Friday, January 28, 2011

Mendayung di Antara LSI dan LPI

JUDUL di atas terinspirasi judul pidato Bung Hatta di hadapan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) tahun 1948, Mendayung di Antara Dua Karang. Pidato yang menjadi landasan politik luar negeri Indonesia, bebas aktif itu, merupakan sikap Indonesia menghadapi kekuatan dua blok dunia, blok barat yang dikomandoi Amerika Serikat, dan blok timur yang dipimpin Uni Soviet.

63 tahun kemudian, kondisi berada di antara dua karang juga dialami Persib Bandung. Dua karang itu bernama Liga Super Indonesia (LSI) dan Liga Primer Indonesia (LPI). Kekecewaan terhadap perangkat pertandingan, wasit, dan sistem di LSI yang digelar PSSI menjadi akar penyebab munculnya kegamangan Maung Bandung.

Beberapa kali pula Manajer Persib Umuh Muhtar mengeluarkan ancaman untuk hengkang ke LPI, ancaman yang dilontarkan secara emosional seusai Persib dikalahkan lawan dan biasanya keesokan harinya diralat. Namun diralat atau tidak, pesan yang disampaikan tetap sama: "Kecewa".

Dua pertandingan terakhir menjadi bukti Persib selalu dizalimi pengadil di lapangan, baik di kandang sendiri maupun di kandang lawan. Kekecewaan memuncak ketika Persib melawan Arema, Minggu (23/1), aksi anarki meledak. Lagi-lagi sikap sang pengadil yang dianggap tidak adil dalam menjatuhkan hukuman dan menjaga jalannya pertandingan menjadi pemicu kekecewaan besar suporter.

Suporter Persib turun ke lapangan, membakar bangku, menjebol pagar stadion, dan hal merusak lainnya. Tak ketinggalan, kereta api pun menjadi sasaran amuk saat suporter pulang. Dan entah siapa pelakunya, di tepi lapangan, terpasang billboard Liga Primer Indonesia. Lalu di tengah kerumunan suporter pun muncul spanduk yang isinya meminta Persib segera pindah ke LPI.

Bukan tanpa sebab LPI menjadi alternatif pilihan kompetisi sepak bola Indonesia. LPI sudah jelas merupakan kompetisi yang bebas biasa APBD. LPI menawarkan sebuah liga yang profesional dengan wasit yang kabarnya lebih adil dari wasit LSI.

Pilihan hijrah ke LPI juga mendapat dukungan dari Wagub Jabar Dede Yusuf, begitu menyaksikan tindakan wasit di laga Persib- Arema. Menurutnya, kalau kondisi sepak bola masih seperti ini, Persib pikir-pikir untuk pindah.

Muhammad Farhan, Wakil Direktur PT PBB, pun berkicau di Twitter-nya menyoal buruknya kepemimpinan wasit. "Masih adakah alasan untuk bertahan di LSI?, begitu Om Farhan mengakhiri tweetnya.

Kegamangan pula yang kini dialami Nova Arianto, benteng tangguh Persib, dalam curhat di dinding Facebook-nya. Ia mengaku sudah ditawari kontrak bagus selama tiga tahun untuk main di LPI. Tapi di sisi lain, Nova masih cinta Persib. Ia kini bimbang di antara pilihan profesional dan loyalitas.

Arifin Panigoro, penggagas LPI, tentu senang bukan alang kepalang, jika Persib jadi bergabung ke LPI. Bahkan ternyata ia sudah ngantos-ngantos (menunggu-nunggu) momen itu. Konon, kompetisi yang tengah bergulir di LPI bisa dihentikan dulu, menunggu kepastian Persib bergabung.

Tapi tunggu dulu, tak semudah itu menyatakan keluar dari LSI. Walau PSSI di zaman Nurdin Halid ini banyak dikecam masyarakat, toh faktanya dialah satu-satunya organisasi persepakbolaan Indonesia yang diakui oleh FIFA, badan sepak bola tertinggi di dunia. Jadi PSSI memiliki wewenang untuk mencoret klub manapun yang berkompetisi di luar naungan kompetisi PSSI.

Tak heran jika pemain sekelas Irfan Bachdim yang menyedot animo masyarakat, khususnya anak baru gede, pada Piala AFF yang lalu, pun tak lagi menarik minat Nurdin untuk menariknya ke timnas PSSI.

Ancaman serupa juga bisa menimpa Baihakki dan Syahril Ishak, dua pemain timnas Singapura yang bermain di Persib. Mereka bisa dilaporkan PSSI ke FIFA, karena ikut kompetisi "ilegal" (versi PSSI), jika Persib betul-betul pindah ke LPI.

Banyak hal yang harus dipertimbangkan manajemen Persib dan konsorsium di PT PBB, terutama sejarah dan masa depan Persib. Apakah tetap bertahan di LSI dan menikmati segala kesemrawutannya atau hijrah ke LPI dengan memakai nama klub berbeda seperti Persebaya 1927.

Mudah-mudahan sebelum bertanding melawan Persiwa Wamena, akhir pekan ini, manajemen dengan pikiran jernih dan hati bersih bisa membuat keputusan penting demi kebaikan Persib serta masyarakat Bandung dan Jawa Barat.(*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Kamis 27 Januari 2011.

No comments: