Wednesday, July 04, 2007

Akhirnya Punya Juga Gelang Ambon

BU Eri pulang dari Ambon, Minggu (1/7) malam pukul 21.00 WIB. Jadi perjalanan lebih dari 12 jam. Berangkat dari Ambon jam 07.00 WITA, pakai Lion Air. Transit dulu di Makassar, ganti pesawat, tapi masih Lion Air. Lalu menuju ke Surabaya. Di sini juga transit dan ganti pesawat lagi.

Delay tiga jam, dipakai buat jalan-jalan ke Tanggul Angin. Baru jam 13. WIB, mengudara ke Bandara Soekarno Hatta Jakarta. Jam 3.30 sore, sudah sampai. Setelah urus sana sini, baru meluncur ke Bandung jam setengah 6. Tiba di Pemkot jam 8 malam. Ambil barang-barang dari bagasi, dan nunggu mobil, baru sampai di Kampus Unjani jam 8 lewat 50 menit.

Saya, Kaka Bila, dan Mbah Uti yang menjemput di Kampus Unjani. Bu Eri diantar Kang Faisal pakai mobil dia. Kang Faisal ini staf Dainkom Pemkot Cimahi. Kami sudah kenal lama dan akrab. Waktu Bu Eri melahirkan, Kang Faisal bersama keluarganya datang menengok ke RS Cibabat.

Kalimat pertama yang meluncur dari bibir Kaka saat bertemu kembali dengan Bu Eri adalah"Ibu, mana oleh-olehnya?". Ha ha ha, ditinggal empat hari, ketemu malah nanya oleh-oleh. "Kamu ini bukannya salam dulu sama Ibu," kata Bu Eri.

Di rumah, Bu Eri gelar oleh-oleh. Banyak banget. Saya bilang, mirip orang mau jualan, segala macam dibeli. Mulai kaus bertuliskan Ambon Manise, beragam gelang mutiara, kalung mutiara, cincin. Lalu makanan khas Ambon. Entah apa namanya. Rata-rata kuenya berasa jahe. Ada pula dodol duren dan kacang mede. Tak ketinggalan, minyak kayu putih asli dari tanah Maluku. Wah bejibun deh...

Dan ternyata harganya tidak murah. Puluhan ribu rupiah. "Ini kan buat banyak orang. Buat di rumah aja berapa orang. Belum teman-teman di kantor. Itu juga orang humas Pemkot pesan oleh-oleh juga. Ya wajar lah banyak gini," kata Bu Eri.

Saya kebagian gelang kulit penyu dan akar bahar. Saya memang sudah pesan minta gelang. Tapi sebetulnya yang saya maksud adalah gelang tali atau hasil rajut, atau juga gelang batu-batu. Waktu di Batam, saya beli gelang batu-batu Kalimantan. Tapi tertinggal di sana, waktu saya pulang. "He he kayak preman aja pake gelang akar bahar," canda saya disambut tawa orang rumah.

Selain oleh-oleh dari Ambon, ternyata Bu Eri juga beli oleh-oleh di Surabaya. Dia memborong tas kulit, dompet kulit, dan ikat pinggang kulit. Bu Eri memang perhatian. Kalau melihat kaus hitam saya sudah pada belel, besoknya dia bawa kaus baru.

Sikap berbagi memang menjadi bawaan Bu Eri. Dia selalu tak tega kalau orang lain tidak kebagian. Makanya oleh-olehnya banyak, biar orang lain juga ikut merasakan kegembiraan dan kebahagiaan kita. Saya sepakat... (*)

No comments: