Tuesday, October 16, 2007

Lebaran Itu bukan Baju Baru

SEMINGGU sebelum lebaran kemarin, Bu Eri sudah membeli beberapa baju baru untuk Kaka Bila dan Adik Mira. Belinya pun di beberapa tempat. Cari yang agak bagusan, katanya. Dua hari sebelum Hari H, Bu Eri masih menyempatkan diri untuk membeli baju terusan plus jilbab buat Kaka dan adik. Ya, yang murah saja. Toh, dipakainya tidak sering.

Jumat, sehari sebelum salat Id, Kaka sudah gelisah. "Kapan sih Lebarannya, hari ini yah?" tanya Kaka. "Sabar Ka, baru besok kok Lebarannya juga. Besok kita solat di lapangan Unjani. Kaka bangunnya mesti pagi, biar tidak telat," kata saya.

Dan benar, Kaka bangun lebih pagi. Dia yang paling duluan mandi. Baru kita-kita, para ortu. Sejak jam 05.30, Kaka sudah siap. Pakai sepatu bawa mukena. Tak heran, kalau dia bosan menunggu. "Iih, cepetan dong, katanya mau ke Unjani," cerocos dia.

Tak lama lewat Mas Rikhan dan anak-anak. Lalu Mas Rohman sekeluarga pun lewat. Semuanya sudah siap dan bergegas ke Unjani. Tapi kita masih santai. Saya memang sudah mandi. Tinggal pakai baju. Trus Bu Eri juga sudah mandi. Saya lalu pakai baju koko putih sarung merah, seperti biasa buat Jumatan. Karena Bu Eri agak lama, saya tinggal saja, karena sebentar lagi salat dimulai.

Kaka pergi bareng Mbah Uti. Saya ada di barisan ketiga dari depan. Beralas koran dan sajadah, duduk bersila sambil ikut takbir. Lalu salat pun dimulai. Imam adalah Pak Ustad Basar. Sementara Khatibnya Pak Ustad Dais.

Usai ceramah, para jemaah langsung berebut memburu Imam dan Khatib untuk bersalaman lebih dulu. Rasanya tahun sekarang lebih banyak yang ikut salat Id, karena antrean orang bersalaman cukup panjang. Mungkin orang-orang yang merantau banyak yang pulang ke Babakan Sari.

Usai bersalaman dengan warga, saya pulang ke rumah. Ternyata Bu Eri ada di rumah. Rupanya tidak ikut salat, begitu pula dengan Adik yang asyik tidur. "Tadi pas mau pergi, Adik rewel eh malah tidur," kata Bu Eri.

Di rumah, kita sekeluarga sungkem dan bersalaman dengan Bapak dan Ibu. Lalu berkumpullah semua bocah-bocah cilik, bebenyit-bebenyit. Semua memburu amplop angpau. Setiap tahun kita memang menyediakan anggaran khusus untuk angpau ini. Tidak hanya untuk keponakan, tapi juga buat anak-anak tetangga yang datang ke rumah.

Setelah tamu mulai berkurang, saya dan Bu Eri bersiap untuk silaturahmi ke Cihanjuang. Ini tempat ibu saya tinggal, berikut keluarga besar Cihanjuang, yang rumahnya berdekatan semua. Waktu mau ganti baju, saya buka lemari dan mau pilih baju. Tapi tak ada satupun baju yang saya ambil. Begitu pula dengan Bu Eri. Kita berdua saling pandang dan langsung tertawa bareng...Ha ha ha..

Ternyata sibuk mengurusi kebutuhan anak membuat kita tak sempat membeli apapun, baik baju, celana, baju koko, kopiah, sarung, jilbab, dll. Akhirnya kita bergaya preman saja. Pakai kaos Hitam celana hitam, seperti biasa. "Alah Lebaran hitam-hitam. Preman ajalah," kata Bu Eri. Ya, tak apalah. Toh Lebaran itu tidak dilihat dari baju barunya. (*)

No comments: