PERHELATAN sepakbola Euro 2008 tinggal menyisakan partai puncak antara Der Panzer Jerman vs El Matador Spanyol. Sebulan kurang seminggu kira-kira hajat yang disebut-sebut sebagai Piala Dunia mini itu berlangsung. Ironinya, saya sebagai penggemar berat sepakbola, kalau enggak bisa disebut bolamania, tidak pernah sekalipun menonton pertandingan seru itu sampai tuntas.
Sepakbola adalah hidup saya. Ha ha, begitu kata pemain bola beneran, seperti Cak Pele atau Kang Robby Darwis. Kalau bagi saya mah, sepakbola adalah hiburan. Walau sudah menendang bola bliter bercorak kotak trapesium warna hitam putih sejak usia 5 tahun, hingga punya cita-cita tinggi jadi pemain Persib, tetap saja saya enggak bisa jadi pemain bola beneran.
Padahal, kalau soal bakat menggocek bola, membobol gawang, itu sudah bukan urusan saya. Lho? Ya orang lain lah yang ngocek-ngocek bola, menjebol gawang mah. Jadi pemain bola lain urang teh? Nya lain atuh, tetep we urang mah wartawan, ngan resep bola.
Cuma memang, sepak menyepak bola ini sudah mendarah mendaging, hingga badan saya seperti bola. Baruleud jiga bola, he he. Enggak deng, saya tetap kurus kecil, gak gede-gede. Saking maniaknya sama bola, saya mengkliping pertandingan-pertandingan bola kelas dunia. Khususnya pas Piala Dunia dan Euro kayak sekarang ini. Sayangnya koleksi Piala Dunia 1986, hilang saat pindahan rumah tahun 1994 silam.
Saya masih ingat kesebelasan yang saya bela waktu masa kecil dulu. Ada PS Sukajaya (itu nama kampung tempat tinggal saya di Cibabat). Lalu PS Martas (Namanya mengambil dari nama Gang Martasim, tempat tinggal kakek saya di Cihanjuang). Kemudian waktu di SD, masuk PS Angkasa (benderanya pake bendera morse pramuka yang besar itu, terus dipiloks. Yang miloks namanya Heri Juheri, teman akrab saya, anak Gang Panday).
Lalu di SMP, saya ikut ekskul sepakbola, nama klubnya PS Liga Buana. He he hebat amat nama klubnya. Mengalahkan Liga Champion tuh. Itu nama diambil dari nama Toko Olahraga di Jalan Gandawijaya, waktu kita para pemain bola lagi jalan kaki melintasi toko itu.
Di SMA, saya stop dulu bersepakbola ria. Karena lebih memilih main bola di televisi
alias main Playstation.Selain itu, teman-teman saya se-genk Friday the13th, kurang begitu pandai sepakbola, tapi lebih asyik main basket. Apalagi zaman itu lagi booming Michael Jordan. Jadi basketlah olahraga pilihan saat itu.
Baru pas di bangku kuliahan, sepakbola digenjot lagi. Kali ini bersama barudak HIMSE, Himpunan Mahasiswa Sejarah Unpad. Langganan juara se-Fakultas Sastra. Tiba masa kerja, main si kulit bundar itu tetap tak bisa ditinggalkan. Jadilah saya berada di barisan terdepan Tribun FC.
Tapi tetap saja, sepak bola hanya hiburan bro! Karena untuk tujuan kesehatan pun rasanya enggak kesampaian. Orang gak pernah rutin mainnya juga. Sekarang saja sudah setahun tidak pernah nendang bola lagi. Minggu kemarin diajak buat latihan di Batununggal, saya kelimpungan, karena sepatu bola entah ada di mana.
Balik lagi ke Euro 2008. Selama sebulan terakhir ini, saya belum pernah menonton full time. Paling-paling cuma nonton pertandingan awal jam 11 malam, itu cuma setengah dari babak pertama. Jangan tanya pertandingan dini hari. Saya lebih suka mengalah pada raja kantuk, pada lambaian manis bantal guling, ketimbang nonton teve. Cape bro, seharian kerja terus dari pagi. Padahal dulu-dulu, saya enggak pernah melepaskan mata ini dari teve kalau ada pertandingan bola dunia.
Bukannya tidak ada tim yang menarik. Oh, Euro kali ini luar biasa. Banyak kejutan. Seperti tumbangnya tim dengan nama besar sekelas Prancis dan Italia. Di sisi lain, tim yang dianggap remeh, Turki dan Rusia, bermain luar biasa. Mereka bisa menapak hingga semifinal sebelum kalah terhormat, karena saat meninggalkan lapangan, para pemain memberi hormat dulu kepada penonton.
Akhirnya yang bisa dilakukan adalah menyetel televisi pada pukul 05.30, menanti berita olahraga. Atau menonton siaran ulangan jam 08.00 pagi. Bagi saya itu sudah cukup, yang penting bisa melihat gol-golnya. Jadi kalau orang di kantor ngobrol soal Euro, minimal saya bisa ngomong soal proses golnya dan siapa pencetak gol.
Tapi untuk pertandingan final, saya berjanji untuk menontonnya, apapun yang terjadi. Biarlah mata ini dipaksakan untuk terbuka, belotot memandangi aksi Bastian Schweinsteiger (halah susah amat namanya, pokoknya sodaranya Arnold Schwarzenegger deh atau ponakan Bastian Tito, penulis Wiro Sableng?) sama Fernando Torres. Saya suka Torres yang kemungkinan besar adalah keponakan Tico Torres drummer Bon Jovi itu, karena dia pemain Liverpool. Maklumlah, saya mah Liverpool mania, selain Persibmania.
Yak, kita tunggu saja, siapa yang akan jadi jawara Euro 2008 ini. Apakah David Villa (kabarnya dia ini alumni Vila Merah, cuma malu pake nama Merah di belakang namanya) atau Podolski (he he nama yang menjijaikan...) yang menjadi topskorer tahun ini, kita tonton aja deh. (*)
No comments:
Post a Comment