Monday, April 28, 2008

Cimahi: Tambah Usia Makin Pesat

21 JUNI 2008 lalu, adalah hari jadi ke-7 Kota Cimahi. Usia yang belia bagi perkembangan sebuah kota. Dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lama yang berlomba-lomba menuakan usianya, karena makin tua makin bergengsi dan makin "Nyiliwangi", tentu Cimahi tak ada apa-apanya.

Tapi sesungguhnya sejarah daerah yang bernama Cimahi sendiri sudah berabad lamanya. Bersamaan dengan ambisi Marschalk Daendels, sang Gubernur Jenderal Hindia Belanda jajahan Napoleon, untuk menyambungkan Anyer-Panarukan, nama Cimahi pun disebut. Ya, kira-kira tahun 1811 lah. Cimahi menjadi salah satu daerah yang terkena proyek jalan 1.000 km. Walau mungkin saat itu masih leuweung geledegan, tapi Cimahi dijadikan pos penjagaan atau peristirahatan kuda.

Dari mana asal kata Cimahi? Secara etimologi, Ci adalah kata singkat untuk Cai, yang artinya Mahi. Lalu kata Mahi adalah cukup. Jadi kira-kira arti Cimahi adalah cukup air. Bisa dipastikan, zaman baheula, Cimahi adalah daerah yang melimpah ruah dengan air. Itu masuk akal, karena Cimahi berada di daerah hilir, di mana air deras nyurulung dari daerah Cisarua, Parongpong, dan Lembang.

Nah sekarang, yang harus ditanyakan, lebih dulu mana nama daerah Cimahi ataukah nama sungai Cimahi? Warga Cimahi sih lebih akrab menyebutnya Kali Cimahi. Karena kalau dilihat lebih ke hulu, sungai yang mengular dari Situ Lembang ternyata bernama Sungai Cimahi. Bahkan air nyurug yang jatuh dari ketinggian tebing di daerah Cisarua dinamakan Curug Cimahi. Dan itu lokasinya bukan di daerah Cimahi sekarang. Itu yang belum ditemukan jawabannya hingga kini. Ibarat teka-teki, lebih dulu mana telur atau ayam?

Cimahi sendiri diperkirakan mulai didiami penduduk sejak 1880-an. Makin berkembang dengan masuknya kereta api dari Bandung menuju Cianjur. Pembuatan rel KA ini berkaitan dengan mobilisasi persenjataan dan serdadu perang. Juga imbas kebijakan Pemerintah Hindia Belanda untuk menyiapkan Bandung sebagai pusat pemerintahan. Yang lebih dulu disiapkan adalah lokasi tempat militer dan Cimahilah lokasi yang dipilih.

Tak heran, sejak itulah, sekitar tahun 1886, Belanda mendirikan penjara militer Poncol. Lalu setahun kemudian, 1887, mendirikan RS militer --kini bernama RS Dustira. Sejumlah pusat pendidikan militer pun dibangun. Lapangan Sriwijaya, entah di zaman Belanda disebut lapang apa, dijadikan tempat latihan terjun payung.

Zaman berganti, Cimahi pun berubah. Sekitar tahun 1935, Cimahi jadi kecamatan. Dan sejak 1975 hingga tahun 2001, Cimahi berstatus Kota Administratif alias Kotip. Ketika era otonomi bergaung, Kotip Cimahi pun naik derajat jadi Kota Cimahi.

Lalu apa yang membuat beda antara Kotip dan Kota? Dari sisi geografis senyatanya tidak ada perubahan. Tetap tiga kecamatan: Cimahi Selatan, Utara, dan Tengah. Yang membedakan adalah pembangunan fisik. Dulu saya, bahkan semua warga Cimahi atau pernah merasa dilahirkan dan tinggal di Cimahi, mungkin tidak pernah bermimpi Lapangan Sriwijaya bisa menghilang.

Lapangan yang bagi saya dan tentu bagi warga Cimahi lainya, menyimpan kenangan, ternyata tak tersisa sedikitpun sudut-sudutnya. Dulu, saya main sepakbola di sini. Mengikuti upacara Agustusan juga di sini. Bagi warga lain, lapangan ini untuk belajar mobil dan motor. Bahkan juga sebagai lokasi pacaran yang strategis.

Di tempat itu, kini berdiri Pasar Antri Baru dan terminal Cimahi. Lalu di sebagian lagi, dipakai Markas Pusat Kesenjataan Artileri Pertahanan Udara (Pussenarhanud).
Kemudian di lokasi Pasar Antri lama di Jalan Gandawijaya, berdiri gagah Cimahi Mall, yang enggan disingkat Cimol (karena kelasnya terlalu rendah) tapi ingin disebut Hi Mall.

Jalan Gandawijaya yang dulu sulit sekali dilewati motor sekalipun, kini lapang leluasa. Segala macam kendaraan bisa ngebut di jalan ini. Tak bakal ditemui lagi, lapak-lapak PKL yang memadati jalan. Atau tukang martabak manis, martabak telor, gorengan, menawarkan dagangan. Semua lenyap.

Sebagai kota baru, Cimahi memang menawarkan kemajuan ekonomi dan perdagangan. Tengok saja, para pemain besar di bisnis perdagangan mulai merangsek masuk kota mungil ini. Giant sudah buka di Hi Mall. Sebelumnya, Borma mencegat konsumen di Cibeber. Kemudian Samudera pun membangun pertokoan di sebelah barat, menempati bekas bioskop 21.

Yang masih bertahan di bagian tengah adalah Ramayana. Menempati gedung bekas bioskop Nusantara, yang jadi Cimahi Mekar. Ramayana jadi pemain tunggal di Jalan Ria.

Di sebelah timur, di Jalan Raya Cibabat yang sudah ganti nama jadi Jalan Amir Machmud itu tepat di depan Kantor Sosial, berdiri Superindo. Lebih ke timur lagi, di Cibeureum, tepat di depan Advent, bakal dibuat Pasar Raya Cibeureum. Konsep pertokoan moderen dan pasar tradisional dilengkapi dengan hotel dan tempat belanja wah. Begitu mimpinya.

Jangan ditanya soal tempat makan. KFC, CFC, sudah manggung lebih dulu. Yang terbaru, Pizza Hut pun bikin cabang baru di dekat Sentral, menempati rumah teman SMP saya yang dijual. Dan sebentar lagi McDonalds bersaing berebut konsumen Cimahi.

Dan yang paling terbaru adalah ekspansi Yogya Grup. Tak tanggung-tanggung, Yogya membuat Yogya Plaza. Sebuah konsep yang memadukan semua grup Yogya, mulai toserba, griya, dan mart. Lokasinya, tepat di pinggir bekas rumah saya di Cibabat.

Lalu apalagi yang berbeda yang ditawarkan Cimahi sekarang? Hmm, mungkin jalan raya yang berbeda. Dulu jalan depan Alun-alun hingga Tagog adalah jalur dua arah yang padat luar biasa. Sekarang dibuat satu jalur. Di Tagog atau pertigaan dibuat pulau jalan yang membelah dua arah, arah Bandung atau Dustira/Pasar Antri. Dijamin, orang Cimahi yang lama ngumbara bakal bingung dan lieur melihat Cimahi sekarang. (*)

2 comments:

Andrie26 said...

Sampurasun. Salam kenal.
Saya suka tulisan Anda. Saya juga asli orang Cimahi, tepatnya lahir di Gg. Kaum (sekarang Jl. Kaum Kulon). Melihat pembangunan Kota Cimahi yang pesat, kadang muncul perasaan senang tapi juga timbul rasa miris, contohnya hilang Lapang Sriwijaya yang legendaris (betul kata Anda).
Dulu Alun-alun Cimahi sering jadi tempat bermain bola, atau sekedar ngabuburit, karena tempat itu adalah bekas terminal. Lalu Bioskop Rio. Apa jadinya kau kini?

Andrie26 said...

Sampurasun. Salam kenal.
Saya suka tulisan Anda. Saya juga asli orang Cimahi, tepatnya lahir di Gg. Kaum (sekarang Jl. Kaum Kulon). Melihat pembangunan Kota Cimahi yang pesat, kadang muncul perasaan senang tapi juga timbul rasa miris, contoh nyata adalah hilangnya Lapang Sriwijaya yang legendaris (betul kata Anda).
Dulu Alun-alun Cimahi sering jadi tempat bermain bola, atau sekedar ngabuburit, karena tempat itu adalah bekas terminal. Lalu Bioskop Rio. Apa jadinya kau kini?