Thursday, May 19, 2011

Mobil Ketua

MEMANG sulit mencari teladan di zaman hedonis ini. Ketika penghargaan hanya dilihat dari materi, maka apa yang menjadi milik lah yang akan menentukan status seseorang. Tak heran, seorang Inong Melinda Dee habis-habisan menguras dana kliennya di Citibank, salah satunya untuk membiayai gaya hidup di kalangan jetset di Jakarta dan mengoleksi mobil-mobil mewah yang bisa bikin tercengang warga Cipelah, di ujung Ciwidey sana, hanya karena mendengar merek mobilnya saja.

Tak ada pula teladan yang ditunjukkan Ketua DPRD Jabar Irfan Suryanagara saat mengajukan pengadaan kendaraan dinas seharga Rp 2,25 miliar. Atau pengadaan mobil dinas untuk seluruh anggota DPRD Jabar senilai Rp 6,2 miliar.

Adakah masih tersisa rasa malu, di kala ribuan guru honorer menjerit karena gajinya belum dibayar bertahun-tahun, ketika perawat di RSUD di Garut tak bisa menikmati hasil keringatnya, para wakil rakyat hanya memikirkan kepentingan mereka sendiri.
Kita jadi bertanya-tanya, sesungguhnya rakyat mana yang diwakili para wakil rakyat itu?

Mungkin tidak seimbang, membandingkan antara Ketua DPRD Jabar dengan Presiden Iran Ahmadinejad. Walaupun dia memimpin sebuah negara di kawasan Timur Tengah, Ahmadinejad justru dikenal sebagai pemimpin yang sederhana.

Sehari-hari Ahmadinejad tidak ingin memakai mobil dinas milik negara yang dibiayai rakyat. Ia pakai mobil pribadi, sebuah mobil keluaran tahun 1977. Ahmadinejad tinggal di sebuah rumah sederhana warisan ayahnya 40 tahun yang lalu di sebuah daerah kumuh di Teheran. Rekening banknya bersaldo minimum, dan satusatunya uang yang masuk adalah uang gaji bulanannya sebagai dosen di sebuah universitas yang hanya senilai US$ 250.

Selama menjabat sebagai Presiden Iran, ia tinggal di rumahnya sendiri. Ia tidak mengambil gajinya sebagai Presiden, alasannya adalah bahwa semua kesejahteraan adalah milik negara dan ia bertugas untuk menjaganya.

Dan masih banyak lagi bentuk-bentuk kesederhanaan yang dijalani Ahmadinejad. Bagi kita, jangankan untuk meniru sikap Khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang terkenal sebagai khalifah sederhana yang mampu menyejahterakan rakyatnya, untuk meniru sosok Ahmadinejad saja rasanya sulit.

Ketua DPRD beralasan bahwa kunjungan ke daerah Jabar selatan membutuhkan kendaraan yang tangguh. Ia mencontohkan, saat berkunjung ke Cianjur selatan, ban mobilnya kempes di jalan.

Kemudian, ia mempertanyakan mengapa hanya kendaraan dinasnya yang dipersoalkan, sementara kendaraan dinas Gubernur dan Wagub Jabar yang nilainya sama, tidak dipertanyakan.

Logika alasan yang aneh, sesungguhnya. Mengapa hanya karena ban kempes, kemudian meminta mobil. Mengapa tidak meminta perbaikan jalan agar mulus, sehingga tidak ada lagi kerusakan parah yang seolah menjadi trademark kondisi jalan-jalan di daerah Jabar selatan. Dengan dana Rp 2,2 miliar, dipastikan puluhan kilometer jalan di pelosok daerah bisa mulus.

Kalaupun Ketua DPRD beralasan Gubernur juga mengendarai mobil yang mahal, justru seharusnya dia muncul sebagai pelopor, sang pemula, yang menolak mobil dinas dengan harga mahal itu. Tunjukkan bahwa Ketua DPRD Jabar bisa berbeda dengan Gubernur Jabar dalam hal kesederhanaan memakai mobil dinas. Ah, memang susah mencari teladan di negeri ini.
(*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Kamis 7 April 2011

No comments: