PAGI ini, tiga pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Bandung menyampaikan visi dan misi mereka tentang Kota Bandung di hadapan anggota DPRD Kota Bandung. Ketiga pasangan ini adalah Dada Rosada-Ayi Vivananda (Dada-Ayi), Taufikurahman-Abu Syauqi (Trendi), dan HE Hudaya-Nahadi (Hadi).
Pemilihan kali ini merupakan sejarah bagi Kota Bandung dan Indonesia. Bagi warga Bandung, inilah untuk pertama kalinya bisa memilih wali kota secara langsung. Dan untuk Indonesia, untuk pertama kalinya pula calon wali kota dan wakil wali kota dari jalur independen atau perseorangan bakal diuji.
Dari tiga pasangan itu, Hadi adalah calon independen. Dada-Ayi diusung koalisi besar Partai Golkar, PDIP, Partai Demokrat, PPP, PAN, PBB, dan belasan partai lainnya. Sementara Trendi diusung PKS dan didukung empat partai kecil.
Sosialisasi sudah digelar KPU dengan sejumlah cara. Baliho, spanduk, iklan di media massa, dipasang agar warga Kota Bandung berpartisipasi aktif dalam pemilihan ini. Begitu pula para calon, jauh-jauh hari sudah berkampanye secara terselubung. Baliho besar bertebaran di sudut kota. Spanduk, pamflet dipasang di berbagai tempat.
Mereka pun rajin bersilaturahmi dari masjid ke masjid, dari satu pasar ke pasar yang lain, dari satu komunitas ke komunitas yang lain, dari satu desa ke desa lain, dari satu undangan ke undangan yang lain, dari satu rumah makan ke rumah makan yang lain, dari satu seminar ke seminar yang lain, dari satu diskusi ke satu diskusi yang lain. Banyak hal yang menjadi dalih bahwa itu bukan kampanye. Toh Panwaslu sebagai wasit Pilkada tak akan menjatuhkan vonis atau sanksi berat. Alasannnya klasik: masa kampanye belum dimulai.
Tak ketinggalan, mereka pun berlomba mendatangi kantor media massa, termasuk Tribun. Semua calon datang, menggadang-gadang keunggulan mereka. Bagi mereka yang akan berlaga di Pilkada, media massa adalah ujung tombak untuk mendongkrak citra dan popularitas.
Memang dari semua calon, Dada Rosada sebagai incumbent sudah unggul start. Dia sudah lebih dulu populer ketimbang calon yang lain. Programnya sudah dirasakan sebagian masyarakat. walau banyak pula yang tidak puas dengan kinerja Dada selama lima tahun terakhir ini.
Tapi tunggu dulu. Dikenal orang bukan berarti dia akan dipilih. Karakteristik kebanyakan masyarakat Kota Bandung sudah masuk kategori urban, kota besar. Tingkat intelektualitasnya cukup tinggi, namun dengan tingkat kepedulian yang rendah. Saat ini saja, Pilwalkot kurang bergaung di tengah masyarakat.
Cuek, tak peduli. Siapapun yang jadi pemimpin, silakan saja, asal hidup bisa tenang, kerja nyaman, dan mendatangkan uang. Itulah prinsip kerja kaum kreatif yang mendominasi sebagian besar kaum muda di Bandung. Saat launching pengenalan para calon, respon masyarakat dingin-dingin saja. Tak heran, sejumlah kalangan mengkhawatirkan tingginya golput.
Mulai Kamis besok, para kandidat memulai kampanye terbuka. Mungkin dari acara itu ada yang bisa dilihat, seperti apa sikap calon berikut pendukung-pendukungnya. Bagaimana strateginya untuk menyejahterakan warga Bandung, membuat nyaman dan mengembalikan nama Kota Kembang.
Pada 10 Agustus mendatang, pilihlah pemimpin Kota Bandung yang sesuai dengan hati nurani. Saya doakan, semoga pemimpin Bandung mendatang akan membawa perubahan dan kemajuan yang nyata dirasakan warga. Saya hanya melihat dari jauh saja, karena tidak mungkin ikut mencoblos. Saya warga Bandung Coret. (*)
1 comment:
Ass. Wr. Wb.
Warga Bandung coret ya..
Berarti kekhawatiran Anda bahwa masyarakat Bandung acuh dengan pemilu ini tidak perlu terlalu dirisaukan..
Yang dari Bandung coret juga ikutan komentar kan..
Wass. Wr. Wb.
Post a Comment