TIKUS tergolong binatang pengerat. Masih satu keluarga dengan hamster dan marmut. Apa yang dipikirkan jika kita bicara tentang tikus? Tentu yang keluar dari otak adalah bayangan sosok tikus yang berkumis dan berekor panjang suka hidup di tempat kotor, kumuh, dan sebagian orang sangat menggelikan sekaligus menjijikkan.
Stigma yang melekat dalam pikiran, tikus adalah binatang yang suka merusak dan menggerogoti karung-karung beras, kotak kardus, tempat sampah, dan barang apapun yan ada di rumah. Intinya, tikus adalah binatang pengganggu.
Karena sifat pengganggu dan penggerogot itulah, sosok tikus selalu dilekatkan pada koruptor, pelaku korupsi. Bukankan tikus dan koruptor memiliki hobi yang sama, yaitu mengerat dan menggerogoti? Bedanya, tikus hanya menggerogoti barang di seputar rumah, sementara koruptor menggerogoti uang negara dan menyengsarakan rakyat banyak.
Beberapa hari lalu, Jaksa Agung Hendarman Supandji melantik 32 orang jaksa di lingkungan Kejaksaan Tinggi Jabar menjadi anggota Satuan Khusus Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi (PPTKP) Kejati Jabar. Inilah tim khusus untuk mengungkap kejahatan korupsi, memburu para koruptor, para tikus-tikus berdasi yang beraksi di Jawa Barat.
Tentu ini langkah yang harus didukung semua pihak. Bagaimanapun, korupsi yang meruyak di negeri ini bisa menghancurkan sendi-sendi kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Dari balik meja, di keriuhan kafe-kafe, ruang lobi dan kamar hotel, suap menyuap untuk menutup kasus korupsi terjadi. Sekelas menteri hingga rakyat jelata pun sudah dihinggapi penyakit kronis ini. Karena itu butuh kekuatan besar dan tekad kuat, untuk membasmi korupsi dan menyeret para koruptor ke balik jeruji.
Di daerah Jawa Tengah atau Jawa Timur, juga di sebagian Jawa Barat khususnya Pantura, untuk membasmi tikus di sawah, sering diadakan gropyok atau berburu secara massal. Warga, terutama para petani dan pemilik sawah, secara bersama-sama dan gotong royong mengejar tikus-tikus pengerat padi hingga tuntas. Semua goa-goa tempat persembunyian tikus diasapi agar tikus pemakan padi itu keluar. Saat muncul di pematang sawah, tikus- tikus itu langsung diburu dan digebuki beramai-ramai.
Mungkin pola semacam itupun bisa dipakai untuk mengejar para koruptor. Masyarakat diajak untuk berani melaporkan setiap bentuk korupsi. Bersama-sama saling mengawasi sekecil apapun tindak korupsi.
Mulailah dari diri sendiri untuk bertekad tidak korupsi dalam bentuk apapun, dan mengajarkan kepada anak bahwa korupsi adalah kejahatan yang menyengsarakan umat.
Kita berharap, kinerja tim pemburu koruptor Kejati Jabar menjadi syok terapi dan memiliki efek jera bagi mereka yang sudah korupsi dan berniat korupsi. Jika hukuman mati memang pantas bagi koruptor, tak ada salahnya dipertimbangkan. Kita juga berharap, tahun 2008 yang dalam penanggalan Cina adalah tahun tikus, bakal menjadi kuburan bagi "tikus-tikus berdasi" itu.(*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Jumat 1 Agustus 2008
No comments:
Post a Comment