Wednesday, April 22, 2009

Hantu Bernama UN

SEJUMLAH siswa SMAN 6 menundukkan kepala dalam-dalam. Mereka terpekur sambil menitikkan air mata kala seorang guru memanjatkan doa. Doa penuh pengharapan agar mereka bisa lulus ujian nasional. Tak hanya doa yang dipanjatkan, tapi juga pemberian motivasi dan pembekalan mental dari para guru agar siswa percaya diri dengan kemampuan sendiri.

Kegiatan yang sama juga digelar di SMA-SMA lainnya di Kota Bandung, jelang akhir pekan kemarin. Bahkan di belahan lain di Nusantara, dari sekolah di pusat kota hingga pinggiran, nyaris semua menggelar istigasah dan doa bersama menjelang pelaksanaan ujian nasional.

Siswa berharap perjuangan mereka selama tiga tahun tidak akan sia-sia. Ujian nasional ibarat hantu di akhir musim pelajaran. Seolah, jika tak lulus UN, habislah dunia. Untuk menghalau ketakutan dan kekhawatiran tidak lulus itulah istigasah digelar.

Angka 5,5 sebagai standardisasi nilai kelulusan UN 2009 ini seperti angka keramat yang membuat gentar para siswa. Siswa yang pandai pun jadi ragu dengan kemampuannya. Satu saja nilai mata pelajaran jatuh, akan menguaplah impian segera melepas masa SMA.

Tak heran jelang pelaksanaan UN, berbagai uji coba digelar. Simulasi soal-soal mata pelajaran yang kemungkinan diujiankan pun terus dijajal. Guru menggeber mata pelajaran agar tuntas, siswa pun digeber agar paham semua mata pelajaran itu. Tak cukup enam jam, kadang-kadang waktu belajar pun ditambah satu atau dua jam. Tapi tetap saja hasil uji coba itu tak sepenuhnya sesuai harapan. Bukannya membuat siswa percaya diri, malah kian down begitu tahu hasil try out jeblok.

Hanya karena UN lalu sekolah berubah menjadi bimbingan belajar. Sekolah semata hanya mengejar angka kelulusan. Persentase kelulusan 100 persen menjadi prestise dan prestasi bagi sekolah, tapi mengabaikan segi pendidikan yang lain.

Intinya, masa depan para pelajar ini selayaknya tidak ditentukan hanya oleh sebuah ujian. Angka kelulusan 5,5 tidaklah menjamin kualitas produk pendidikan. Masih banyak sisi lain dari pendidikan yang semestinya juga menjadi prioritas untuk dikembangkan.

Apalagi tahun ini ibarat pertaruhan bagi pelaksanaan ujian nasional. Untuk pertama kalinya, pihak perguruan tinggi dilibatkan dalam proses pengawasan. Kabarnya, ini sebagai ancang-ancang sebelum tahun 2012 UN dijadikan tiket untuk masuk ke perguruan tinggi negeri.

Kita berharap, terlibatnya semua unsur pendidikan akan berdampak lebih baik bagi kualitas pendidikan di negeri ini. Bukan hanya angka kelulusan yang naik, tapi sarana dan prasarana juga membaik. Telinga kita tidak akan lagi mendengar siswa yang tak mampu melanjutkan sekolah karena tidak punya biaya. Atau ada bangunan sekolah yang roboh diterpa angin ribut. Di tangan para siswa yang kemarin, hari ini, dan esok bertarung memerah segenap kemampuan ilmu, terletak nasib bangsa.
Semoga UN ini tak hanya menghasilkan siswa yang pintar semata, tapi juga mumpuni secara moral dan etika. (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Selasa 21 April 2009 dengan judul "Pertaruhan Ujian Nasional".

No comments: