TAK terasa, saya sudah memakai motor Honda Supra X selama 5 tahun. Motor ini motor cicilan. Sudah 2 tahun lalu lunas. Dibeli tak lama setelah menikah. Bahkan uang mukanya pun sebagian dari hasil amplop para undangan.
Waktu itu, saya dan Bu Eri berpikiran, kalau punya motor sendiri, akan lebih menghemat ongkos. Maklum, sebagai pengantin baru yang tinggal di Pondok Mertua Indah, karena gak sanggup ngontrak apalagi beli rumah sendiri, tentu harus dipikirkan soal ongkos ini.
Ini setelan saya kalau berangkat naik motor. Jaket kulit, pakai syal hitam, helm merah. sarung tangan hitam. Menggendong ransel hitam.
Sebelum menikah, saya bekerja pakai motor inventaris dari kantor. Itu didapat setelah setahun bekerja. Dan lama pemakaian pun kurang dari satu tahun, karena sudah ditarik kantor dan dipakai teman yang lain.
Setelah menikah, tentu ongkos pun harus dobel. Dan sepertinya lebih irit memakai motor. Tinggal saya saja yang harus jadi tukang ojek dulu mengantar Bu Eri ke tempat liputan. Lalu malamnya menjemput, pulang bareng-bareng.
19.000 kilmeter lagi, motor ini sudah keliling dunia
Nah, motor Honda Supra X bernomor polisi D 3792 TB ini didapat dari dealer di daerah Kopo. Kebetulan yang jadi salesnya teman. Jadi gak terlalu sulit untuk kredit. Padahal, konon, katanya dealer selalu menghindari memberi kredit pada orang yang memiliki pekerjaan sebagai pengacara, atau tentara, dan atau wartawan.
Takut saat kredit macet, tidak bisa menagih. Lawan pengacara, siapa berani. Apalagi tentara. Belum lagi wartawan, bisa-bisa terus ditagih, malah dimasukkan koran. Barangkali itu juga...
Lima tahun sudah berlalu, motor itu tetap awet dan tangguh. Pencatat kilometer motor itu menunjukkan angka 61.374,4 km. Kalau dihitung-hitung, itu sama dengan enam kali menyusuri jarak Sabang sampai Merauke. Atau hampir 3/4 jarak keliling dunia, yang 80 ribu km itu. Wuih, jauh banget...
Motor ini sudah jatuh bangun di berbagai tempat. Baru sebulan dipakai, motor ini sudah masuk bengkel karena pijakan gigi bengkok. Ceritanya, saya meliput kejadian longsor di daerah Rongga, Gunung Halu sebelah sana. Itu daerah tempat jin buang anak. Jauh banget, padahal masih di Kabupaten Bandung, tapi ujung paling barat daya.
Saat mau ke lokasi, saya bertemu Pak Kades. Saya lupa namanya. Dia mau ke sana juga dan membonceng. Karena namanya juga daerah kampung nun jauh di mata, belum tersentuh pembangunan, jalan pun masih berbatu-batu besar. Suatu ketika, bagian mesin motor menghantam keras batu yang menonjol, dan ternyata besi pijakan gigi dan rem, bengkok.
Pernah juga saya terjatuh di perempatan Jalan Braga, saat hujan deras, menghindari tabrakan dengan mobil Kijang. Sempat juga melanglang ke Garut, Cianjur, Ciater Subang, Gunung Tangkuban Perahu. Untungnya saya selalu menyervis motor ini setiap bulan. Pokoknya, ini motor punya sejuta kenangan. (*)
No comments:
Post a Comment