Monday, April 19, 2010

KA Parahyangan


USAI sudah kejayaan Kereta Api Parahyangan. Pengalaman 39 tahun menjelajahi rute Bandung- Jakarta pulang-pergi tak menjamin kelangsungan operasional kereta yang satu ini. Tujuh hari ke depan adalah hari-hari terakhir KA Parahyangan. Tanggal 26 April pukul 17.30 merupakan keberangkatan terakhir KA 71 Bandung tujuan Gambir. Besoknya, 27 April, jangan berharap menemukan lagi kereta api berwarna putih dengan pulas biru memanjang di bagian bawah.

KA Parahyangan tak mampu menjawab tantangan zaman. Perubahan pola gerak masyarakat Bandung dan sekitarnya yang hendak ke Jakarta, dari semula memakai jalur Puncak, kini menjadi jalur tol Purbaleunyi, menjadi penyebab utamanya.

Keberadaan ruas tol ini mampu menghubungkan Bandung dengan Jakarta hanya dalam waktu dua jam. Saking mudahnya akses antara dua kota ini, muncul ungkapan, pagi berkantor di Jakarta, siang makan di Bandung, sore sudah ada di Jakarta lagi.


Bandingkan dengan KA Parahyangan, yang membutuhkan waktu tiga jam untuk tiba di Ibu Kota atau di Bandung. Selain faktor waktu, faktor tidak langsung tiba di tempat tujuan juga menjadi problem tersendiri. Berbeda misalnya dengan angkutan jasa travel. Selain cepat, travel bisa mengantarkan penumpang langsung ke tempat tujuan.

PT KA bukannya tidak berinovasi untuk mempertahankan KA Parahyangan. Tarif yang semula lebih dari satu lembar Rp 50.000, kini tinggal Rp 30.000. Sangat murah untuk ukuran kereta kelas bisnis. Tarif ini pun jauh lebih murah dibanding jasa travel.
Tapi di zaman yang lebih mengandalkan kecepatan waktu, beda satu jam waktu tempuh KA dengan travel menjadi persoalan tersendiri. Di situlah inti masalahnya, PT KA tak mungkin lagi memacu kecepatan KA Parahyangan.

Akibatnya, setiap tahun perusahaan kereta api ini merugi hingga puluhan miliar rupiah. Semua disebabkan merosotnya jumlah penumpang. Kereta api tak lagi menarik untuk ditumpangi. Tak cukup cepat untuk menggapai Jakarta atau sebaliknya, tak cukup cepat untuk mencapai tempat beristirahat dan pakansi di Kota Kembang.

KA Parahyangan hanyalah satu dari sekian banyak korban pembangunan jalan tol. Sebelumnya, pedagang dan pemilik warung makan di jalur Padalarang-Purwakarta pun banyak yang gulung tikar setelah ruas tol beroperasi.

Bagaimanapun, efek beroperasinya ruas jalan tol Purbaleunyi sangat "dinikmati" masyarakat Bandung. Pelancong yang semakin membeludak di tiap akhir pekan, bermunculannya factory outlet dan distro, berkembangnya usaha-bisnis kreatif, salah satunya karena akses utama dengan Jakarta, terbuka lebar. Rumah makan kian menjamur, kafe resto bertebaran di mana-mana. Bandung pun tak malu-malu menyambut tamu dengan jalan rusak dan berlubang.

Kita berharap, "hilangnya" KA Parahyangan akan membuat PT KA semakin fokus untuk melayani penumpang di kereta eksekutif. Jadi penumpang akan tetap setia naik kereta karena pelayanan semakin baik. Mudah-mudahan, di masa yang akan datang, PT KA pun bisa memakai teknologi tercanggih, mengoperasikan kereta api supercepat, yang bisa menempuh Bandung- Jakarta hanya satu jam. Siapa tahu. (*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Selasa 20 April 2010.

1 comment:

Suplemen Organik Cair Ciamis said...

bagus sekali info nya
dan sangat menarik sekali
untuk dibaca
terimakasih atas info nya