TIGA terpidana mati kasus bom Bali I, Amrozi, Muklas, dan Imam Samudera, akhirnya dieksekusi di sebuah tempat bernama Bukit Nirbaya, Nusakambangan, tengah malam lewat sedikit, atau Minggu dini hari kemarin. Setelah ditunda-tunda sedemikian
lama, bahkan menunggu 5 tahun sejak divonis, ketiga otak, operator, dan pelaku pengeboman di Paddy's Cafe, Sari Club, dan area sekitar Konsulat AS Denpasar, itu akhirnya menemui titik terakhir. Sebutir peluru yang dilepas penembak jitu dari
tim eksekusi menembus dada mereka masing-masing.
Beragam reaksi muncul pascaeksekusi trio bomber Bali I ini. Tak kurang dukungan terhadap sikap dan pendirian mereka pun berdatangan. Tak sedikit yang justru bersyukur atas kematian mereka. Namun yang pasti, masyarakat yang minggu©minggu
terakhir ini dibombardir tanpa jeda dengan pemberitaan oleh media massa tentang ketiga orang ini, pasti ada yang merasa kehilangan. Kalangan pers pun kehilangan objek berita menarik dan tinggal memungut remah-remah berita saja.
Lantas apakah setelah eksekusi ini aktivitas radikalisme dan terorisme akan padam? Ataukah justru eksekusi ini menjadi pemicu kemunculan Amrozi baru, Imam Samudera baru, dan Muklas baru. Ini sesungguhnya yang harus dicermati dan dipantau
secara ketat oleh pemerintah, dalam hal ini aparat keamanan. Tentu kita semua berharap, aksi terorisme di negeri Bhinneka Tunggal Ika ini akan berakhir sampai di sini seiring eksekusi Amrozi cs.
Bagaimanapun kepolisian masih memiliki pekerjaan rumah terkait aksi terorisme ini. Masih ada Noordin M Top, gembong teroris di Indonesia, yang masih berkeliaran di luar sana, entah di mana. Hingga kini keberadaannya bak siluman, lenyap tak
berbekas. Padahal beberapa kali aparat Densus 88 Antiteror sudah berhadapan dengan Noordin. Tapi teroris yang satu ini licin bagai belut.
Yang lebih dikhawatirkan lagi adalah selama buron di tempat persembunyiaannya, Noordin membuat sel-sel baru aktivitas terorisme. Atau mungkin juga membangunkan sel yang sudah ada, yang selama ini belum "digarap" dengan baik. Bukankah sudah
menjadi cerita umum, akar dari Jamaah Islamiyah adalah Negara Islam Indonesia (NII) dan Darul Islam. Dua nama yang saling berkaitan namun tak seiring dalam langkah.
Jangan sepelekan pula euforia dan histeria massa pendukung Amrozi Cs di Tenggulun Lamongan dan Serang Banten. Di antara mereka banyak yang bersimpati pada perjuangan Imam Samudra, dan dua bersaudara Amrozi©Muklas ini. Simpati adalah cikal
bakal dari empati. Jika terus tumbuh berkembang, bukan mustahil semangat ketiga pengebom itu akan menular.
Peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun sangat sentral dalam hal ini. MUI harus mampu menyadarkan kelompok-kelompok radikal untuk mengubah pola perjuangan. Lalu MUI pun harus mampu menyebarluaskan kepada masyarakat bahwa tindakan terorisme di
tanah air bukanlah jihad. Ini yang paling penting, agar negeri ini bisa tenteram, aman, dan sejahtera.(*)
Sorot, Dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Senin 10 November 2008.
No comments:
Post a Comment