RABU malam, 18 Februari, pukul 20.20, sebuah SMS dari nomor XL mampir ke HP. Ternyata adik saya, pake nomor baru, memberi kabar duka: Wa Guru pupus tadi tabuh satengah dalapan. Deg. Saya langsung berhenti kerja. Kebetulan sedang mengedit berita.
Lalu saya kontak kakak saya meneruskan kabar itu. Juga saya menelepon Bu Eri. Saya putuskan segera pulang ke rumah, menjemput Bu Eri, dan berangkat ke rumah duka di Gang Mama Idris Parapatan Cihanjuang.
Wa Guru, begitu kami biasa memanggil Wa Haji Warma Solihin. Beliau memang seorang guru, yang murid-muridnya tersebar kemana-mana. Beliau adalah Uwa paling tua atau anak pertama dari kakek-nenek saya, Aki dan Nini Haji.
Beberapa hari sebelum Uwa meninggal, Bu Eri sebenarnya ingin menjenguk. Karena sejak dipindahkan perawatannya ke RS Mitra Kasih, belum pernah menengok lagi. Tapi waktu dirawat di RSUD Cibabat, saya dan Bu Eri sempat menjenguk sepulang kerja. Ngobrol sampi tengah malam. Waktu di Mitra Kasih, hanya saya yang sempat menjenguk. Biasanya, saya ke RS apabila ada SMS atau telepon dari keluarga kalau Uwa Guru sedang gawat. Uwa sakit sejak akhir Januari lalu. Serangan jantung dan sesak napas.
Dari obrolan dengan Uwa istri dan uwa-uwa yang lainnya ada cerita menjelang Wa Guru meninggal. Rabu pagi atau siang, Wa Guru keluar dari RS Mitra Kasih. Kebetulan Bapak, sebagai orang Mitra Kasih, yang mengantar. Sore hari, jelang Ashar, Wa Guru ingin mandi. Lalu makan dan salat. Setelah itu tidur. Magrib bangun lagi untuk salat, juga Isya. Tentu, salatnya pun di tempat tidur. Setelah itu, tidur kembali.
Dan saat itulah, ajal pun menjemput. Tidak ada penderitaan saat sakaratul maut datang. "Sangat tenang," begitu ujar menantu Uwa, Teh Neneng, yang melihat saat-saat terakhir Wa Guru.
Kamis pagi, jenazah Wa Guru dimakamkan. Sebelumnya disalatkan di Masjid Agung Cimahi Utara. Tanah masjid ini adalah hibah dari Uwa sewaktu hidup dan Uwa pula yang memakmurkannya. Tak heran, koleganya banyak. Ketua DPRD Cimahi Rd Sutardja dan Camat Cimahi Utara Totong Solehudin pun datang melayat mewakili Pemkot Cimahi.
Hampir seluruh keluarga dan kerabat datang. Mang Ade dari Purwakarta, Mang Usup dari Kuningan, kakak saya dari Majalengka, dari Cianjur, Ciwidey, semua menyempatkan untuk datang. Tak pelak, pemakaman di Babut Cihanjuang pun bak reuni keluarga besar H Achmad Solihin. "Mun kieu we nya urang teh papendak, atawa lebaran," kata Kang Mamat, kakak sepupu saya.
Pileuleuyan Wa, mugia sagala rupi amal, iman-islamna, Uwa ditampi, diperenahkan di sisi Zat Allah nu Maha Kawasa, dicaangkeun kuburna, dilegakeun alam barzahna. Cing ngocor dua-dua sareng hasil amal Uwa nu baris nyarengan di alam kubur. Amin.(*)
No comments:
Post a Comment