SUDAH dua malam ini, saya dan Bu Eri berbincang soal Taman Kanak-kanak (TK). Ya, sebentar lagi, Kaka Bila selesai "bermain" di playgroup Attaqwanya. Bulan Juni depan, harus sudah mendaftar ke TK.
Sebenarnya, Bu Eneng, Kepala Playgroup Attaqwa, sudah menawarkan, apakah Kaka Bila mau melanjutkan ke TK Attaqwa. Kalau iya, tidak perlu bayar uang sekolah lagi, hanya bayar uang seragam. Tapi Bu Eri kadung tidak begitu suka dengan kurikulum saat di playgroup, jadi secara halus menolak.
Beberapa bulan lalu, saya dan Bu Eri sebenarnya juga sudah sepakat. Kita akan masukkan Kaka Bila ke TK Purbo Indria di Warung Contong, Cimahi. Dekat dari rumah, jadi bisa diantar jalan kaki sama Teh Nia, atau juga pakai motor. Selain itu juga murah. Baru dari TK Purbo, melanjutkan ke TK Arrahmi di Mesjid Agung Alun-alun Kota Cimahi.
Itu rencana semula. Kenapa Kaka harus dua tahun belajar di TK-nya? Tentu ada alasannya. Dan sebenarnya itu juga sudah disepakati. Sekarang ini umur Kaka baru 4 tahun 7 bulan. Perhitungan kita, saat masuk TK, umur Kaka 4 tahun 9 bulan. Itu dengan prediksi masuk sekolah bulan Juli.
Nah tahun depan, saat selesai TK, Kaka baru berumur 5 tahun 7 atau 8 bulan. Kalau umur segitu masuk SD, tentu masih terlalu kecil. Pertimbangan kita, dari sisi psikologis, teknis, segala macam, anak di bawah usia 6 tahun, harus masuk SD jelas sangat berat.
Apalagi SD sekarang mesti harus bisa baca dan menulis. Beda dengan SD zaman saya dan Bu Eri. SD itu benar-benar untuk pelajaran dasar, ya membaca, ya menulis, ya menghitung, itu baru diajarkan di SD. Lha sekarang, TK sudah harus bisa baca tulis. Dan banyak SD yang menerapkan syarat, calon siswa harus sudah bisa baca, tulis, dan menghitung (Calistung).
Padahal pemahaman kami, terutama saya, periode anak usia 6-9 atau 10 tahun itu, bukanlah masa untuk belajar berat. Tapi masih periode bermain, walau tetap ada pendidikan di dalamnya, atau bahasa kerennya, Learning by Doing.
Terbayang kalau Kaka masuk SD umur 5 tahun 8 bulan, dia harus menghapal ini itu, dibebani PR, bawa tas yang besar. Bukankah itu eksploitasi terhadap anak, menginginkan anak seperti orang tuanya. Padahal dia masih punya kesempatan untuk menikmati dunianya. Lalu, Apa Kata Dunia...?
Any one want to comment and sharing about it?
Memang benar, ada anak yang cerdas, sudah lancar membaca, menghitung, saat dia sekolah di TK. Jadi di SD, dia tidak ribet lagi. Saya dan Bu Eri pun, lagi-lagi sepakat, kalau memang Kaka seperti itu, dalam artian perkembangan teknis baca tulis menghitung dia pandai, tak masalah mau masuk ke SD pada umur 5 tahun 8 bulan juga.
Hanya saja, kita mesti pintar-pintar mencari SD yang tepat dengan potensi anak. Saya tidak ingin melihat Kaka Bila seperti Mas-nya, Mas Fathan. Fathan ini sepupunya Bila, anak Bapak (Mas Rohman) dan Bu De Ani. Kaka memang memanggil Pak De-nya itu dengan panggilan Bapak. Sejak SD kelas 1, Fathan sudah dibebani setumpuk pelajaran. Berangkat dari rumah jam 05.30, menunggu jemputan. Pulang ke rumah jam 15.00. Setiap hari seperti itu. Hah apa tidak cape tuh anak. Mau main tidak boleh, atau tidak ada waktu, karena harus belajar dan mengerjakan segunung pekerjaan rumah. Jadi hilang masa indah kanak-kanak, dan itu bagi saya adalah dosa besar orang tua kepada anaknya, karena tidak memberi kesempatan untuk menikmati masa kanak-kanak yang indah itu.
Kembali ke masalah pilihan TK buat Kaka Bila, bagi saya dua tahun di TK tak masalah. Jadi saat masuk SD, dia berumur 6 tahun 8 bulan. Umur yang ideal untuk memulai belajar di SD. Dan saya sudah punya bayangan kemana Kaka Bila akan masuk SD. Saya mau dia masuk SD Hikmah Teladan.
SD ini menerapkan, persis seperti yang saya sebutkan, soal periodisasi perkembangan anak. Sampai kelas 4 SD, anak tidak terlalu dipaksa untuk belajar. Dia bebas untuk bermain, tapi tetap ada pelajaran yang masuk. Koran KOMPAS pernah memuat profil SD yang berlokasi di Cimindi Cimahi ini. Jadi bisa dicari bagaimana kurikulum SD ini.
Persoalannya, Bu Eri mulai goyah dengan paradigma baru ini. Bu Eri inginnya Kaka langsung masuk ke TK Arrahmi. Jadi kalau memang Kaka punya potensi untuk masuk SD, bisa langsung masuk SD, walaupun umurnya baru 5 tahun 8 bulan. Nah lho..!
"Sekalian yang bagus gitu, kalau Kaka memang mampu ke SD, ya tidak sayang, karena TK-nya memang bagus. Lagian kalau umur 6 tahun 8 bulan, kayaknya ketuaan deh," argumen Bu Eri.
Saya kembali harus menjelaskan gimana perkembangan psikomotorik anak, dan bla bla lainnya. Saya bilang, kalau memang Kaka berbakat, terus potensinya terasah, lalu dia memang bisa cepat membaca, menulis, menghitung, dan dia mampu, tidak masalah Kaka sekolah di TK Purbo juga. TK di kampung lah, tempatnya Bu Eri dulu sekolah TK juga. "Walaupun cuma di TK Purbo, tapi kalau Kaka mampu dari sisi psikologis, teknis, matematis, dan lain-lain, ya bisa langsung ke SD," kata saya.
Artinya, sekolah TK di manapun, bukan masalah. Hanya tinggal komitmen orang tuanyas saja untuk memberikan pendidikan yang memang sesuai dengan usia anak. Memang Bu Eri setuju-setuju saja. Tapi waktu saya tembak,"Ya, tapi Ibu maunya Kaka ke Arrahmi khan? Ya, gak apa-apa, asal kitanya saja siap membiayai. Syukur kalau hanya satu tahun, kalau dua tahun ya harus siap juga," ujar saya.
Ya, Bu Eri mengakui itu. Ia lebih condong untuk memasukkan Kaka Bila langsung ke TK Arrahmi, ini katanya TK papan atas di Cimahi. Selain itu, untuk masuk ke TK ini, Bu Eri sudah minta tolong Teh Nani, anggota DPRD Kota Cimahi. Teh Nani ini dulunya Kepala Sekolah Arrahmi. Dan Teh Nani sudah menyanggupi. Soalnya, pendaftaran ke TK Arrhahmi sudah ditutup. Mereka yang bisa masuk tahun ini, adalah calon siswa waiting list, yang mendaftar sejak tahun lalu. Weh, gila tuh ya..masuk TK mesti waiting list. Ya itu karena TK nya bagus, sehingga banyak peminatnya.
Dan janji Teh Nani, bagi siswa yang masih di bawah 5 tahun, ada pemisahan dan perlakuan berbeda dengan yang sudah berumur di atas 5 tahun. Saya sih minta Bu Eri menggali dulu informasi sebanyak mungkin tentang TK Arrahmi, soal uangnya, soal kurikulumnya, soal pengajarnya, dan lain-lain. Nanti baru bisa dibandingkan dengan TK yang lain...
No comments:
Post a Comment