Persib dan Persija adalah musuh satru kabuyutan, musuh bebuyutan, seperti halnya Persib dan PSMS Medan. Keduanya saling mengalahkan. Atmosfer pertandingan saat keduanya berlaga selalu panas. Antusiasme masyarakat Bandung dan bobotoh untuk menonton pertandingan ini begitu luar biasa. Seminggu sebelum pertandingan, karcis yang tersisa tinggal 6.000 tiket lagi.
Tak hanya di rumput hijau, antarpendukung pun sepertinya menjadi musuh abadi. Bobotoh, pendukung Persib, tak mungkin dipersatukan dengan Jakmania, pendukung Persija. Bagai kucing dan anjing, selalu saja ada insiden setiap pertandingan yang memertemukan keduanya.
Karena selalui diwarnai kekerasan antarpendukung, tak heran pengamanan pertandingan, bahkan sebelum pertandingan, sangat ketat. Tengok saja, saat pertandingan kemarin. Kedua kesebelasan berangkat dari markas kepolisian Bandung. Pemain dari kedua kesebelasan ini dicampur di dua bus. Jadi di satu bus pasti ada pemain Persib dan Persija. Harapannya, tidak akan terjadi lemparan batu atau teror terhadap pemain Persija, karena di dalam bus juga ada pemain Persib.
Begitulah, aroma sepakbola, darah Persib, mulai menyihir lagi masyarakat Bandung seiring bergulirnya liga yang katanya profesional ini pekan lalu. Bisa jadi melupakan agenda politik di Kota Bandung yang saat ini juga baru dimulai.
Di hari yang sama dengan Persib berlaga melawan Persija, tiga pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Bandung pun diperkenalkan kepada publik. Dan mulai minggu depan, masyarakat Bandung akan disuguhi pertarungan politik yang seharusnya juga menjadi big match. Big match dalam artian menjadi perhatian dan fokus masyarakat, seperti halnya bobotoh begitu maniak untuk menonton Persib Bandung.
Namun untuk menjadikan pemilihan wali kota Bandung ini menjadi sebuah big match, ajang yang menarik minat, rupanya butuh kerja keras dari Komisi Pemilihan Umum Kota Bandung, selaku penyelenggara, dan elemen masyarakat lainnya. Indikasi ketidaktertarikan masyarakat terhadap isu dan agenda politik lokal sudah terlihat sejak tiga pasangan ini diarak-arak. Tak ada respon yang heboh saat ketiga pasangan melewati jalan-jalan utama Kota Bandung.
Tentu kita berharap masyarakat tidak apatis terhadap calon pemimpin mereka lima tahun mendatang. Bagaimanapun juga, pemimpin yang dihasilkan saat pilkada secara langsung adalah cerminan keinginan mayoritas masyarakat. Dan sebaik-baiknya warga kota adalah warga yang bisa menjadikan Pilwalkot ini menjadi super big match dan suaranya turut menentukan siapa wali kota mendatang. (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Senin 21 Juli 2008.
No comments:
Post a Comment