KAMAR kami bak kapal pecah. Berantakan, tak karuan. Padahal hari sudah siang. Jam bundar kecil hadiah dari Sosro di dekat lemari menunjukkan pukul 12.30. Bu Eri yang membuat berantakan. Dari tadi malam, ia terus mengetik di laptop, menyelesaikan tulisannya. Padahal itu tulisan untuk edisi Senin depan, di Rubrik Teropong. Tapi karena harus berangkat ke Ambon, Kamis sore ini, mau tidak mau tulisan itu harus sudah selesai.
Jam 4 sore, Bu Eri ditunggu di Pemkot Cimahi. Sementara pakaian, belum ada satupun yang disiapkan. Saya sudah menyiapkan ransel cyberpack yang biasa saya sandang ke kantor untuk dibawa Bu Eri. Soalnya ke Ambon mau bawa laptop juga. "Mau kirim berita," katanya.
Semua isinya saya keluarkan. Ransel itu memang buat membawa laptop. Saya beli waktu mau meliput Munas Nahdlatul Ulama di Boyolali, tahun 2004. Eh malah dapat berita dari langit. Pesawat Lion Air jatuh di Bandara Solo. Saya pun keluarkan tas dorong buat travel. Terakhir, troli bag ini jalan-jalan ke Batam. Wah, sekarang di jalan-jalan ke Ambon Manise... Enak nian ini tas.
Jarum jam menunjukkan pukul 1 siang. Pekerjaan Bu Eri baru kelar. Tapi itu pun masih meninggalkan utang. Berhubung tak sempat lagi, Bu Eri minta saya untuk mengirimkan tulisan-tulisan itu via email ke kantor PR. Sekarang tinggal ngepak baju-baju dan peralatan tempur lainnya. Ransel cyberpack khusus untuk membawa laptop, charger, dan kamera Nikon. Sementara pakaian semua di tas dorong. Semula Bu Eri enggan pake tas
dorong. "Ah ini sih tasnya kegedean," kata dia. He he gak percaya dia, kalau sudah bawa pakaian, pasti kurang gede itu tas. Setelah packing sana sini, memang terbukti, tas itu kurang gede. Tapi saya senang dengan tas dorong satu ini. Tidak terlalu kecil, juga tidak terlalu besar. Kalau terlalu kecil jadi mirip tas perhiasan. Kalau terlalu besar, mirip koper jemaah haji.
Setelah mandi (berarti belum mandi dari tadi pagi), sekitar jam 2 siang, Bu Eri pilih-pilih baju batik. Kata dia, Pemkot minta wartawan bawa batik buat acara seremonial. Hah, mana punya Bu Eri batik. Akhirnya pinjam sama Mbak Ani.
Saya menggoda Kaka yang baru selesai mandi, "Hayo ditinggal sama Ibu, kasihan deh. Nanti tidurnya sendiri lho. Ya berdua deh sama tikus," canda saya. "Ya biar aja, nanti tidur sama mbah Uti aja, sama adik," jawab Kaka manja.
Sejak pagi, Kaka manjanya minta ampun deh. Dia tahu, ibunya mau pergi. Mumpung masih ada di rumah, kali. Contohnya waktu nonton di ruang tengah, saya tinggalkan Kaka terus masuk ke kamar sambil memangku Adik. Apa coba komentar Kaka. "Heuh aku gak punya teman nih, sendirian, Semuanya pergi," rajuk Kaka. Ha ha ha saya langsung ketawa. "Sini Ka, nontonnya di kamar aja sambil nemenin Ibu," ajak saya.
Saya sempatkan dulu untuk membuka situs berita detikcom di HP saya. Saya baca satu persatu. Wow, ternyata ada berita Presiden SBY sudah datang ke Ambon. "Wah pesawat SBY susah mendarat di Ambon, hujan terus," kata saya. "Iya, katanya Ambon lagi banjir," tambah Bu Eri.
Jam setengah empat sore, Bu Eri minta tolong Mas Rikhan untuk mengantarkannya ke Pemkot pakai mobil turungtung. Soalnya, teman Bu Eri, yaitu Eli yang ikut juga ke Ambon, ternyata tidak jadi menjemput ke rumah. Dia malah belum dapat taksi. Padahal rumahnya di Buahbatu, jauh ke Cimahi.
Akhirnya jam 4 lebih, kami tiba di perkantoran Pemkot Cimahi. Rupanya Bu Amel, reporter RRI, sudah lebih dulu tiba di sana. Setelah cipika-cipiki, saya, Kaka, dan Mas Rikhan, pulang.
Jam setengah 5 sore, saya memburu ke kantor. Motor dipacu kencang. Jelas saya sudah tidak bisa ikut rapat bujeting. Dari tadi siang, saya sudah minta izin, telat datang. Mana hujan lagi, gerimis, dari tadi pagi sampai sore ini. Yang penting pekerjaan beres semua... (*)
No comments:
Post a Comment