Saturday, December 22, 2007

Hari Ibu dan Ema Poeradiredja

22 Desember, Hari Ibu. Begitu setiap tahun, selalu diperingati. Tapi tadi pagi, saya tidak ingat kalau hari ini hari Ibu. Bukan berarti saya melupakan Ibu. Justru karena saya selalu ingat ibu setiap hari, sehingga rasanya tidak ada hari atau tanggal khu-sus untuk memperingatinya.

Sebenarnya, setiap kali Hari Ibu, yang terlintas dalam pikiran saya malah Ibu Raden Dewi Sartika, wanita Sunda pelopor kesetaraan jender. Pendiri Sakola Istri. Sayang-nya, tidak ada hari Dewi Sartika. Yang ada hanya Hari Kartini. Padahal, Dewi Sartika pun tak kalah dengan Kartini, dilihat dari jasa-jasa memajukan kaum
wanita.

Nah, bicara soal Hari Ibu, terutama lahirnya, sebenarnya ada satu nama wanita Sunda yang sangat berperan, yaitu Ema Poeradiredja. Kalau membaca nama ini, warga Kota Ban-dung, terutama ibu-ibu, pasti ingatnya dengan Rumah Sakit Bersalin Ema Poeradiredja di Jalan Halmahera.

Tapi berapa banyak yang ngeh, ingat, dan tahu, siapa Ema Poeradiredja itu. Padahal jasanya sangat besar mendorong kaum wanita, tak hanya Sunda, tapi juga Indonesia, untuk turut mengorganisasikan diri. Beliaupun mengikuti Kongres Perempuan Indonesia I di Yogya, 22 Desember 1928. Tanggal inilah yang dipakai acuan penetapan Hari Ibu.

Seperti disebutkan dalam Ensiklopedi Sunda, Ema Poeradiredja lahir di Cilimus, Kuningan, 13 Agustus 1902. Ia adalah anak dari R KS Poeradiredja, guru Bahasa Sunda yang pernah menjadi redaktur kepala di Balai Pus-taka Jakarta. Ema pula tokoh wanita Sunda pertama yang menjadi anggota Dewan Kotapra-ja (Gementeeraad). Dia juga pendiria Paguyuban Pasundan Istri PASI).

Saat masih jadi pelajar MULO, Ema masuk organisasi Jong Java (1918). Setelah tamat (1921), Ema langsung bekerja di Jawatan Kereta Api. Karena minatnya terhadap politik sangat tinggi, Ema pun masuk ke Jong Islamieten Bond cabang Bandung yang dianggapnya
lebih progresif (1925).

Ema pun aktif mengikuti Kongres Pemuda I (1926) dan Kongres Pemuda II (1928) di Ja-karta. Pada tahun 1925-1940, menjadi pemimpin Pandu Puteri, mulai di Natipij, lalu di Pandu Indonesia.Tahun 1927, Ema mendirikan Perserikatan Perempuan, yang bertujuan memupuk kepemimpinan wanita. Anggotanya terdiri dari beragam suku bangsa. Inklusi-vitas ini sebagai ungkapan atau ekspresi wanita Bandung sesudah Kongres Pemuda I.

Karena organisasi Perserikatan Perempuan itulah, ia diundang untuk hadir pada Kong-res Perempuan I di Yogyakarta, 1928. Tahun 1930, Ema menjadi Ketua PASI. Lima tahun kemudian, ia pun mengikuti Kongres Perempuan II di Jakarta.

Saat Kongres Perempuan III, 1938, yang digelar di Bandung, Ema menjadi ketua Kongres. Dan wakilnya adalah juga wanita Sunda, Ema Somanagara. Salah satu hasil Kongres III adalah ditetapkannya tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu.

Tahun 1949, saat Agresi Militer II, ia ditahan Belanda di Yogyakarta, sampai Mei. Bu-lan Agustus, ia mengikuti Permusyawaratan Wanita Seluruh Tanah Air di Yogya. Tahun 1952, ia mewakili KOWANI, menghadiri Seminar of Woman in South Eas Asia di India.

Selama memimpin PASI, banyak usaha Ema untuk memajukan kaum wanita. Di antaranya men-dirikan Koperasi Wanita di Jabar, sekolah "Atikan Murangkalih Istri", Badan Penolong Pengangguran Kaum Ibu (BPPKI), Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC), Woman Interna-tional Club (WIC) di Bandung, Badan Kontak Organisasi Wanita (BKOW) Jabar.

Ema pun mendirikan rumah jompo dan panti asuhan yatim piatu. Pernah juga menjadi anggota KNIP, DPR, MPR, dan DPA. Juga anggota Dewan Penyantun ITB dan IKIP, serta salah seorang pendiri Unpad. Atas jasa-jasanya itu, Pemerintah memberi penghargaan piagam Bintang Maha Putra Utama Kelas VI. Ema Poeradiredja meninggal di Bandung, 14 April 1976.

Kini, jika menyebut nama Ema Poeradiredja, yang terbayang adalah Rumah Sakit Bersalin Ema Poeradiredja, di Jalan Halmahera. Sudah ribuan kaum ibu yang melahirkan di sana. Dan sebagai ucapan terima kasih, ingatlah Hari Ibu ini sebagai Hari Ema. (*)

No comments: