Thursday, May 19, 2011

Ini Bukan Negara Gosip

ISU langsung bertebaran begitu bom paket buku yang dialamatkan kepada Ulil Abshar Abdalla meledak. Ada yang bilang motif berbau politis, seperti diungkapkan beramai-ramai oleh para politikus. Ini terkait dengan posisi Ulil sebagai salah seorang petinggi di Partai Demokrat, yang belakangan rajin mengulas soal kocok ulang kabinet.

Lalu ada pula pejabat pemerintahan yang biasa menangani desk teroris langsung memastikan pelaku adalah teroris, tanpa bisa menyebut teroris jaringan mana yang dimaksud. Ada pula pengamat ekonomi yang menyebut Amerika Serikat berada di balik bom paket buku ini, sambil kebingungan bagaimana caranya supaya Amerika bisa terkait.
Dan Istana pun kegeeran dengan menyebutkan ledakan bom itu bukanlah pengalihan terhadap isu resuffle ataupun heboh Wikileaks yang selama tiga hari terakhir dihembuskan dari negeri Kanguru menghantam pemerintahan SBY.


Semua bertaburan, tanpa mampu memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Dan yang pasti, semakin membingungkan masyarakat. Polisi sendiri, sebagai aparat yang berwenang menangani kasus ini, anteng saja. Pejabat kepolisian menyatakan, belum mengetahui siapa pelaku, motivasinya apa. Selama fakta belum di lapangan belum memadat dan mengerucut pada pelaku, polisi bakal terus menyelidiki.

Bom kali ini memang cukup mengagetkan. Di tengah semarak berita bocoran Wikileaks yang menampar muka SBY, serta di antara simpati untuk masyarakat Jepang yang diguncang gempa dan dihantam tsunami, peristiwa ini menyeruak.

Walau skalanya kecil, daya ledak rendah, tapi berhasil membuat masyakarat terteror. Tiga buah paket buku disebar ke tiga tempat, dan hanya satu yang meledak, karena kecerobohan petugas kepolisian.

Inilah bom dengan modus paket buku pertama di Indonesia. Selama ini, modus lama pengeboman, seperti bom ransel, bom mobil, bom sepeda, sudah umum diketahui. Tak ada yang menyangka, buku tebal dengan jilid tebal, rupanya bisa menjadi sebuah kotak penyimpan detonator dan bahan peledak.

Tak pelak, semua orang meningkatkan kewaspadaan. Sehari pascaledakan, Kantor berita 68H dijaga ketat anggota Brimob. Pengelola 68H pun berencana memperbaharui sistem keamanan di lingkungan mereka, agar tidak terjadi peristiwa serupa.
Gedung Badan Narkotika Nasional juga dijaga anggota Densus 88. Setiap orang dan barang yang masuk digeledah secara mendetail supaya tidak kecolongan.

Di sisi ini, tujuan pelaku untuk meneror Ulil dan kawan-kawan serta masyarakat secara umum, berhasil. Ketakutan terhadap teror mulai menghantui.
Tapi ingat, bagaimanapun negara tidak boleh kalah oleh teror. Dan ini bukan negara gosip, yang beredar ke sana ke mari berdasar kecap asal bual pinggir jalan. Ini negara hukum yang harus jelas penegakannya.

Siapa yang menjadi pelaku tidak boleh asal tunjuk hidung. Tidak boleh asal bunyi, berdasar dugaan semata, apalagi gosip. Tapi harus jelas fakta dan bukti-bukti.
Semua pihak harus menunggu hasil penyelidikan kasus oleh aparat kepolisian hingga tuntas. Dan kita berharap, teror semacam ini tak terjadi lagi. Sudah cukup "teror" yang setiap hari membebani pundak warga negeri ini. Kemiskinan, pengangguran, terbelit utang, dikejar debt collector, harga pangan melambung, tiket KA bakal naik, melaju di jalanan yang berlubang, pungli di sepanjang jalan, dan kriminalitas yang tinggi. Kita selesaikan satu per satu, agar mimpi untuk hidup di negeri yang aman dan makmur, tercapai.(*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Kamis 17 Maret 2011

No comments: