SEMINGGU lebih, tepatnya 9 hari, para tukang dan pekerja yang menggarap rumah diliburkan pascapembuatan beton dak lantai dua. Sengaja. Biar beton kering betul. Baru Sabtu depan digenjot lagi.
Kemarin Mas Rikhan, kakak yang jadi mandor, cari tukang lagi ke Cililin. Sesuai dengan pembicaraan kita-kita di rumah, dan juga klop dengan pemikiran saya untuk mempercepat pembangunan rumah, perlu menambah tukang dan laden, masing-masing satu. Jadi saat dua tukang dan dua laden mengerjakan lantai dua, di lantai satu pun ada tukang dan laden yang bekerja.
Sekarang ini, setiap pagi dan sore, Mas Rikhan menyemprotkan air, bahkan menggenangkan air, di dak beton. Katanya supaya beton lebih kuat. Tak heran, karena sudah kuat, Kaka dan anak-anak yang lain suka bermain-main di dak beton ini. Memang enak juga melihat dari ketinggian. Pemandangan bebas ke sana kemari. Bisa memotret matahari sore di ufuk barat sana.
Sambil menunggu tukang bekerja lagi, beberapa bahan sudah mulai dipersiapkan, terutama perlistrikan. Kemarin sudah pesan kabel-kabel dan bahan perlistrikan lainnya. Lalu pasir pasang dan genting juga sudah mulai dipesan lagi. Begitu juga dengan kusen pintu dan jendela, sudah disampaikan ke tukang kayu untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Sementara bahan-bahan yang lain, ready stock. Semen, besi, masih ada. Memang diperkirakan kurang, tapi saya sudah antisipasi dan menganggarkan pendanaan khusus untuk itu. Sampai sekarang, tidak ada lagi tambahan dana. Semua bank sudah menutup diri. Ogah mengucurkan kredit untuk rumah di tengah kampung dengan akses cuma sebatas gang buat tukang bakso.
Tapi masih ada dana tersisa. Perkiraan saya, cukup untuk pekerjaan selama 40 hari, termasuk upah pekerja dan bahan bangunan lainnya. Setidaknya saya dan Bu Eri bisa bernapas dulu selama 40 hari ini, memutar otak mencari dana tambahan. Pasti, selalu ada jalan.(*)
No comments:
Post a Comment