Friday, April 02, 2010

DPR Versus KPK

DUA minggu sudah berlalu dan rekomendasi rapat paripurna DPR RI yang memutuskan kasus bail out Bank Century bermasalah dan sejumlah pihak harus bertanggung jawab, mulai menunjukkan tanda-tanda mandul. Keputusan politik yang dibuat para wakil rakyat itu ternyata tidak paralel dengan gerak hukum penyelidikan kasus ini.
Rekomendasi DPR soal kasus Bank Century menjadi bahan perdebatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat gelar perkara. Kabarnya, KPK terbelah tiga: satu pihak sepakat kasus ini bisa dilanjutkan, pihak lainnya tidak sepakat, dan satu pihak lagi abstain.

Hasil gelar perkara itu, KPK menyatakan data temuan Pansus dan juga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menurut KPK tidak bisa menjadi alat bukti. Dengan begitu, rekomendasi paripurna DPR pun tak cukup kuat untuk dilanjutkan menjadi penyidikan.

Tentu saja, pernyataan KPK itu membuat anggota DPR yang saat ini tengah menjalani masa reses, berang. Anggota DPR yang terlibat dalam Pansus Century meminta agar Badan Anggaran DPR memotong anggaran KPK. Lalu anggota lainnya mengancam KPK dengan tiga haknya: legislasi, bujeting, dan pengawasan, apabila KPK tidak sungguh-sungguh mengusut kasus Century.

Pascaparipurna, kasus Century berada di tangan KPK. KPK --yang sebelum kasus Antasari mencuat sering disebut lembaga superbody-- menjadi ujung tombak penyelesaian kasus perbankan yang melibatkan pejabat-pejabat tinggi di negeri ini.
Kesan lambat memang muncul saat KPK menangani masalah ini. Tak banyak kemajuan yang dicapai KPK, selain pernyataan yang membuat berang anggota DPR.

Memang harus disadari, bahwa keputusan politik tak selamanya segendang seirama dengan proses penyelidikan hukum. Hukum sebagai panglima tertinggi, tak seharusnya diintervensi pihak manapun, tak terkecuali DPR atau presiden.

Namun yang dikhawatirkan adalah jika KPK tak bisa berbuat banyak membongkar kasus Century, harapan publik terhadap pemberantasan korupsi kian menguap. Bukan simpati yang didapat KPK, malah hujatan masyarakat. Bagaimanapun korupsi dan penyelewengan merupakan musuh bersama. Kalau ujung tombaknya saja mandul, bagaimana pula dengan yang lainnya?

Tentu kita tidak berharap demikian. Kita yakin, KPK akan tetap bergerak lurus di jalur hukum dan menuntaskan persoalan yang menyita energi dan perhatian masyarakat ini.

Setelah masa reses anggota DPR selesai, babak baru penyelesaian kasus Century akan dimulai. DPR versus KPK, mungkin begitu lakon yang akan muncul di panggung politik Indonesia.(*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun JAbar edisi Kamis 18 Maret 2010.

No comments: