RABU (14/11) siang, sekitar jam 13.00 saya ditelepon Bu Eri. "Ayah, kata teman di Bandung, itu kantor Tribun diserang geng motor". Informasi yang setengah mengagetkan. "Wah masa, nanti ayah cek," jawab saya. Saya langsung kontak ke kantor. Ari, staf Sekred, mengabari kalau tadi, sekitar jam 11.30, memang ada orang yang meminta klarifikasi berita geng motor. "Tapi cuma seorang kok Kang Mac. Tadi marah-marah minta klarifikasi," kata Ari. "Oh gitu, ya sudah, sebentar lagi saya ke kantor kok," kata saya.
Namun di luar perkiraan saya, isu kantor Tribun diserang geng motor meliar. Sejumlah wartawan berdatangan ke kantor. Bahkan dua truk Dalmas Polresta Bandung Tengah ngeburudul datang ke kantor. Rupanya ada rekan wartawan yang kontak ke Kapolresta, bilang kalau Tribun diserang geng motor. Lalu detikcom pun menyiarkan soal geng motor yang mendatangi kantor Tribun, gara-gara pemberitaan. Tentu saja hal itu membuat sibuk, dan sedikit panik karyawan yang lain.
Saya datang setelah polisi hengkang dari kantor. Saya tanya satpam, siapa yang datang. "Banyak wartawan, saya ditanya-tanya segala, apa yang rusak. Ya enggak ada yang rusak lah, orang cuma minta klarifikasi kok," sewot Taruna, satpam Tribun.
Tapi suasana tegang terasa benar di kantor. Geng motor, jangan coba-coba. Apalagi katanya yang datang itu adalah panglima geng motor. Weleh...
Awal kekisruhan ini bermula ketika, Selasa pagi, saya mendapat SMS dari rekan-rekan Masika ICMI. Jam 13.00 ada diskusi soal Geng Motor: Problema dan Solusinya. Pembicara yang bakal hadir adalah Kapolwiltabes, Kepsek SMP Darul Hikam, Ketua KNPI Jabar, dan Panglima Brigez.
Panglima Brigez? Wah menarik nih. Panglima geng motor yang selama ini ditakuti orang bakal hadir di sebuah acara diskusi. Saya langsung kontak Tif, wartawan. "Tolong meluncur ke gedung ICMI di Cikutra. Ada diskusi soal geng motor. Upayakan wawancara khusus dengan Panglima Brigez. Nanti saya kontak fotografer buat motret," kata saya.
Persoalan tentang geng motor memang lagi panas-panasnya di Bandung. Itu tak lepas dari aksi brutal mereka yang kerap memakan korban. Entah itu anggota geng motor lain, ataupun warga biasa. Ada beberapa geng motor terkenal di Bandung. Ada XTC (Exalt to Coitut), GBR (Grab on Road), Moonraker, dan Brigez (Brigade Zeven). Korban terakhir amuk geng motor hingga meninggal dunia adalah Putu Ogik, wisatawan yang sedang melancong di Bandung. Ia ditusuk belati geng motor tanpa sebab apapun.
Jam 14.30, saya kontak lagi wartawan di lapangan. Ternyata sampai jam segitu, panglima Brigez yang dijanjikan bakal hadir belum muncul juga. Saya minta wartawan tetap menunggu sampai acara selesai. Siapa tahu muncul di akhir acara. Namun ternyata, memang panglima Brigez itu tak hadir.
Walau tak datang, saya minta wartawan tetap menuliskan beritanya. Pertama, ini isu yang sedang sensitif di Bandung. Kedua, di saat bersamaan, Kapolwiltabes dan Walikota Bandung menandatangani MoU tentang penanganan geng motor. Salah satunya adalah memberikan sanksi moral. Seluruh RT RW se Bandung diberi tahu, siapa saja anggota geng motor yang tinggal di wilayah mereka, dan mengumumkannya kepada masyarakat, agar anggota geng motor malu dan jera. Jadi berita Panglima Brigez itu masih ada kaitannya secara tidak langsung.
Lalu blooom, setelah koran terbit, terjadilah "insiden" kantor Tribun diserbu geng motor. Chandra alias Ochan, tak terima disebut tidak punya nyali hadiri diskusi. Walau dalam berita tidak menyebutkan sedikitpun namanya ataupun geng motor Brigez, tapi ia mengaku dirinya yang disudutkan. Karena yang diundang ke diskusi itu adalah dirinya. Terlebih Tribun menyebutkannya sebagai tidak punya nyali. Wartawan sudah baik menuliskannya, tidak ada masalah. Namun saat pengolahan, terpeleset. Ada opini yang masuk dalam berita.
Saya sendiri sudah mengingatkan soal ciut nyali atau tidak punya nyali itu tidak perlu disebutkan, karena faktanya tidak ada yang menyebut hal itu, termasuk panitia. Lagian, siapa yang tahu alasan panglima Brigez itu tidak hadir, kecuali panitia yang mengaku sudah konfirmasi hingga Senin, Ochan mau datang. Tapi saat pelaksanaan, tak bisa dikontak.
"Empat hp saya nyala terus, aktif terus. Masa tidak bisa dikontak. Saya tidak bisa hadir, karena memang ada rapat di tempat kerja. Dan siapa yang bilang saya panglima Brigez. Pendiri, memang iya. Tapi panglima? Saya sudah mundur dari Brigez sejak lama. Sebutan panglima itu tidak ada waktu dulu, itu zaman sekarang-sekarang saja ada sebutan panglima," begitu jelas Ochan pada rekan saya, Ichsan, wartawan yang biasa ngepos di kepolisian.
Kalau tidak cepat-cepat diselesaikan, permasalahan ini terus berkembang. Sampai-sampai, Komandan Tim Bulik (Bunuh dan Culik) atau Tima Cepat Tanggap Polda Jabar, Bang Zul Azmi,langsung turun ke lapangan. Mendatangi kantor Tribun, tanya kiri kanan soal insiden tersebut. Seandainya ada tindak kekerasan dari "panglima" Brigez itu, saya yakin dia langsung diciduk. Kabarnya, dia sudah diincar polisi sejak lama.
Hanya urusannya tidak berhenti di sini. Urusan dengan "Panglima" Brigez itu mungkin bisa dianggap selesai. Tapi bagaimana dengan anggota di bawah? Siapa yang bisa menjamin, anak-anak itu bisa dipegang? Berdoa saja, mudah-mudahan pulang ke rumah selamat. (*)
No comments:
Post a Comment