SAYA tak habis pikir, kok orang lain mudah sekali yah dapat uang sampai miliaran rupiah. Kerja di BUMN berapa tahun, lalu punya rumah mewah. Kerja di instansi pemerintahan sekian tahun, punya mobil mewah. Ketiban proyek anu, tak lama beli tanah di mana-mana. Wow, luar biasa memang orang Indonesia ini.
Sayangnya, nah ini yang patut disayangkan. Uang itu bukan haknya, tapi hasil nyamber hasil ngembat alias korupssss... (saking guedenya nilai uang itu, dan terlalu banyaknya kasus korupsi). Coba tengok kasus yang melibatkan tiga petugas Pajak. Mereka mengaudit sebuah perusahaan multimedia. Ya mungkin karena ada persoalan dalam audit itu, lalu menggelosorlah duit Rp 4,5 miliar. Wow, sekali lagi luar biasa. Betapa mudah menghasilkan uang miliaran di negeri ini.
Nah Senin kemarin, para pelaku berikut duit yang segepok-segepok itu ditunjukkan. Saya hanya bisa melongo lihat tumpukan duit segitu. Sambil bercanda dengan redaktur bisnis Erwin Ardian, saya bilang,"Seumur hidup ditambah keturunan kita kerja sebagai wartawan pun tak akan pernah bisa punya uang sebanyak itu". Candaan saya disambut tawa pahit Erwin.
Lha, sementara saya, susahnya setengah mati untuk mendapatkan kredit yang nilainya tak ada seujung kuku pun dari hasil korupsi mereka. Saya hanya butuh 70 juta untuk meneruskan pembangunan rumah berlantai dua. Itu pun setengahnya sudah dipotong untuk bayar utang ke saudara saya. Jadi riilnya untuk rumah, hanya 35 juta perak. Dan itu pasti tidak akan cukup. Dijamin. Cuma, ya segitulah kemampuan saya dan Bu Eri untuk mencicil utang itu per bulan, hanya dibatas dana 70 juta.
Semua bank menolak ajuan kredit. Mereka tak rela, kreditnya macet, gara-gara rumah saya ada di tengah kampung. Mereka tak percaya saya bisa melunasi utang tanpa perlu menunggak. Tapi coba bandingkan dengan kasus korupsi di Bank Jabar yang melibatkan sebuah perusahaan. Perusahaan itu membuat proyek fiktif senilai Rp 9,2 miliar dan mengajuan kredit ke Bank Jabar.
Tanpa perlu memohon belas kasihan, si direktur perusahaan yang kini buron itu mendapat kredit Rp 4,8 miliar berkat bantuan orang dalam bank. Tanpa perlu verifikasi apalagi survei-survei segala, kredit pun mengucur memenuhi kantong-kantong dan menggemukkan rekening.
Tengok pula, kasus di DPR RI. Anggota Dewan begitu mudah meminta uang miliar rupiah sebagai ongkos jalan dan ongkos menganggukkan kepala tanda setuju proyek di Bintan. Cermati pula ulah Jaksa Urip yang begitu enteng minta tambah komisi sekian miliar hasil jasa menggagalkan Sjamsul Nursalim masuk penjara.
Begitu pula di instansi pemerintahan daerah. Hasil laporan BKP menyebutkan, Garut sebagai kota paling korup, dalam artian banyak kasus korupsi terjadi di Kota Dodol itu. Sampai kini, bupatinya masih mendekam di penjara karena memerkaya diri.
Mbledoss, memang bobrok negara ini. Tapi saya sangat sangat bersyukur kepada Alloh SWT, saya tak ikutan bobrok. Saya banting tulang, berangkat pagi pulang tengah malam kadang dini hari, menghasilkan uang yang halal, 100 persen dijamin halal. Dan saya menikmati itu semua. Soal rezeki, nanti akan datang dari tempat yang tak pernah kita duga. Asal yakin, berjuang keras, lalu tawakal.(*)
No comments:
Post a Comment