Tuesday, January 29, 2008

Bundel Tempo

SAYA punya cita-cita memiliki perpustakaan pribadi --yang akan dipublikkan. Koleksinya macam-macam. Dari buku, koran, majalah, jurnal, dan sebagainya. Itu impian saya.

Nah, salah satu koleksi yang tengah saya kumpulkan untuk mewujudkan mimpi itu adalah Majalah Tempo. Memang benar, Majalah Tempo yang saya koleksi bukanlah majalah edisi tempo dulu. Tapi edisi sejak saya berlangganan tahun 2005.

Supaya koleksi itu terlihat rapi, kumpulan Majalah Tempo itu saya bundel. Dijadikan satu, dibundel hardcover. Beruntung, di dekat rumah banyak kios foto kopi dan penjilidan. Maklum, rumah dekat kampus. Jadi tidak susah untuk mencari tukang jilid.
Sudah dua tahun edisi Majalah Tempo yang saya bundel. Tahun 2005 dan 2006. Biasanya, satu tahun itu ada 13 bundel. Jumlah bulan 12, dan satu lagi, bundel edisi khusus. Edisi khusus ini selalu saya pisahkan. Dalam setahun, Tempo biasanya mengeluarkan edisi khusus, antar 4-5 edisi. Jadi pas untuk bundel satu bulan.

Baru beberapa minggu lalu, bundel Tempo tahun 2006 selesai dijilid. Enak melihatnya. Lebih rapi. Bukan sekadar mengikuti idiom Tempo: Enak dibaca dan perlu. Tapi bagi saya, bundel arsip seperti ini memang perlu. Sewaktu-waktu ada sesuatu yang lupa dan itu ada di Tempo, tinggal membuka bundelan saja.

Selain itu, saya ingin mengaplikasikan apa yang pernah dikatakan dosen saya, Dr Nina Herlina Lubis. Menurut dia, kesadaran sejarah masyarakat Indonesia sangat kurang. Hal itu bisa dilihat dari minimnya kesadaran arsip. Jarang sekali infividu yang bisa memiliki arsip lengkap dokumen apapun. Padahal arsip merupakan hard fact, fakta keras dan otentik. Karena itu, saya ingin memulai membangkitkan kembali kesadaran sejarah pribadi, dengan mengarsip Majalah Tempo.

Saya belum sempat membundel Tempo tahun 2007. Majalahnya sudah disusun rapi, lengkap semua edisi tahun 2007. Namun saya belum membuat cover. Belum sempat. Mungkin minggu-minggu ini, saya sempatkan membuat cover dan mengeprint-nya. Supaya majalah-majalah itu tidak bertumpuk terus, tapi tersusun rapi di rak buku. Mudah-mudahan, ini jadi cikal bakal perpustakaan yang saya impikan. (*)

No comments: