MINGGU (28/10), hari terakhir kami di Borobudur. Rencananya, Senin pagi, kami mau kembali ke Bandung. Karena itu, kami manfaatkan waktu itu untuk berekreasi ke Taman Kiai Langgeng, Kota Magelang. Ini sebuah tempat wisata tengah kota. Ya, mirip Dufan Jakarta, tapi mini.
Mobil Avanza penuh sesak. Kali ini keluarga Mbak Bib yang ikut. Memang setiap kali pergi ke suatu tempat, kami atur agar bergantian. Maklum, mobil cuma satu, sementara anggota keluarga banyak. Cuma Mbak Bad yang selalu ikut dalam setiap kunjungan. Waktu ke Salatiga, keluarga Mas Hasyim dan Mbak Bad yang ikut. Kalau ke Yogya, keluarga Mas Oyan.
Ternyata, minggu itu Kiai Langgeng banyak dikunjungi wisatawan. Mereka datang dari Semarang, Magelang, Ambarawa, juga dari Yogya. Kebanyakan memanfaatkan Kiai Langgeng untuk halal bihalal. Kalau kita mah, sekalian ngasuh anak saja. Mau naik mobil air, ayo. Naik komedi putar, hayo. Naik kincir besar, ayo.
Kalau untuk kawasan Magelang dan sekitarnya, keberadaan Taman Kiai Langgeng ini cukup sebagai tempat rekreasi lokal. Lahannya lumayan luas. Jenis permainannya juga cukup banyak. Ada bus keliling, kereta api, mobil air, mini jetcoaster. Juga ada kebun binatang mini. Di sini pun ada desa buku Kiai Langgeng. Itu lho, sebuah program untuk membudayakan membaca pada masyarakat.
Selain itu ada wahana --ini istilah di Dufan-- baru. Naik pesawat. Ini benar-benar pesawat terbang, cuma disimpan di lahan khusus, tidak mengudara. Bayarnya Rp 5.000. Pengunjung cuma masuk, nengok-nengok, yang mau foto-foto mangga, yang mau duduk di seat pesawat, silakan. Lalu keluar lagi. Lha, apa enaknya? Bagi yang pernah atau sering naik pesawat, jelas enggak ada enaknya. Tapi bagi mereka yang datang dari pelosok, yang tahunya pesawat dari televisi, naik pesawat itu seperti mimpi.
Suasana di dalam taman wisata ini cukup nyaman. Banyak pepohonan besar, jadi enak untuk berteduh sekalian makan. Lalu pemandangan ke lembahnya juga bagus. Ada sungai besar di bekalang taman ini. Nah, di sebelah pinggir taman, ada kolam renang. Sehabis keliling-keliling dan ikut permainan, anak-anak pun berenang.
Saya pun ikut nyebur ke kolam, karena Kaka belum bisa berenang. Tapi lama-lama, setelah dibiasakan pakai pelampung, Kaka pun berani berenang sendirian. Ia asyik berenang bareng kakak-kakak sepupunya, Mbak Uum dan Mbak Hanifah. Bu Eri pun tak tahan untuk nyebur. Akhirnya, berbasah-basah ria di kolam, karena berenang pakai baju.
Yang lainnya cuma jadi penonton. Mbah Uti, gendong Adik yang tidur. Mbak Bad dan Mbak Bib juga cuma nonton. Yeti, keponakan, yang datang bersama teman-temannya dari Yogya, juga enggak berenang. Setelah semua kecapean bermain di air, kami pun pulang ke Borobudur.
Tak terasa, empat hari kita berada di Borobudur. Badan ini terasa lelah dan capai, karena selama berada di Borobudur, main terus. Keliling dan silaturahmi. Kita pun mengemasi barang-barang dan oleh-oleh yang akan dibawa ke Cimahi. Bu Eri masih sempat dipijat. Saya memilih untuk tidur saja.
Senin pagi, setelah sarapan, kita pamitan. Entah kapan lagi kita bisa kembali ke Borobudur. Maklum, sekali pulang itu butuh duit banyak. Ya paling 5-6 tahun lagi bisa ke sana lagi. Senin malam, di tengah guyuran hujan deras sejak Banyumas, kami tiba dengan selamat. Hatur nuhun Kang Asep, yang sudah menyopiri mobil dengan baik dan ramah. (*)
No comments:
Post a Comment