SELARIK SMS muncul di ponsel saya, di hari pertama bulan April ini. Isinya menghenyakkan. "Pak Otto meninggal dunia, lewat tengah malam, di RS Santosa". Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Pejuang lingkungan itu pergi meninggalkan kita semua. Senin malam, dari teman-teman milis wartawan lingkungan, saya dapat informasi Pak Otto Soemarwoto tengah dirawat di RS Santosa. Hanya beda beberapa jam, Pak Otto meninggal.
Tentu ini sebuah kehilangan besar bagi dunia lingkungan Indonesia. Kalau ekonomi pernah punya begawan ekonomi, Sumitro Djoyohadikusumo, lalu sejarah punya begawan sejarah, Sartono Kartodirdjo, yang bulan Januari lalu juga meninggal, maka Pak Otto Soemarwoto adalah begawan lingkungan. Pemikiran-pemikirannya memengaruhi dunia lingkungan Indonesia.
Dialah orang yang secara kritis dan vokal mengingatkan pemerintah tentang pembalakan liar. Pak Otto pula yang menentang pembangunan kawasan Bandung Utara. Bahkan isu lingkungan terkini di Kota Bandung, soal Pembangkit Listrik Tenaga Sampah, pun Pak Otto angkat bicara. Pak Otto bilang, PLTS lebih banyak mudarat ketimbang manfaat bagi warga Bandung. Karena masih banyak cara lain untuk mereduksi dan mengelola sampah di Kota Bandung.
Bahkan saat Sidang Amdal PLTS yang digelar di Aula Kantor Pos Jalan Banda, seharusnya Pak Otto selaku pakar lingkungan, hadir. Nomor duduknya 33. Hanya Allah lebih menyayangi Pak Otto dengan memanggilnya lebih dulu. Selamat jalan Pak Otto, semoga generasi muda mampu meneruskan perjuangan Pak Otto. (*)
No comments:
Post a Comment