tahun 1940. Ini sebenarnya peta biasa yang sudah saya punya dan banyak pula bertebaran di internet. Namun, diteliti lebih jauh, ternyata peta yang ini lebih lengkap. Di peta itu dicantumkan nama sejumlah lokasi, termasuk nama jalan, secara jelas.
Di peta itu pula terbaca, walau agak sulit karena huruf-hurufnya kecil dan berdempetan, nama Emmalaan atau Jalan Emma yang berlokasi di Jalan Urip Sumohardjo sekarang. Kemarin sore, Minggu (15/11), saya menyempatkan mampir untuk mencari rumah F34 itu.

Motor saya jalankan perlahan-lahan, karena ingin melihat nomor rumah lebih jelas. Ternyata benar, rumah-rumah di sini berkode F. Dari sebelah utara, nomor rumah dimulai dari nomor 26. Agak deg-degan juga, khawatir tidak ada nomor 34. Sampai akhirnya tiba di pojokan sebelah selatan, ternyata itu dia rumah bernomor F34.

Rumah bercat putih itu masih menyisakan arsitektur zaman Belanda. Tapi bagian depannya sudah direnovasi dengan gaya arstitekur modern. Gerbang berwarna biru menutup rumah itu.

Saya hanya bisa memotret rumah itu dari luar. Karena hari sudah sore dan terburu-buru, saya tidak sempat bertanya-tanya soal siapa penghuni rumah itu sekarang.

Rumah itu berada di sebelah timur Militair Hospital atau RS Dustira, bagian dari sebuah kompleks perumahan kecil yang membentuk setengah lingkaran. Bagian tengah kompleks itu berupa taman, yang sekarang disebut Taman Urip. Sedikitnya ada 9 rumah di situ. zaman kolonial, rumah-rumah itu dihuni perwira menengah tentara Kerajaan Belanda.

Sekarang pun, penghuninya adalah para perwira menengah TNI AD. Jenderal Urip Sumohardjo, Kepala Staf TNI pertama, pernah tinggal di Cimahi sebelum Jepang masuk dan setelah Jepang menyerah. Apakah beliau pernah tinggal di kompleks ini? Perlu penelusuran lagi. (*)

Thursday, June 25, 2015

Kisah Beletin (Ramadan di Cimahi)

 Nah, ini mah pengalaman waktu masih bocah saat bulan puasa di Cimahi. Orang Cimahi mah pasti tahu lah menara yang satu ini. Dari kejauhan, mirip-mirip Monas. Kalau ngabuburit, salah satu tempat buat sekadar ngabisin waktu, ya di deket2 menara ini. Karena menara inilah yang menyuarakan Beletin.

Apaan tuh Beletin? Beletin teh bukan berasal dari kata belet yang berarti bodoh dalam Bahasa Sunda. Beletin bukan berarti ngebodohin orang. Beletin itu bunyi sirene. Jadi dari Cibabat, saya dan kawan-kawan masa kecil dulu, berjalan kaki menyusuri pesawahan di belakang daerah Karya Bakti (sekarang itu sawah sudah berubah jadi perumahan Taman Mutiara) menuju ke lokasi Monas mini ini. 

Menara ini berada di kompleks Pusdikpal, daerah Pasir Kumeli dan Munajan. Bentuk sebenarnya dari pucuk menara ini adalah Granat, bukan Emas seperti Monas. Menara inilah yang mengeluarkan suara sirene yang bunyinya nyaring nian di saat magrib sebagai tanda buka puasa dan sebelum subuh sebagai tanda Imsak. Itulah yang disebut Beletin. 

Suara Beletin ini sering juga dijadikan penanda buka di radio-radio. Mungkin mereka merekam suara Beletin yang khas meraung-raung panjang. Kalau tidak ada rekaman beletinnya, suara penyiar pun jadi. Maka terdengarlah suara: Ngieeeeeeeeeeeeng....(*)

Wednesday, June 24, 2015

Ancaman dari Cipali

NAMA Cipali (Cikopo-Palimanan) hari-hari ini menjadi pembicaraan orang dan menghiasi koran-koran. Cipali adalah nama jalan tol terpanjang di Indonesia yang diresmikan Presiden Joko Widodo, 13 Juni lalu. Awalnya diberi nama Cikapali (Cikampek-Palimanan). Karena protes dari pemerintah daerah Purwakarta, yang menyebutkan, bahwa pembangunan tol itu dimulai dari Cikopo bukan Cikampek, maka jadilah nama Cipali yang ditahbiskan. Namun rupanya nama Cikapali masih tetap terpajang di pintu gerbang tol itu, mungkin belum sempat diturunkan atau dibuat yang baru.

Tentu sebagai jalan tol baru, banyak pengguna kendaraan yang ingin mencobanya. Terlebih dari Cikopo, hanya butuh paling lama 2 jam untuk tiba di Palimanan, Cirebon. Tak heran, jalan tol ini digadang-gadang bisa mengurangi kemacetan di jalur Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat dan tentu mengurangi durasi waktu perjalanan.


Belumlah genap dua pekan pengoperasian atau uji coba tol itu, korban kecelakaan berjatuhan. Setidaknya ada 30 kejadian kecelakaan di sana. Entah truk menabrak truk atau mobil menabrak pilar. Apakah penyebabnya human error ataukah karena infrastruktur yang belum siap?

Mungkin bisa karena dua hal itu. Bisa jadi pengguna kendaraan tengah mengantuk atau melamun, sehingga menabrak kendaraan lain. Atau juga karena jalanan yang tidak rata, rest area yang sedikit sehingga tidak ada pilihan untuk beristirahat, penerangan jalan yang minim, atau sebab lainnya.

Padahal arus mudik sudah di depan mata. Jika tidak diantisipasi, bukan hal mustahil tingkat kecelakaan di tol Cipali ini akan tinggi. Melihat animo dari pengguna kendaraan, sangat mungkin mereka yang tahun kemarin mudik melalui jalur Pantura, kini ingin mencoba jalan tol baru.

Di sisi lain, kehadiran tol baru ini juga bisa jadi ancaman untuk jalan tol lain, dalam hal ini pemasukan. Jalan tol Cileunyi misalnya. Ada kemungkinan mereka yang akan mudik ke Cirebon dan Pantura, akan memilih lewat Cipali ketimbang Cileunyi. Tentu itu terkait dengan efisiensi waktu dan biaya. Jika keluar dari pintu tol Cileunyi, ke Sumedang pun masih jauh, apalagi ke Cirebon. Tapi keluar dari Palimanan, tentu sudah tiba di Cirebon. Efisien bukan?

Ancaman lain dari Cipali adalah kemungkinan menurunnya penghasilan para pedagang, rumah makan, dan transportasi umum di jalur Pantura. Ketika jalan tol Purwakarta-Bandung-Cileunyi (Purbaleunyi) beroperasi, para pengusaha di Cikalong Wetan dan Cianjur pun menjerit, karena penghasilan mereka menurun drastis. Begitu pula kemungkinan yang terjadi di Pantura dengan beroperasinya tol Cipali.

Namun jangan dilupakan pula ancaman lainnya, yaitu membanjirnya wisatawan ke daerah Cirebon. Ini yang harus diantisipasi pemerintah daerah. Seperti halnya Bandung yang mendapat limpahan wisatawan tetangga dari Jakarta, bukan tak mungkin Cirebon pun akan mengalami hal serupa. Artinya, pemerintah daerah harus menyiapkan fasilitas akomodasi untuk para wisatawan, membuat acara-acara yang menarik minat, memperbaiki tempat wisata, dan tentu saja mempromosikannya dengan masif, sehingga wisawatan dari Jakarta mau datang ke Cirebon dan sekitarnya.

Selalu ada sisi negatif dan positif dari sebuah pembangunan. Kita harus melihat dari sisi positif, agar hasil pembangunan ini bisa membawa manfaat sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat. (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Rabu 24 Juni 2015.

Dana Aspirasi

INI usulan terbaru yang tengah digodok DPR RI, dana aspirasi sebesar Rp 20 miliar. Untuk seluruh anggota dewan? Bukan. Jumlah Rp 20 miliar itu untuk seorang anggota DPR RI setiap tahun. Kalikan saja dengan jumlah anggota DPR RI untuk mengetahui jumlah total anggaran yang dibutuhkan dikalikan empat atau tiga tahun masa jabatan karena baru diusulkan untuk masuk APBD 2016. Kira-kira jumlah totalnya mencapai Rp 11,2  triliun.

Teorinya, dana aspirasi ini berbeda dengan dana reses. Dana reses dicairkan langsung oleh anggota DPR bersangkutan untuk menyerap aspirasi masyarakat saat reses di daerah pemilihannya. Bentuk dana reses itu semacam hibah atau bantuan sosial. Sedangkan dana aspirasi, sama sekali tidak dipegang oleh anggota DPR. Dana itu diserahkan ke pemerintahan daerah setelah anggota dewan mengusulkan pembangunan suatu wilayah berikut usulan anggarannya kepada pemerintah.


Kabarnya sebagian besar anggota DPR setuju dengan kehadiran dana aspirasi ini. Tentu lah, siapa pula yang menolak yang namanya anggaran miliaran rupiah, walaupun itu tidak ada di tangan.

Sekilas memang tidak ada yang keliru dengan rencana dana aspirasi ini. Benarkah demikian? Coba kita amati alasan peningkatan dana aspirasi antara Rp 15 miliar hingga Rp 20 miliar ini. Anggota dewan berkilah bahwa dana aspirasi ini untuk memeratakan pembangunan. Ketika mereka berkunjung ke daerah dan menemukan wilayah yang belum terbangun, mereka bisa meminta pencairan dana aspirasi itu ke daerah tersebut.

Kalau itu terjadi, bisa dibayangkan betapa proyek pembangunan akan menumpuk di Pulau Jawa, sementara wilayah Indonesia Timur kering pembangunan. Mengapa begitu? Karena jumlah anggota DPR RI dari daerah pemilihan di Pulau Jawa lebih banyak ketimbang dari pulau-pulau lain. Mereka tentu akan beramai-ramai mengusulkan pembangunan di daerah pemilihannya dan anggarannya sudah tersedia, tinggal dikucurkan saja oleh pemerintah daerah. Hasilnya? Ya, pembangunan makin terpusat di Jawa.

Yang lebih penting lagi, dengan anggaran Rp 20 miliar per tahun ini, dipastikan anggota DPR RI tak perlu susah payah lagi berkampanye saat musim pemilu tiba. Dengan mengklaim bahwa proyek pembangunan A, B, C adalah hasil perjuangannya saja, sudah cukup membuat masyarakat tergiring untuk memilih mereka kembali.

Jangan bicarakan pula soal perasaan rakyat yang saat ini hidup terjepit di tengah kenaikan segala macam harga kebutuhan pokok. Tahun depan kita belum tahu kondisi ekonomi negeri ini akan membaikkah atau memburuk. Kalau pun ekonomi membaik, besaran anggaran Rp 20 miliar itu untuk "membiayai" proyek yang diinginkan anggota DPR RI terlalu wah.

Di sisi lain, pasti terjadi tumpang tindih proyek pembangunan di suatu daerah pemilihan. Karena tentu saja pemerintah daerah pun tidak akan tinggal diam melihat suatu daerah tertinggal. Di sinilah, ditekankan prioritas pembangunan, mana daerah yang lebih dulu harus dibangun, mana yang bisa ditunda.

Kita lebih sepakat agar anggota DPR RI memaksimalkan dana tunjangan reses sebesar Rp 1,7 miliar untuk menyerap aspirasi dari masyarakat. Lalu menyampaikannya kepada pemerintah agar bisa masuk dalam program atau proyek pembangunan. Fungsi pengawasan anggota dewan pun akan berjalan. Kalau mereka turut terlibat dalam urusan proyek, siapa pula yang akan mengawasi proyek itu? (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Kamis 11 Juni 2015.

Monday, May 18, 2015

Legoland Malaysia, Surga Para Pencinta Lego (Edisi Jalan-jalan di Johor Bahru-4)

BAYANGKAN sebuah tempat yang dipenuhi benda-benda, dan benda-benda itu seluruhnya disusun dari lego-lego. Dari benda kecil hingga benda-besar, semuanya terbuat dari lego. Lego yang berupa kepingan kecil dari plastik itu bila disusun secara benar bisa membentuk mobil, kereta api, bangunan gedung, patung, pesawat luar angkasa, bahkan robot. Wah, pastinya itu akan membuat kagum dan tercengang yang melihatnya.

Itu pula yang  saya rasakan saat mengunjungi Legoland Malaysia di Nusajaya Johor, akhir Maret lalu. Kekaguman itu muncul karena serumit apapun benda, ternyata bisa disusun sedemikian rupa oleh lego. Tengok saja di pintu gerbang Legoland, dekat loket penjualan tiket, ada sosok anak laki-laki tengah memanjat pagar dibantu seorang perempuan cilik. Saat didekati, sosok anak laki- laki dan perempuan itu benar-benar dibuat dari lego.

Saya datang ke Legoland Malaysia bersama beberapa awak media dan agen perjalanan di Bandung atas undangan Garuda Indonesia branch Bandung dan Malaysia Tourism Board. Legoland dituju karena merupakan tempat wisata unggulan di Johor, bahkan Malaysia. Legoland Malaysia yang dibuka resmi pada 2012 ini satu-satunya di Asia dan keenam di dunia. Selama beberapa jam menjelajahi dan mencoba beberapa wahana, awak media ditemanioleh Nur Akmal Abd Hamid, akrab disapa Mel Hamid, public relations Legoland Malaysia.

Mel menjelaskan, ada tujuh kawasan wisata di Legoland, yaitu The Beginning, Lego Technic, Lego Kingdom, Imagination, Land of Adventure, Miniland, dan Lego City. "Iniluasnya 50 lapangan bola," kata Mel sambil tertawa untuk menyebut betapa luasnya lahan Legoland ini.

Mel pun mengajak kami berkeliling ke beberapa kawasan. Awalnya Mel membawa kami ke Water Park. Seperti taman air lainnya, Water Park ini pun menawarkan sejumlah wahana yang cocok untuk keluarga. Misalnya, Lazy River. Ini kolam arus yang mengeliling Water Park. Di saat kita mengalirpakai pelampung atau ban, kita bisa membuat mainan lego yang ditemukan di sepanjang aliran kolam arusitu.  Ada pula Wave Pool, ini kolam renang berombak sehingga mirip suasana di pantai. Namun karena waktu yang terbatas, kami tak sempat berbasah-basah ria mencoba wahana di Water Park ini.


Peninjauan pun berlanjut ke kawasan Miniland. Inilah pusat dari setiap Legoland Park. Di sini terdapat bangunan-bangunan dan ikon terkenal dari sejumlah negara dan kota dalam bentuk mini.  Dibuat dengan perbandingan 1:20, menggunakan lebih dari 30 juta keping Lego.

Bahkan Miniland di Legoland Malaysia ini adalah yang terbesar untuk sebuah taman baru dan membutuhkan waktu tiga tahun untuk menyelesaikannya.  Takheran, karena di dalamnya terdapat bangunan atau benda-benda yang sangat rumit untuk disusun, seperti kereta api dan pesawat terbang yang bisa bergerak saat tombol ditekan.

Sedikitnya ada 19 kluster bangunan di Miniland yang berasaldari 17 kota dan negara berbeda di Asia, di antaranyaTaj Mahal dan Angkor Vat. Kami pun menemukan bangunan pura Tanah Lot Bali yang terbuat dari lego.  Ada pula miniature kota Kuala Lumpur, persis seperti aslinya. Dilengkapi dengan jalan, kendaraan, dan juga orang-orang. Lalu miniatur Bandara Changi Singapura dengan pesawat terbang dan mobil  yang  bisa bergerak.

Tentu saja ikon Malaysia, menara kembar Petronas pun hadir menjulang dan menjadi lokasi favorit untuk berfoto-foto. Tinggi menara replika ini hampir mencapai 10 meter dan merupakan model bangunan Miniland tertinggi yang pernah dibuat.  Dibutuhkan sedikitnya 500 ribu keping Lego untuk membuat menara Petronas ini.

Setelah puas melihat detail kota-kota mini, kami beristirahat sejenak. Maklum, kami  menjelajahi ruang terbuka yang luas di bawah terik matahari.Walau tak sepanas Batam, tetap saja kami kepayahan saat berjalan kaki menyusuri setiap wahana lego ini.

Usai mengisi perut, kami pun menjajal Observation Tower.Ini menara setinggi 60 meter yang dilengkapi dengan tempat pengawasan yang bisa berputar 360 derajat. Dari ketinggian ini, bisa terlihat jelas seluruh kawasan Legoland.

Sebagai pusat permainan yang dirancang untuk para pencinta lego, tentu saja ada kawasan khusus untuk membuat kreativitas dari lego yang disebut Imagination. Di tempat ini ada wahana yang disebut The Built and Test Center. Kebanyakan anak-anak dan remaja yang memadati wahana ini. Mereka asyik berkreasi membuat benda apa pun yang mereka inginkan dari lego, termasuk mobil balap. Apabila sudah selesai dirakit, mobil itu bisa diluncurkan di lintasan balap yang tersedia.

Kami pun melihat-lihat juga kawasan Land of Adventure, sebuah kawasan yang diilhami dari kisah-kisah petualangan dan sejarah. Ada Pharaoh's Revenge, Lost Kingdom, Dino Island, dan Beetle Bounce. Sosok firaun raksasa menjaga pintu gerbang wahana Pharaoh's Revenge seolah menyambut para pengunjung yang akan memasuki petualangan masa Mesir Kuno.
Dan yang dinanti-nanti pun tiba. Kami menjajal Project X. Ini permainan rollcoaster yang cukup menantang dan menguji nyali. Satu unit rollcoaster hanya diisi empat penumpang. Dari wahana ini biasanya terdengar jeritan-jeritan pengunjung, antara ketakutan dan gembira. Bayangkan saja,  rollcoaster melaju kencang di turunan setinggi 18 meter membuat jantung melayang seperti hendak copot.

Dan masih banyak lagi wahana-wahana lain yang menawarkan pengalaman mengasyikkan dan juga edukasi buat keluarga di Legoland Malaysia ini. Selain wahana permainan, Legoland pun menyediakan fasilitas bagi pengunjung yang ingin menginap, yaitu Legoland Hotel dan juga Legoland Resort. Yang ingin sepuas-puasnya menjelajah dan mencobas eluruh permainan di Legoland, satu hari kunjungan memang akan kurang. Jadi menginaplah dan rasakan sensasi mainan lego di setiap penjuru kamar dan penjuru kawasan wisata. (*)
Tulisan ini dimuat di Rubrik Travelling Harian Pagi Tribun Jabar Edisi 5 April 2015.

Thursday, May 14, 2015

Cuma Bisa Cuci Mata di Johor Premium Outlet (Edisi Jalan-jalan ke Johor Bahru-3)

PENDUDUK Johor Bahru sekitar 1,6 juta. Bila digabung dengan kawasan metropolitan, jumlahnya mencapai 1,8 juta. Sebagai ibu kota Negeri Johor, Johor Bahru sesungguhnya masih terbilang sepi. Arus lalu-lintas tak dirundung kemacetan. Lalu-lalang warga pun tak seramai Bandung.

Memang gedung-gedung berlantai tinggi menjulang di sana-sini. Ada KSL City, Zurich Bank, atau bangunan hotel seperti New York Hotel, Embassy, Crystal Crown, dan Grand Paragon. Rencananya tahun ini akan ada 17 bangunan hotel bertaraf internasional lagi yang akan dibangun.
Rombongan foto bersama di depan Hotel Thistle. Di sini kami dijamu makan malam.
 Bayangkan dengan seabrek menara tinggi dan aktivitas bisnis yang padat, tetap saja Johor Bahru tidak bisa disebut ramai. Justru karena belum terlalu padat dan ramai itulah, Pemerintah Malaysia memindahkan pusat pemerintahan Johor Bahru ke sebuah kota baru di dekat pantai, Nusa Jaya. Tak susah bagi mereka, karena mereka sudah berpengalaman memindahkan pusat pemerintahan di Kuala Lumpur ke Putera Jaya.

Beda dengan di negara kita, sudah padat saja tidak ada kemauan untuk memindahkan pusat pemerintahan. Karena itu, kita harus angkat jempol untuk Wali Kota Bandung Ridwan Kamil yang siap mewujudkan rencana pemindahan pusat pemerintahan dari kota Bandung ke daerah Gedebage.


Sejak tahun 2007, proyek pembangunan kota baru Nusa Jaya sudah dimulai. Kawasan ini menempati lahan seluas 9.600 hektare dan direncanakan bakal rampung pada 2025.

Sebelum mengunjungi tempat wisata Hello Kitty Town dan Legoland Malaysia di Nusa Jaya, saya yang turut bersama rombongan Garuda Indonesia, berputar terlebih dahulu ke kompleks pusat pemerintahan di Kota Iskandar Nusa Jaya. Rasanya seperti masuk ke sebuah perumahan elite, semisal Kota Baru Parahyangan. Di sebelah kanan pintu gerbang adalah Masjid Kota Iskandar, Nusa Jaya. Masjid besar dengan arsitektur paduan melayu dan timur tengah.

Di seberang masjid terdapat gedung parlemen, kantor wali kota, dan kantor Menteri Besar Johor. Kompleks pemerintahan dengan masjid dipisahkan sebuah lapangan luas seperti alun-alun.

Menurut Zulkifli, pemandu perjalanan kami, sistem pemerintahan di Malaysia memang berbeda dengan Indonesia. Kepala negara dan pemerintahan dipegang oleh dua orang yang berbeda. Maka kita mengenal Yang Dipertuan Agong sebagai kepala negara, dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.

"Begitu pula di tingkat provinsi atau negeri, Sultan Johor itu hanya kepala daerah saja, bukan sebagai kepala pemerintahan atau eksekutif. Untuk urusan pemerintahan ada Menteri Besar Johor, di tingkat kota ada wali kota. Sultan itu simbol pemersatu, tidak bisa mengintervensi pemerintahan, tapi tetap punya wibawa dan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat Johor," tutur Zulkifli.

Selain sebagai pusat Pentadbiran Baru Negeri Johor atau pusat pemerintahan Johor, kata Zulkifli, Nusa Jaya pun dibangun sebagai kawasan industri di bagian selatan Johor, kawasan media, dan pendidikan tinggi. Karena berada di tepi laut, dibangun pula Puteri Harbour, pelabuhan laut kelas internasional.
"Kami berharap Nusa Jaya ini bakal banyak dikunjungi wisatawan dengan dibangunya kawasan wisata seperti Legoland, Hello Kitty, lalu Danga Bay. Tidak kalah sama Singapura," ujar Zulkifli.

Dari pemantauan selama berkeliling Nusa Jaya memang terlihat ramainya pembangunan sebuah kawasan perkotaan. Walau masih terasa gersang, di sana-sini sudah hadir beberapa kawasan niaga dan wisata. Johor Premium Outlet (JPO) misalnya. Ini surga belanja kelas dunia yang diharapkan bisa menarik minat wisatawan penggila merek-merek beken. Terlebih harganya lebih murah dibandingkan dengan Singapura. Di sini diterapkan aturan ketat bahwa pembelian produk harus menggunakan Ringgit Malaysia. Dolar Singapura dan Rupiah tak berdaya di sini.

Merek-merek terkenal seperti Vinnici, Padini, Michael Kors, Geox, Kipling, Marc Jacobs, Trumi, Ferragamo, Akemiuchi, berderet di mal belanja dengan lahan parkir luas ini. Wisatawan yang berbekal uang banyak tentu tak akan ketinggalan memborong barang- barang bermerek di JPO. Berbeda dengan saya yang cukup cuci mata dan window shopping saja selama berkeliling di JPO sambil membaca papan nama merek-merek beken dunia itu.

Pantai-pantai di tepi Nusa Jaya pun direklamasi untuk memperluas daratan sehingga menjorok ke lautan. Di pantai Pasir Gudang, yang merupakan kawasan industri, reklamasi itu nyaris mencapai setengah dari Selat Johor. Tak heran, jarak ke Singapura hanya sepelemparan batu, sangat dekat.

Selama perjalanan empat hari berkeliling di Johor Bahru dan Nusa Jaya, saya melihat bahwa pemerintah Malaysia, Johor, dan Johor Bahru, benar-benar mempersiapkan betul tatanan sebuah kota. Zonasi antara permukiman, pusat niaga dan bisnis, begitu jelas, tidak tumpang tindih seperti di Bandung. Jalur pedestrian benar-benar berfungsi dan tak semrawut. Warga pun disiplin mengikuti aturan yang diterapkan penguasa kota.

Tak ada salahnya kita meniru apa yang dilakukan negeri jiran ini. Menata kota sedemikian rupa, sehingga menjadi kota yang nyaman untuk ditinggali sekaligus menjadi tujuan wisata dan belanja. (*)
--Tulisan Serial 1-3 dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar secara bersambung mulai 7-9 April 2015--

Tuesday, May 12, 2015

Daripada Beli Motor Lebih Baik Beli Proton (Edisi Jalan-jalan di Johor Bahru-2)

AKTIVITAS di Johor Bahru baru menggeliat mulai pukul 09.00. Sementara di Indonesia, pukul 07.00 lalu lintas sudah macet, di sini masih senyap.

Bahkan pukul 07.00 pun masih bisa salat Subuh, karena azan berkumandang sekitar pukul 06.15. Maklum, waktu di Johor Bahru lebih lambat satu jam dengan Indonesia bagian barat.

Jika sudah pukul 09.00 atau 10.00, aktivitas di Johor Bahru pun berdenyut. Toko-toko mulai buka. Orang mulai lalu-lalang di jalur pedestrian. Mobil-mobil pribadi, tentu kebanyakan bermerek Proton, berseliweran di ruas-ruas jalan. Lalu transportasi massal, semisal bus, mulai bergerak di jalur masing-masing.

Tapi berdenyutnya Johor Bahru jauh dari kemacetan. Tak ada ditemukan kemacetan di sana, kecuali di lampu setopan dan pintu gerbang jembatan Johor-Singapura Causeway. Semua berjalan tertib. Tak akan pernah terlihat sepeda motor yang selonong boy melewati garis putih di lampu setopan seperti di Bandung.


Jumlah mobil memang lebih banyak dibandingkan dengan sepeda motor. Menurut Zulkifli, pemandu perjalanan rombongan Garuda Indonesia, orang Johor Bahru atau Malaysia cenderung lebih memilih membeli mobil ketimbang sepeda motor. Apa sebab? Karena kata Zulkifli, uang untuk membeli motor lebih baik dipakai untuk uang muka membeli mobil.

"Harga sepeda motor di sini sekitar 4.000 sampai 4.500 ringgit. Nah itu bisa untuk uang muka membeli mobil Proton. Beruntung kami punya mobil nasional yang harganya murah, sekitar 25.000 ringgit. Mencicil dalam beberapa tahun, kami sudah punya mobil. Beda dengan di Indonesia, harga motor sangat murah, tapi mobil selangit. Jadinya di jalan raya itu crowded oleh sepeda motor," kata Zulkifli yang pernah tinggal selama 7 tahun di Jakarta.

Kondisi jalan yang mulus membuat pengendara nyaman berkendara di Johor Bahru. Saat ini jalan bebas hambatan semacam highway banyak dibangun menghubungkan pusat kota dengan daerah pinggiran. Di jalan highway pun tak ada larangan buat sepeda motor, semua kendaraan bisa melaju.

Ketertiban berlalu lintas juga didukung oleh sistem terpadu lalu lintas yang apik. Semua moda transportasi, baik MRT dan bus, terpusat di JB Sentral. Dari JB Sentral, kita bisa melancong ke mana-mana. Entah itu ke Kuala Lumpur maupun ke Singapura.

Sebenarnya ada tiga blok bangunan penting di JB Sentral. Yang pertama adalah blok A bangunan Sultan Iskandar "Kastam, Imigresen & Kuarantin". Lalu JB Sentral sendiri menempati Blok B. dan Blok C merupakan Mal JB City Square.

Warga Johor yang hendak berangkat kerja memakai mobil pribadi tak perlu ribet saat cek paspor di Sultan Iskandar Checkpoint, ini adalah pintu cek imigrasi bagi warga Johor yang hendak ke Singapura dan juga sebaliknya. Tapi yang memakai bus, harus turun dengan membawa serta barang bawaannya. Nanti di ujung jembatan memasuki wilayah Singapura, mereka kembali menjalani pemeriksaan imigrasi di Woodland Checkpoint.

Pemandangan antrean panjang kendaraan di pintu cek imigrasi ini terjadi setiap pagi saat warga berangkat bekerja dan sore  hari saat mereka pulang. Apabila berangkat pagi, setiap orang yang hendak ke Singapura kena biaya 20 dolar Singapura. Tapi saat sore, tak perlu mengeluarkan biaya sedikit pun.

Mengapa orang Johor Bahru banyak yang bekerja di Singapura? "Simpel saja, karena gaji di Singapura nilainya lebih besar. Dolar Singapura itu dua kali lipat ringgit Malaysia. Dengan bekerja di Singapura, orang Johor bisa punya simpanan uang lebih banyak karena di sini harga-harga lebih murah. Makanya orang Singapura pun kalau akhir pekan pasti berlibur ke Johor, karena lebih murah," kata Zulkifli.

Tapi ada beberapa persyaratan bagi warga Singapura yang hendak ke Johor Bahru. Saat berangkat, pastikan tangki bensin terisi setidaknya 3,25 liter. Ketika pulang, mereka akan mengisi penuh tangki dengan bensin karena harganya lebih murah. Lalu dari Johor Bahru, mereka tidak diperbolehkan membawa hewan, telur, dan beberapa barang lainnya. Ribet juga ternyata. (*)

Wednesday, May 06, 2015

Disambut Sultan Baru, Menangisi Lee Kuan Yew (Edisi Jalan-jalan di Johor Bahru-1)

PENGANTAR: Tanggal 23-26 Maret lalu, saya berkesempatan mengunjungi Negeri Johor di Malaysia. Kunjungan ini atas undangan Malaysia Tourism Board dan Garuda Indonesia. Selain saya, ada pula jurnalis dari Bandung lainnya, yaitu Dewi dari Bandung TV, Ripki dari MQTV, Hasan dari Jabar....(asli lupa, Red), dan Teh Oyeng Yeni Ratna Dewi dari PR. Berikut oleh-oleh tulisannya yang dimuat secara bersambung di Harian Pagi Tribun Jabar edisi 7-10 April 2015.
=== 
 DAULAT TUANKU. Tulisan itu bertebaran di seantero penjuru kota dan seragam. Warna tulisan putih dengan latar berwarna biru tua. Bentuknya yang beragam. Ada yang di baliho besar, spanduk panjang, ataupun hanya spanduk kecil dan pendek. Yang pasti, semua tulisan itu dilengkapi dengan gambar mahkota serta raja dan ratu.

Ya tulisan Daulat Tuanku seakan menyambut kedatangan saya di Johor Bahru, 23 Maret lalu. Padahal tentu bukan ditujukan untuk saya yang datang bersama rombongan dari Garuda Indonesia dan Malaysia Tourism Board. Tulisan itu merupakan bentuk penghormatan dan kegembiraan masyarakat Johor Bahru atas pelantikan atau dalam istilah mereka, Istiadat Kemahkotaan Duli Yang Maha Mulia Sultan Ibrahim Ibni Almarhum Sultan Iskandar, sebagai Sultan baru Johor. Sultan Ibrahim dimahkotai sebagai Sultan Johor ke-5 di Istana Besar Johor, Johor Bahru.

Jadi bisa dibayangkan, hari itu adalah hari penuh keriaan dari masyarakat Johor dan merupakan hari libur. Mereka bergembira, bahkan menggelar pesta kembang api saat malam hari.  Karena pemahkotaan atau pelantikan sultan merupakan kejadian yang langka.

"Terakhir kami mengadakan kemahkotaan seperti ini ya 55 tahun yang lalu," kata Zulkifli, pemandu perjalanan dari MP Tour & Travel, yang memandu saya dan rombongan selama empat hari berpusing-pusing (keliling) Johor Bahru.


Saya tiba di terminal feri Berjaya Frontwater di kawasan Setulang Laut, Johor Bahru, setelah melakukan perjalanan melalui laut selama dua jam dari terminal feri Batam Center, Pulau Batam. Sebelumnya kami naik pesawat Garuda Bandung-Batam dari Bandara Husein Sastranegara.

Johor Bahru merupakan ibukota dari Kerajaan Johor dan kota kedua terbesar di Malaysia setelah Kuala Lumpur. Kota ini sudah ada sejak pertengahan abad 19. Tapi pengembangannya justru baru dilakukan belakangan ini. Itu tidak terlepas dari pesatnya perkembangan Singapura dan bahkan terus merangsek ke wilayah utara mendekati Johor, sebagai benteng Malaysia di bagian selatan.

Di Johor Bahru terdapat tiga istana miliki keluarga kerajaan Johor. Istana Johor Besar merupakan istana utama tempat kediaman Sultan Ibrahim bersama permaisuri, Duli Yang Maha Mulia Raja Zarith Sofiah Binti Almarhum Sultan Idris Shah. Mereka dikaruniai lima orang anak, yaitu Putra Mahkota Johor Duli Yang Amat Mulia Tunku Ismail Ibni Sultan Ibrahim, YAM Tunku Tun Aminah Maimunah Iskandariah Binti Sultan Ibrahim,

YAM Tunku Idris Iskandar Ismail Abdul Rahman Ibni Sultan Ibrahim, Tunku Temenggong Johor, YAM Tunku Abdul Jalil Iskandar Ibrahim Ismail Ibni Sultan Ibrahim, Tunku Laksamana Johor, YAM Tunku Abdul Rahman Hassanal Jeffri Ibni Sultan Ibrahim, Tunku Panglima Johor, dan YAM Tunku Abu Bakar Mahmood Iskandar Ibrahim Ibni Sultan Ibrahim, Tunku Putera Johor.

Lalu ada Istana Bukit Serena dan Istana Pasir Pelangi. Saya hanya berkesempatan melewati saja ketiga istana itu. Hanya Istana Pasir Pelangi yang bisa diamati dari jarak cukup dekat. Bangunan istananya kecil saja, tapi lahannya luas luar biasa. Lapangannya yang berupa stadion berumput hijau dipakai sebagai latihan dan lomba equestrian (berkuda) putra mahkota, dan juga  kuda polo. Tak jauh di depan istana terdapat helipad, tempat putra mahkota mendarat dan terbang pakai helikopter.

Sebagai kota yang tengah berkembang, Johor Bahru memang padat dengan pembangunan. Di kiri kanan jalan, bangunan berlantai tinggi menjadi pemandangan sehari-hati. Investor-investor dari luar negeri, khususnya dari Cina, memang tengah giat-giatnya membangun Johor Bahru. Hotel-hotel internasional berlantai belasan pun banyak berdiri di setiap sudut kota siap menyambut kedatangan para wisatawan mancanegara. Sementara warga lebih banyak bermukim di apartemen-apartemen atau rumah susun kecil yang teratur dan rapi.

Kemajuan yang dicapai Singapuralah yang menjadi penyebab percepatan pembangunan Johor Bahru. Menurut Denniel Fahrevi, staf Malaysia Tourism Board, dalam sejarahnya, Singapura itu merupakan pulau tempat pembuangan orang-orang Cina di Johor. Namun ternyata pulau pembuangan itu justru maju lebih pesat.

"Jadi ada latar kecemburuan juga melihat perkembangan dari Singapura, sehingga pembangunan Johor Bahru pun digenjot sejak 2008 agar bisa menyaingi Singapura," kata Denniel.

Zulkifli pun mengatakan, bahwa Johor dulunya hanya tempat transit para wisatawan sebelum melanjutkan perjalanan ke Kuala Lumpur. Kini, kata Zulkifli, dibangun destinasi-destinasi wisata, agar wisatawan betah berlibur di Johor Bahru.

Johor Bahru dengan Singapura hanya dipisahkan selat Johor yang jaraknya tak lebih dari 2 kilometer. Bahkan Johor Bahru dan Woodland, kota di utara Singapura, terhubung dengan jembatan sepanjang 1,1 km. Hanya perlu waktu 40 menit dari Johor Bahru, wisatawan bisa tiba di Singapura. Dengan harga hotel, angkutan, dan kuliner yang lebih murah dibanding Singapura, Johor Bahru menawarkan wisata keluarga dengan menghadirkan taman-taman tematik, seperti Legoland Malaysia, Angry Bird Activity Park, dan Hello Kitty Town.

Di hari yang sama saat saya mulai menghirup udara Johor Bahru, bertepatan dengan kemeriahan di Johor Bahru, suasana sebaliknya terjadi di Singapura. Di hari itu, 23 Maret, mantan perdana menteri dan juga pendiri Singapura, Lee Kuan Yew wafat.

Saluran-saluran televisi, baik milik Singapura dan Malaysia, yang bisa ditangkap di kamar hotel, semuanya menayangkan suasana perkabungan nasional di Singapura. Berhari-hari kemudian, televisi-televisi itu tetap menayangkan siaran itu selama seminggu penuh. Kesedihan dan hujan air mata warga Singapura menangisi kepergian Bapak Singapura itu menjadi sajian utama acara di televisi.

Jangan tanya pula di koran-koran, semua memberitakan hal serupa. Tapi berita utama atau headlinenya tetaplah acara Kemahkotaan Sultan Ibrahim, seperti yang New Straits Times sajikan, dengan judul besar "Daulat Tuanku". Sementara berita kematian Lee Kuan Yew disimpan di banner bawahnya dengan latar belakang hitam tanda berkabung. (*)