Tuesday, October 23, 2007

Al Qur'an Suci, NII, dan NII KW IX (Tulisan Kedua)

PERTENGAHAN tahun 2000, korban-korban NII/KW IX mulai berani bersaksi atas
penyimpangan-penyimpangan akidah yang terjadi di tubuh NII KW IX. Di Bandung, para korban ini tergabung dalam Forum Korban KII KW IX. Mereka didampingi atau mendapat advokasi dari Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) pimpinan KH Athian Ali M Da'i MA dan Sekretarisnya, Kang Hedi Muhammad, yang juga Ketua Tim Investigasi Aliran Sesat (TIAS) FUUI.

FUUI-lah, organisasai massa Islam yang berani dan paling gencar menyuarakan kesesatan NII KW IX. Pak Athian pun tanpa tedeng aling-aling menuding Ma'had Al Zaytun dengan Abu Toto alias Syekh Panji Gumilang sebagai markas pusat dan pemimpin NII KW IX. Tudingan itu tentu bukan tanpa alasan. Berdasarkan pengakuan para mantan mas'ul NII KW IX, ini istilah untuk pemimpin di tingkat desa atau wilayah kecamatan,
yang menyebutkan aliran dana yang mereka kumpulkan dari korban dibawa ke Al Zaytun. Lalu saat pertemuan setahun sekali pun semua dipusatkan di Mesjid Rahmatan Lil Alamin Al Zaytun.

Bagaimana modus gerakan ini beroperasi? Seperti halnya yang terjadi pada diri Achriani Yulvie dan Fitriyanti, mahasiswi Poltek Pajajaran, NII KW IX mengincar orang-orang yang gamang, pemahaman tentang Islamnya kurang, cukup berada bahkan kalau bisa kaya raya. Sebelum men-tilawah, mereka mengamati dulu calon mangsa sedemikian rupa. Setelah mantap, baru pedekate. Hal pertama yang sering ditanyakan orang-orang NII KW IX ataupun NII adalah soal keluarga apakah ortunya TNI, polisi. Entah kenapa, mungkin mereka takut aksi mereka terbongkar kalau ortu calon tilawah itu aparat keamanan.

Setelah itu masuklah ke tahap indoktrinasi. Bahwa saat ini calon ummat berada di dunia kafir, masih zaman jahiliyah. Pancasila itu produk NKRI yang harus ditolak mentah-mentah, karena merupakan sistem yang tidak diridoi Allah SWT. Hanya kita (NII) yang benar-benar akan masuk surga. Kewajiban Kita (NII) adalah mengajak orang-orang di luar NII, bisa masuk ke NII (alzaytun) agar tidak termasuk golongan kafir. Tidak percaya hadits Nabi, karena bisa dimanipulasi, dsb.

Nah, untuk masuk ke dalam Negara Karunia Allah (NKA) NII, calon umat atau calon tilawah harus hijrah, seperti halnya Nabi hijrah ke Madinah. Mereka, para NII-ners ini sering menganalogikan kondisi saat ini sebagai fase Mekkah.

Namun sebelum tahap hijrah ada dua macam shadaqah yang harus dipenuhi :
a. shadaqah Aqabah yang digunakan untuk penyeleksian sebelum tahap akhir (hijrah), untuk shadaqah Aqabah dikenakan Rp 100.000 s/d Rp 200.000. Untuk Aqabah calon ummat akan di cek lebih dahulu pemahamannya oleh pimpinan yang lebih tinggi setingkat (kabupaten/District Officer), dan bila District Officer (D.O) menyatakan bisa dikirim (dihijrahkan ) maka mereka tinggal menunggu panggilan hijrah, yang waktunya antara 1 s/d 3 hari.

b. Shadaqah hijrah diterapkan sebagai syarat mutlak hijrah, dan juga untuk membersihkan diri dari dosa - dosa yang pernah di lakukan sewaktu masih menjadi warga RI (Republik Indonesia). Untuk shadaqah hijrah diambil dari seluruh harta yang dicintainya, baik berupa apapun yang nanti diukur dalam nominal uang. Dan itu berkisar dari Rp 500.000 s/d Rp 5.000.000 bahkan bisa lebih bila ummat masih mempu nyai harta yang lebih dari itu.

Setelah calon ummat melewati persyaratan tersebut tibalah waktunya hijrah yang dilaksanakan 1 hari 1 malam yang berarti calon ummat harus menginap. Sebelum keberangkatan ( hijrah) mereka lebih dahulu dibawa ke suatu tempat atau sering disebut sebagai "transit" untuk selanjutnya bersama-sama diangkut bersama calon ummat lain untuk ke tempat hijrah. Setelah semua calon ummat berkumpul mereka dinaikkan didalam mobil yang berkaca ray-ban, lalu mereka harus menutup mata dalam perjalanan ke tempat hijrah.

Setibanya di sana mereka diabsen dan diberi pemahaman sedikit sebelum istirahat. Jam 05.00 mereka bangun untuk salat shubuh dan makan pagi, lalu jam 06.00 mereka masuk ke ruangan yang telah disediakan untuk didata administrasi tentang identitas diri dan harus disertai dengan Kartu Tanda Penduduk. Jam 07.00 baru dimulai acaranya yang dihadiri dua orang pembina.

Acara dibagi dua session :
a. Session pertama berisi tentang pemahaman dari sisi aqidah, ibadah, muamalah yang menuju kepada pengabdian penuh kepada NII.
b. Session kedua berisi tentang sejarah berdirinya NII sebagai negara yang sah di bumi Indonesia, yang materinya menyatakan selama ini telah terjadi pemutarbalikkan fakta oleh pihak RI secara membabi buta.

Setelah dua session tersebut selesai, menuju ke acara final yaitu melepaskan kewarganegaraan RI dan masuk ke kewarganegaraan NII yang dilambangkan dengan penyandangan nama tsani (nama kedua) juga sebagai nama hijrah atau nama madinahnya dan sekaligus sebagai pengesahan kewarganegaraan dengan mengucapkan janji setia dalam bentuk bai'at. Setelah selesai acara tersebut maka sah sudah para calon ummat resmi menjadi ummat dan warga negara NII dan secara langsung harus mengemban misi-misi NII.

Setelah prosesi selesai mereka dipulangkan jam 17.00, diantar ke tempat "transit" yang langsung disambut oleh mas'ulnya yang siap untuk menyampaikan misi dan visi tersebut kepada ummat.

Indoktrinasi yang sudah memiliki pondasi yang disampaikan pada forum hijrah akan diteruskan dengan pola pembinaan yang disebut "tazkiyah". Dalam tazkiyah inilah ummat mendapatkan pemahaman atau doktrin secara lebih mendalam tentang NII beserta seluruh programnya, yang tujuan akhirnya melaksanakan program sesuai dengan janji yang telah diucapkan dalam forum musyahadatul hijrah.

Program tazkiyah dilakukan kontinyu dan berjenjang. Minimal dalam satu bulan ummat harus ikut tazkiyah di tingkat desa selama 3 kali, jenjang kecamatan sebanyak 2 kali dan jenjang distrik 1 kali, adapun tazkiyah daerah 1 kali. Dan dalam setiap tazkiyah harus membawa uang untuk akomodasi, mardhotilah (uang cape pembina), dan cicilan program finansial, yang besarnya bervariasi setiap jenjang minimal Rp 20.000 s/d Rp 50.000 dan kalau bisa lebih.

Bila ummat telah memahami semua program dan permasalahan maka tinggal pelaksanaan program yang nanti akan diarahkan dan dikawal langsung oleh mas'ul desanya, yang dalam praktek lapangannya mereka bebas melakukan pengembangan tekhnik dan improvisasinya dalam berprogram untuk meningkatkan kualitas dan prestasi dirinya sebagai warga dengan cara apapun yang penting hasilnya memadai atau lebih (ziyadah). Namun bila hasilnya tidak memenuhi target (nuqson) ummat akan mendapatkan sanksi (iqob) dari mas'ulnya. (bersambung lagi dah)