Saturday, June 16, 2007

Kembang Setaman (A Little Park)




RUMAH saya berada di sebuah kampung. Letaknya di pinggiran Kota Cimahi, tepat di samping Kampus Unjani Cimahi. Karena dekat dengan kampus, otomatis di kampung saya, Babakan Sari, banyak rumah kos-kosan. Ada yang milik warga asli kampung Babakan, ada pula milik orang luar Babakan. Karena bisnis kos-an ini menggiurkan, akhirnya kebanyakan rumah di kampung saya dibuat jadi kosan. Begitu pula dengan lahan sawah dan kebun. Orang-orang berduit, yang bukan asli Kampung Babakan, berlomba membuat rumah kosan. Megah-megah. Sampai-sampai, ada satu kamar kos yang harganya Rp 4 juta setahun. Hah itu sih bisa buat kontrak satu rumah utuh setahun. Yang mahal-mahal begini biasanya dihuni anak-anak kedokteran. Mereka memang orang berduit tebal. Mana ada mahasiswa kedokteran, apalagi swasta, miskin? Very very rarely...
Karena lahan kosong, terutama sawah, semakin menyempit, kondisi lingkungan pun berubah. Kini sulit untuk mencari pohon besar untuk sekadar berteduh. Sawah masih ada, tapi sudah dipatok-patok plus papan pengumuman: DIJUAL. Sulit menemukan suasana teduh, hijau, atau asri.
Saya cukup prihatin dengan keadaan ini. Bagaimanapun kondisi ini akan berpengaruh pada anak-anak saya. Mereka akan kesulitan mencari tempat untuk bermain. Akibatnya, sulit bersosialiasi dengan teman-teman mereka. Bisa jadi mereka tidak akan mengenal sawah lagi, karena lahannya sudah dibabat habis dan berganti rumah kosan.
Berangkat dari kondisi itulah, saya mencoba membuat suasana rumah lebih hijau, segar, asri. Rumah saya tidak memiliki halaman. Cuma ada sedikit teras ubin, sekitar 1 meter x 2 meter. Tapi bisa dimanfaatkan untuk menyimpan pot-pot bunga.

Sudah lama sebenarnya saya ingin menanam pohon, bunga, ataupun sayuran. Mungkin karena dulu saya punya cita-cita jadi petani, sehingga sekarang dilampiaskannya.
Saya beli beberapa pohon, bunga. Sri Rejeki, Aglonema, Cemara perak, dll. Awalnya cuma tiga pot. Lama-lama makin banyak. Sekarang, teras rumah sudah penuh dengan berbagai macam bunga. Terakhir beli bunga waktu ke Ciwidey. Beli bunga Kastubi dan Bunga Salju. Bunga makin bertambah, karena saya coba dianakkan. Seperti Sri Rejeki. Sekarang sudah ada tiga pot. Selama ini sih lebih banyak Ibu yang mengurus bunga. Awalnya kurang suka. Bilangnya,"hambur duit, ditabung saja". Eh lama kelamaan, malah Ibu sendiri yang beli bunga di pasar. He he...
Sekarang teras rumah terasa adem, hijau, dan tentu senang melihatnya. Tak cuma saya dan keluarga. Para tetangga kalau lewat depan rumah pasti memperhatikan tanaman hias di teras rumah. Sayangnya ada beberapa bunga atau tanaman hias yang mati. Red Aglonema satu-satunya yang ada di teras rumah, mati, ketika saya pulang dari Batam. Lalu Cemara Perak lebih dulu mati. Ya mungkin perawatannya kurang baik, sehingga tak mau hidup. Selain perawatan kurang bagus, musuh tanaman hias adalah ulat. Ini yang biasanya menyerang tanaman Sri Rejeki. Wuih, ulatnya gede-gede dan bikin daun jadi bolong-bolong, sampai habis.
Nah yang bikin saya senang, beberapa tetangga mengikuti jejak menanam tanaman hias di pekarangan atau teras rumah yang sempit. Bahkan kami suka bertukar tanaman. Tak heran, di sekitar rumah, sekarang lumayan rada hijau oleh tanaman hias.
Selain bunga, saya pun menanam sayur di polybag. Waktu berangkat ke Batam, ada beberapa bag cabe dan selendri yang sudah tumbuh. Saat pulang, ternyata cuma Seledri yang bertahan. Pohon Cabe mati semua. Katanya diserang ulat. Beberapa hari lalu, saya panen Seledri. Lumayan buat penyedap sayur Sop. Makanya terpikir untuk menanam sayuran secara besar-besaran di polybag. Siapa tahu jadi juragan sayur. (*)

No comments: