Wednesday, January 09, 2008

Jadilah Telinga!

"...Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu.
Mereka adalah putra putri dari kehidupan
yang merindukan dirinya sendiri,
Mereka datang melaluimu tetapi bukan darimu,
Dan walaupun mereka tinggal bersamamu, mereka bukanlah milikmu.

Kau dapat memberikan kasih-sayangmu tetapi tidak pikiranmu,
Karena mereka mempunyai pemikiran sendiri.

Kau dapat memberikan tempat untuk raga tetapi tidak untuk jiwa mereka,
Karena jiwa mereka menghuni rumah masa depan, yang tak dapat kau kunjungi, bahkan tak juga dalam mimpi-mimpimu".

Begitu ungkapan Khalil Gibran yang paling sering dikutip.
*****

Jadilah Kuping! Ini pernyataan ungkapan yang menyentil saya, dan mungkin, juga orangtua yang lain. Sebagai o-rangtua, selama ini, sadar atau tidak sadar, kita lebih banyak menjadi mulut atau bibir, saat berhadapan dengan anak-anak kita.

Coba bayangkan sebentar, benar tidak kita seperti itu? Bukankah nyaris setiap hari, mulut kita berbusa menasehati anak-anak. Terlebih kalau anak kita lagi meujeuhna oces. Motekar, kreatif. Pasti saja, ada yang membuat mulut gatal memberi omongan pada tingkah anak kita.

Padahal, menjadi orangtua seharusnya membuat diri kita semakin dewasa, bijak, dan berhati-hati. Mengapa begitu? Karena orangtua sudah melalui fase-fase kehidupan rada njelimet ketika harus "berjibaku" menyatukan dua jiwa, dua sifat, dua keinginan, dan
dua lainnya, dalam satu raga, keluarga. Perjalanan menyatukan dua jiwa itulah yang menjadi proses pendewasaan orangtua.

Kehadiran anak-anak tentu akan semakin membuat kita bijak dalam bersikap dan berhati-hati dalam bertindak. Mengapa demikian? Anak adalah cerminan dari orangtua. Sikap anak merupakan pantulan dari sikap orangtua. Anak memiliki sifat A, begitu pulalah orangtunya, kira-kira tidak jauh beda.

Dunia anak adalah dunia yang berbeda dengan orang dewasa. Saya yakin, kebanyakan orangtua memahami anak dengan kacamata orang dewasa. Kacamata yang kegedean untuk seorang bocah. Dan tentu tidak akan pas. Akhirnya, yang terjadi adalah pemaksaan dan
kungkungan terhadap jiwa si anak.

Ada dua kemungkinan yang terjadi pada mental dan sikap anak, jika ia mengalami paksaan dan kekangan: Menjadi Pemberontak atau Kuper sekalian dengan menyimpan api dalam sekam. Dua-duanya berbahaya.

Salah satu jalan menghindari hal itu adalah dengan menjadi kuping. Dengarkan apa yang menjadi keinginan anak, dengarkan isi hati mereka, cita-cita mereka, impian mereka. Dari situ, kita akan tahu bahwa dunia anak memang berbeda dengan orang dewasa.

Mereka punya hasrat tersendiri. Mungkin dari situ, kita bisa menentukan jalan terbaik, solusi, dari segala luapan energi anak kita. Tapi menjadi kuping bukanlah perkara mudah. Karena kita sudah lama terbiasa menjadi mulut atau bibir. Perintah ini, perintah itu, omong sana omong sini. Kalaupun belum mampu jadi kuping, setidaknya belajarlah menjadi kuping. (*)

No comments: