AKHIRNYA kesampaian juga untuk menyaksikan penampilan G-Pluck, band jiplakan The Beatles van Bandung, Kamis 31 Juli di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) ITB. Semua serba kebetulan. Kebetulan koran terbitan Jumat didominasi pengumuman SNMPTN, sehingga deadline maju tak tanggung-tanggung. Semua harus beres sebelum magrib.
Jadi selepas Magrib bisa santai atau langsung pulang. Tentu saja ini kesempatan yang terjadi setahun sekali, bisa selesai dan pulang Magrib. Kebetulan kedua, Budi orang promosi memberi saya dua tiket nonton acara di Sabuga itu. Katanya ada kerjasama iklan dengan Trijaya selaku sahibul bait acara.
Ya sudah, kesempatan emas itu tak disia-siakan. Saya kontak Bu Eri, mengajaknya untuk menonton di Sabuga. Untuk sementara, rehat dulu lah dari kesibukan di kantor dan rumah. Sekali sekali boleh dong.
Janjian ketemu jam 7 malam di kantor Jalan Malabar. Acara memang dimulai jam 7, tapi kami tak langsung ke Sabuga, tapi ke Landmark Braga dulu untuk beli mainan Adik dan Kaka.
Keluar dari Landmark, hujan menghadang. Tanggung sudah diniatkan untuk menonton, kami tancap gas terus menembus hujan, yang ternyata deras juga, menuju daerah belakang kampus ITB itu.
Saya masuk ke Sabuga dengan kondisi celana jeans kuyup. Maklum nekat bermotor ria tidak pakai jas hujan. Rupanya acara inti belum dimulai, baru MC saja yang berkoar-koar. Kami mengambil tempat duduk di tribun belakang, di jajaran ketiga dari bawah.
Saya yakin penonton yang datang memang sudah terbius lebih dulu dengan nama G-Pluck. Sehingga yang dinanti-nanti pun jelas penjiplak Th Beatles itu.
Penampil pertama adalah Master Beat. Mereka menyanyikan tiga lagu, di antaranya Sgt Pepper's Lonely Heart Club Brand dan While My Guitar Gentle Weeps. Lalu penampil kedua adalah Manhattan. Nah ini kelompok musik yang menarik juga. Mereka adalah anak-anak muda. Usianya saya taksir tak lebih dari 22 tahun. Tapi mereka semua penggemar The Beatles, grup band seangkatan bapak atau kakek mereka.
Mereka cukup unik. Memasang dua pemain keyboard. Jadi lagu-lagu yang dinyanyikan pun lagu Beatles yang mengandung unsur keyboard. Ada Eleanor Rigby, Got to Get You Into My Life, lalu Hello Goodbye, dan When I'm Sixty Four.
Nah seusai mereka, penampilan jadi berubah total. Yang muncul adalah grup Kuburan, grup underground yang selalu tampil dengan aroma mistis. Mereka menutup panggung dengan bentangan kain hitam. Ketika kain diturunkan, tiga orang pemain gitar dan bas plus vokalisnya duduk andeprok di lantai panggung. Asap kemenyan mengepul. Mereka asyik bermain alat musik seperti tak beraturan. Cara memegang gitar pun seperti memegang rebab. Tapi lama kelamaan, mulai terjadi harmonisasi dan itulah intro untuk masuk ke lagu Love You To. Aslinya lagu ini memang pakai sitar.
Yang unik dari Kuburan, tentu kostumnya. Mereka bermake up ala band rock jadul, Kiss. Kostum pun nyeleneh. Vokalisnya pake rok dengan sepatu boot selutut. Dan sebagai ciri khas Kuburan, tentu ada pemeran pocongnya yang ikut-ikutan manggung dan bernyanyi. Menonton Kuburan, ibarat menonton pentas kabaret.
Lepas dari Kuburan, tiba giliran 4Peniti. Saya tidak tahu banyak tentang grup satu ini. Rupanya mereka ini pengusung aliran jazz. Hanya satu yang saya tahu, Amy Violin yang memainkan biola. Tapi mereka begitu rancak memainkan, memodifikasi dan improvisasi lagu-lagu The Beatles dengan rasa Jazz. Luar biasa, Justru malam itu, merekalah penampil terbaik, setelah G-Pluck.
Mereka, Zaky (vokal dan gitar), lalu Amy (violin), Rudi (bass gede), Ari pada drum, dan satu pemain gitar tambahan, begitu apik dan kompak memainkan komposisi-komposisi The Beatles. Dan mereka pun komunikatif. Sayangnya, kebiasaan mereka untuk komunikatif, mengajak penonton bernyanyi menirukan suara vokalis, kurang direspon penonton. Entah karena sedikit, entah karena penonton memang bukan penikmat jazz, jadi tidak begitu ngeh ketika Zaky mengajak berteriak bersama.
Lagu Eleanor Rigby begitu enak mereka mainkan. Terlebih melodinya memang tepat dimainkan Biola. Salut untuk 4Peniti. Lalu ada kejutan dari mereka. Lagu Badminton karya seniman Sunda Mang Koko, mereka mainkan dengan rasa jazz campur sedikit rap. Luar biasa.
Dan di penghujung acara, tentu saja yang ditunggu-tunggu, G-Pluck. Band penjiplak The Beatles dari segala sisi terbaik di Indonesia. Mulai kostum, alat musik, sampai wajah dan aksen bicara pun mereka usahakan mirip. Presisi, begitu kemampuan mereka meniru The Beatles. Guitar Wawan adalah gitar yang sama dimiliki George Harrison buatan Jerma. Harganya, mau tahu? Katanya Rp 2,4 miliar. Wow.
Selain Wawan, Ada Awan Garnida, penjiplak Paul McCartney sang bassist. Lalu ada Adnan Sigit yang mukanya mirip-mirip John Lennon. Di belakang drum, ada Beni Pratama yang brewok berupaya dimiripkan dengan Ringo Star.
Twist and Shout membuka penampilan mereka. Dan mengalirlah lagu-lagu legendaris The Beatles, From Me To You, Help, Ask Me Why, dan lagu-lagu lainnya hingga genap 30 lagu.
Sayang saya tidak bisa tamat menyaksikan mereka. Bu Eri keburu ngantuk berat. Daripada tidur di jalan, lebih baik pulang duluan. Tak mengapa. Yang penting saya bisa menyaksikan aksi panggung G-Pluck, sebelum mereka berangkat ke Liverpool 15 Agustus sebagai salah satu dari dua wakil Asia yang akan mengikuti The Beatles Week Festival 2008 di Liverpool. Bravo G-Pluck!. (*)
No comments:
Post a Comment