KUNJUNGAN sejumlah anggota DPRD Kota Bandung ke Beijing Cina mengundang kehebohan. Heboh karena kunjungan atas undangan KONI Kota Bandung itu dilakukan setelah seluruh atlet Indonesia sudah kembali berada di tanah air. Heboh karena kunjungan digelar di tengah kondisi masyarakat yang kian tercekik dengan tingginya harga minyak tanah dan naiknya harga sembako.
Belum lagi reda, muncul kehebohan lain, empat anggota DRPD Kota Bandung akan berangkat ke Australia. Mereka diundang Dinas Pariwisata Kota Bandung untuk mengikuti Jabar Expo, promosi pariwisata Jabar di Negeri Kanguru. Dalam tempo beberapa hari saja, belasan anggota dewan bersiap terbang ke luar negeri. Belum lagi ditambah dengan rencana anggota dewan lainnya yang akan berangkat ke Bali, juga untuk studi banding.
Alasan anggota DPRD berkunjung ke Beijing, selain untuk melihat pelaksanaan Olimpiade, juga untuk meninjau sarana olahraga yang dibangun Negeri Tirai Bambu itu. Kabarnya, peninjauan sarana olahraga itu untuk masukan kepada Pemkot Bandung yang juga akan membangun sarana olahraga di Gedebage.
Sementara anggota DPRD yang pergi ke Australia berkilah, kunjungan itu relevan dengan komisi yang mereka garap selama ini. Jadi sah saja berangkat ke sana. Sebenarnya kunjungan kerja ataupun studi banding merupakan hal biasa bagi instansi atau lembaga manapun. Dalam penyusunan anggaran, pasti ada mata anggaran studi banding. Tujuannya jelas, untuk membandingkan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki obyek tujuan, untuk kemudian sejumlah kelebihan dan keunggulan itu diterapkan di lembaga atau instansi yang bersangkutan.
Begitu pula dengan lembaga DPRD. Begitu sering kita dengar berita, anggota DPRD berangkat studi banding ke sejumlah provinsi di Indonesia. Rasanya Bali, khususnya Jembrana, yang paling sering dikunjungi DPRD-DPRD. Karena Jembrana sukses dalam mengelola pendapatan yang kecil namun mampu menyejahterakan rakyat, lewat pendidikan dan kesehatan gratis.
Tapi yang kemudian harus dipertanyakan adalah sejauh mana urgensi dan manfaat studi banding itu bagi rakyat. Dalam pandangan awam, studi banding itu hanyalah topeng untuk menutupi kegiatan jalan-jalan. Karena banyak kejadian, jadwal belanja lebih lama ketimbang studi bandingnya. Sudah berapa sering studi banding itu dilakukan, dan mana manfaat langsung yang dirasakan oleh masyarakat. Apakah dengan kunjungan itu kesejahteraan rakyat bisa meningkat?
Itulah sesungguhnya yang harus diawasi, bahkan harus ditagih oleh masyarakat. Jangan sampai program kunjungan ke luar daerah dan luar negeri hanya pemborosan belaka, menghabiskan anggaran. Kesejahteraan rakyatlah yang harus menjadi tujuan dari semua program kegiatan eksekutif dan legislatif. Bagaimanapun, merekalah yang diberi amanah untuk menjadi pemimpin dan wakil rakyat. Kepada wakil rakyat, aspirasi disampaikan, dan pelaksanaan aspirasi itu ada di tangan eksekutif. Jangan sampai menjadi pemimpin dan wakil rakyat yang tidak amanah, karena berat tanggung jawabnya. Sungguh, berat tanggung jawabnya.(*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Senin 25 Agustus 2008.
No comments:
Post a Comment