ADA kelahiran, ada kematian. Begitulah sunnatullah kehidupan, selalu berpasangan. Pertemuan pasti akan berakhir dengan perpisahan. Dan setiap kelahiran, akan berakhir pula dengan kematian. Yang membedakan, hanya dalam ekspresi menyikapi dua proses kehidupan ini. Saat seorang bayi lahir ke dunia, pasti akan disambut dengan penuh suka cita. Kalaupun ada tangisan, maka air mata yang jatuh adalah air mata kebahagiaan dari sang ibu atau ayah yang menunggu penuh harap cemas selama sembilan bulan. Sementara kematian, ekpresi yang lazim muncul adalah tangis kesedihan dan duka cita yang mendalam.
Sesungguhnya, kelahiran begitu dekat dengan kematian. Dia ibarat dua sisi mata uang. Berada di satu koin, hanya beda sisi. Uniknya, Maulid Kanjeng Nabi Muhammad SAW tahun Masehi 2008 ini berselang sehari dengan peringatan wafatnya Yesus Kristus. Begitu dekat, sangat dekat malah.
Sudah jamak orang zaman sekarang memperingati hari kelahirannya. Walau bisa jadi, kakek neneknya tidak pernah mengalami hal itu. Bahkan, peringatan Maulid Kanjeng Nabi pun masih menjadi bahan perdebatan. Konon, peringatan maulid nabi ini dimulai saat Salahuddin Al Ayubi memerintah dan tengah menghadapi peperangan antara dua peradaban, Perang Salib. Peringatan itu perlu digelar agar umat Islam menjadikan Kanjeng Nabi Muhammad betul-betul sebagai contoh dan suri tauladan dalam kehidupan. Sehingga semangat keislaman tak akan pernah padam, walau tengah dikepung ratusan ribu lawan.
Itu pula sejatinya, hikmah yang harus kita ambil. Bahwa peringatan Maulid Kanjeng Nabi Muhammad adalah menumbuhkan semangat untuk meneladani dan melanjutkan tapak jejak kehidupan beliau. Semangat untuk menebar salam, keselamatan, dan kebaikan, bagi seluruh umat manusia.
Di sisi lain, kita pun jangan terlena dengan jarum jam dunia yang terus berputar. Kesempatan kita menikmati dunia ini akan semakin sempit, seiring berkurangnya jatah melanglang buana di dunia ini. Jangan pernah menyia-nyiakan waktu, manfaatkan semaksimal mungkin. Jadilah orang yang bermanfaat bagi banyak orang, karena itulah sebaik-baiknya manusia.
Kalau ada yang bilang life begin at fourty, hidup dimulai pada usia 40 tahun, rasanya terlalu naif. Bagaimana kalau orang itu tidak mencapai usia 40. Bukankah banyak bayi yang begitu lahir, hanya sebentar menghirup udara dunia, lalu tak lama harus berakhir, karena dibekap sang ibu yang malu bayinya tak memiliki ayah?.
Jadi, sekecil apapun kesempatan waktu yang kita miliki, pergunakan untuk kebaikan. Karena kita tidak pernah tahu, apa yang ada di depan kita. Apa yang akan terjadi hari esok, tak pernah ada yang tahu. Nawaitu-kan dari sekarang, untuk tak terlena dengan kehidupan sementara ini, tapi gigih berjuang untuk memanusiakan diri dan bermanfaat bagi kemanusiaan. (*)
Tulisan Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar, edisi Kamis 20 Maret 2008
No comments:
Post a Comment