Tuesday, June 05, 2007

Menunggu itu Tak Enak Jenderal

Kamis 31 Mei
SAAT mengantre di depan konternya Lion Air, baru saya tahu kalau pesawat jurusan Batam-Jakarta no penerbangan 379 yang akan saya tumpangi ternyata delay. Jadwal semula jam 13.40 sudah mengudara, ternyata baru jam 15.00 pesawat datang ke Bandara Hang Nadim. "Kok enggak ada pemberitahuan yah, bukannya suka diberi tahu via telepon kalau tertunda," pikir saya. Rupanya calon penumpang yang lain yang sama-sama antre juga merasakan hal yang sama. "Wah delay yah, kita gak tahu nih," kata seorang di antaranya. Setelah menyetor koper, saya pun bergegas ke lantai 2, menuju ke ruang tunggu. Belum juga sampai, saya merasa ada yang ketinggalan. Oh pigura karikatur! Cepat saya turun kembali ke konter Lion Air. Tepat ketika pigura itu jatuh dari sandarannya, saya sampai dan langsung mengambil kenang-kenangan dari teman-teman Tribun Batam itu. Ya saya mendapat kenang-kenangan berupa gambar karikatur diri saya. Itu buah tangan Ganjar Witriana, desain grafis jempolan punya Tribun Batam.

Karena jarum jam baru menunjukkan pukul 13.00, saya pergi ke musala dulu, salat Lohor. Usai salat saya kontak Bu Eri, minta booking travel Cipaganti diundur ke jam 5 sore, karena pesawat delay. Soal travel beres diurus Bu Eri. Baru saya menuju ke ruang tunggu A3. Tapi saya tak langsung masuk. Saya memilih untuk duduk di bangku luar, sambil menikmati pemandangan Bandara Hang Nadim. Sebenarnya saya ingin tahu sejarah Bandara ini dan siapa sesungguhnya Hang Nadim ini. Tapi bagian informasi ada di luar, jadi tak mungkin saya keluar. Yang pasti ini bandara tersibuk di kawasan Sumatera, berbatasan dengan Singapura. Luas lahannya jangan ditanya, sebagai bandara internasional tentu Hang Nadim jauh lebih luas ketimbang Bandara Hussein Sastranegara Bandung. Melayani penerbangan domestik dan internasional. Tak heran, lalu lintas penerbangan, terlebih di saat long weekend, sangat padat.
Sungguh tak enak menunggu begini, apalagi kalau tidak ada teman mengobrol. Tahu delay begini, saya bisa lebih lama nongkrong di kantin. Akhirnya saya jeprat-jepret sebentar di dekat ruang tunggu. Satu jam kemudian, saya pun masuk ke ruang tunggu A3. Beragam orang, beragam obrolan, beragam aktivitas, bisa dijumpai di ruangan yang satu ini. Ada orang yang rambutnya gondrong putih, seperti Jakob Oetama Pemimpin Kompas. Dari tampilannya saya sudah menduga, setidaknya dia ini pastor. Saya tidak bermaksud mencuri dengar, tapi suara obrolan dia begitu keras. Dan isi obrolannya ternyata tentang gereja dan aktivitasnya.
Lalu ada pula seorang muda, bersama istrinya, yang asyik mengoprek laptop. Lelaki ini memakai topi Telkomsel. Mungkin dia bekerja di situ. Di sebelah depan saya, ada seorang lelaki tua, terkantuk-kantuk. Tak lama terdengar suara ceriwis dua perempuan. Mereka mencari kursi yang masih kosong. Lalu duduk di sebelah kanan depan saya. Pakaiannya menunjukkan mereka dari kota? Jakarta? (Baju ketat, terlihat udel, mek ap tebal..ha ha). Dan gayanya pun nyeleb banget, sok ngartis... Ah urusan amat dengan orang lain.
Akhirnya jam 15.00, petugas melewati speaker mengumumkan pesawat Lion Air 379 telah
mendarat. 15 menit kemudian, saya pun sudah mengantre dalam barisan menuju pintu Lion Air. Rasanya ingin lari ke dalam, cepat mengangkasa, cepat mendarat, cepat melaju ke Cimahi, dan bertemu keluarga. Nomor seat saya 23 C, tapi enggak hoki. Ternyata kursi itu berada di pinggir pintu keluar darurat, jadi cuma satu bangku di barisan itu. Jadilah saya penumpang tunggal... Saya sih ambil positifnya saja. Kalau ada apa-apa, saya tinggal membuka pintu darurat di kiri saya (he he menghibur diri...)
Namanya Lion Air memang pelopor penerbangan murah. Saking murahnya, penumpang cuma diberi aqua gelas kecil, biar tidak haus. Berbeda dengan saat berangkat ke Batam memakai Merpati airlines. Mereka memberi penumpang makan sore.
Jam 17.00 pesawat mendarat selamat di Bandara Soekarno Hatta. "Wah telat nih, travelnya pasti udah pergi," pikir saya. Saya pun bergerak lebih cepat menuju ke tempat pengambilan koper. Sebelum mengambil koper, saya ke konter Cipaganti dulu tepat di depan bagage claim no 2. Ternyata mobil yang jam 5 sore memang sudah berangkat. akhirnya saya dipindah ke perjalanan jam setengah 7.
Masih ada waktu pikir saya. Perut mulai minta diisi lagi. Saya pun mencari resto di luar. Sambil makan, sambil menunggu travel. Jam 6.10 travel datang, langsung berangkat. Tapi wow ...jalanan macet luar biasa. Ini memang hari mengawali libur panjang di akhir pekan. Wah cilaka, mobil merayap lambat banget. Karena arus kendaraan di jalan tol kota tak bergerak, akhirnya sopir mengambil jalur Tanjung Priok. Jam 8.30 malam, mobil travel masih di Cilincing. Selepas itu, mobil pun melaju meninggalkan Jakarta menuju ke Bekasi. Jam 21.30, mobil berhenti di check point Cipaganti. Saya sempatkan waktu itu untuk makan bakso Tennis Senayan. Ah mahal-mahal rasanya tidak begitu enak. Masih top Mas Trisno di Baros cimahi.
Setengah jam berlalu, mobil pun melaju kembali, kini dengan kecepatan tinggi. Jam 23.00, mobil pun sudah sampai di pelataran parkir kampus Unjani Cimahi.
Alhamdulillah, sampai juga di rumah. Bu Eri, Kaka juga, menjemput di depan. Ah senang rasanya kembali ke Pakusarakan, balik ka lemah cai. Sudah terbayang hari esok, bercengkerama dengan Bu Eri, Kaka, dan Adik. Teriakan-teriakan Kaka dan jeritan adik, atau suara Bu Eri memarahi Kaka. Ha ha saya rindu itu semua...(*)

No comments: