Sunday, February 10, 2008

AACC Telan Korban; Jejak Sejarah Seni Bandung

ASIAN African Cultur Center (AACC) adalah bangunan bergaya arsitektur Art Deco yang masih tegak yang di Jalan Braga. Lokasinya bersebelahan dengan Museum Asia Afrika. Ciri khas bangunan ini adalah ornamen kepala Batara Kala di bagian depan gedung.

Jauh sebelum menyandang nama AACC, di awal abad 20, gedung ini adalah tempat pertunjukan film hidup alias bioskop. Majestic namanya. Tempat ini adalah ujung awal Jalan Braga dan menjadi tempat wisata dan hiburan Meneer-meneer dan Noni-Noni Belanda sekaligus pelengkap kawasan Braga, sebagai kawasan perbelanjaan. Tak lengkap rasanya jika tidak ada hiburan. Karena itulah, direncanakana pembangunan sebuah bioskop berkelas, yang representatif bagi kalangan atas saat itu.

Dekade 20-an, diorderlah Technisch Bureau Soenda untuk melaksanakan pembangunannya. Arsiteknya bukan orang sembarangan, dialah Prof. Ir. Wolf Schoemaker, guru besar Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB), yang karya-karyanya terserak di seantero Bandung dan sebagian besar masih dapat dinikmati hingga saat ini.

Arsitektur Gedung Majestic mengandung perpaduan elemen arsitektur dan seni ukir regional dengan teknik konstruksi modern dari barat. Ini adalah wacana baru yang dikembangkan Schoemaker saat itu, yaitu sebuah arsitektur klasik yang tidak merujuk kepada seni ornamentasi Yunani dan Romawi, melainkan menggalinya dari kekayaan khazanah arsitektur dalam negeri.

Dengan garis vertikal dan horisontal yang menonjol, gedung Majestic merupakan salah satu karya penting dari aliran Indo Europeeschen Architectuur Stijl yang turut menghidupkan kawasan Braga di masa keemasannya.

Tentu, para Meneer dan Noni merasa bangga menonton di bioskop mewah, saat itu. Masa keemasan bioskop Majestic sempat bertahan beberapa dekade hingga tahun 80-an. Seiring dengan bermunculannya bioskop yang lebih modern, Majestic semakin tersisih dengan hanya memutar film-film kelas rendahan yang hanya ditonton segelintir orang. Akhirnya Majestic tutup sama sekali.

Bersyukurlah berkat Undang-undang No. 5/1992 yang mengatur Benda Cagar Budaya, gedung ini masih bertahan dan sempat berganti nama menjadi gedung AACC yang kini difungsikan sebagai gedung pertemuan atau gedung konser musik. Majestic diharapkan mampu meninggalkan kenangan kejayaan masa lalu, saat bangunan kuno di Bandung makin langka.

Karena ketiadaan ruang publik yang representatif, Gedung AACC pun dipakai untuk untuk berbagai kegiatan seni, termasuk di antaranya pergelaran musik cadas underground. Tentunya saja, gedung yang semula untuk Noni-noni dan Meneer itu tidak akan bisa menampung antusias komunitas underground Bandung. Dan terjadilah tragedi Sabtu (9/2) malam. 10 orang penonton tewas kehabisan napas dan terinjak-injak di tengah kerumunan massa underground. Majestis atau AACC pun menjadi saksi jejak sejarah seni Bandung, dari zaman kolonial hingga kontemporer. (*)

No comments: