Wednesday, July 09, 2008

My Home: Metamorphosis (3)

HARI ini sangat menentukan bagi kelanjutan pembangunan rumah saya. Ini bagian yang paling rumit, setidaknya menurut saya. Yap, mengecor dak beton lantai dua. Setelah 40 hari, pas 40 hari, membangun lantai satu, giliran dak beton ini yang digarap.

Tentu beralasan kalau saya menyebut proses mengecor ini sangat menentukan. Seperti pernah saya sebutkan dalam tulisan sebelumnya, modal saya dan Bu Eri membangun rumah ini sebenarnya terbilang nekat. Uang tabungan kami tidaklah banyak. Hingga dua hari sebelum ngecor, sudah 5 bank yang menolak ajuan kredit kami. Bank Niaga, Mandiri, Bank Jabar, BNI Syariah, dan terakhir BTN. Semuanya menolak. (Baca tulisan sebelumnya di sini dan di sini)

Alasan paling utama, ya soal akses masuk ke rumah kami itu. Terang saja, rumah kami ada di tengah kampung, yang hanya bisa dilewati gerobak tukang bakso saja. Mobil jelas tak akan mungkin masuk. Walaupun kami berargumentasi, lokasi rumah kami ini menjual, yang juga diiyakan pihak bank sebagai daerah marketable, tapi tetap saja bank bersikukuh tidak meloloskan permintaan kredit kami.

Untuk menyelesaikan lantai satu ini, kami meminjam uang ke Mas Rohman, kakak kami. Perhitungannya, kalau kredit disetujui, kami langsung bayar lunas pinjaman itu, dan utang kami hanya ke bank. Tapi setelah semua bank menolak, kami hanya bisa pasrah. Tapi tetap semangat untuk melanjutkan pembangunan.

Saya selalu menekankan kepada Bu Eri, yakinlah rezeki itu akan datang pada kita kalau kita mau berusaha. Alloh SWT memberi rezeki dari arah yang tak pernah kita duga. Jadi untuk melanjutkan pembangunan lantai dua sampai beres beratap bergenting, saya hanya berbekal keyakinan saja.

Pengecoran sendiri dimulai sejak pukul 07.00 WIB. Ada 23 orang, tetangga semua, yang bekerja. Pengecoran memang harus selesai dalam waktu satu hari, supaya hasilnya bagus, tidak pecah.

Tanpa diduga pula, Mama datang berkunjung bersama Papa. saya manfaatkan kesempatan itu untuk meminta doa agar pembangunan rumah bisa selesai. Mama pun sempat bertanya,"Punya uang gak untuk ngeberesin rumah. Ini kan rumah besar lho, pasti gede uangnya," kata Mama dalam bahasa Sunda. Saya jawab pasti saja."Gak punya Ma, La haula saja, mudah-mudahan bisa beres sampai genting terpasang. Doakan saja".

Rencananya pengerjaan rumah baru dimulai lagi Senin depan. Mulai besok semua tukang diliburkan dulu, menunggu cor beton kering. Selama libur itu, saya harus memutar otak menyiasati agar pembangunan tidak terputus di tengah jalan. Walau tidak ada lagi penghasilan dari luar selain gaji, saya yakin akan ada lubang rezeki lainnya. Entah dari mana. Tapi saya yakin. (*)

No comments: