Friday, April 30, 2010

Heroin dan Malaysia

SELAMA ini tak pernah terjadi upaya penyelundupan narkoba dan barang haram lainnya melalui Bandara Husein Sastanegara. Setidaknya, belum pernah ada yang terdeteksi membawa heroin. Tak heran, ketika 3,25 kg heroin senilai Rp 8 miliar ditemukan petugas Bea dan Cukai di Bandara Husein, ini cukup mengejutkan.
Berarti Bandung sudah dilirik oleh jaringan internasional pemasok heroin, sabu-sabu, dan barang haram lainnya, sebagai salah satu pintu masuk peredaran barang haram di Indonesia.

Berbagai cara dan modus dipakai para pelaku tindak kejahatan narkotika ini untuk menyusupkan barang-barang haram yang meracuni pikiran dan mental generasi muda. Di lingkaran jaringan itu, Indonesia dipandang sebagai surga bagi peredaran dan pembuatan sabu dan heroin.

Sampai empat bulan berjalan di tahun 2010 ini, narkoba selundupan yang berhasil disita Bea dan Cukai senilai Rp 340 miliar. Yang patut menjadi pertanyaan, mengapa jalan masuk penyelundupan itu kebanyakan dari Malaysia? Selain kasus di Bandara Husein Sastranegara, pada waktu yang sama, Minggu (25/4), di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta juga terjadi upaya penyelundupan heroin. Pelaku menumpang pesawat dari Kuala Lumpur. Begitu pula di Bandara Juanda Surabaya dan Bandara Polonia, Medan, pelaku berangkat dari Kuala Lumpur atau Penang.

Timbul pertanyaan, bagaimana pengawasan petugas di bandara atau bea cukai di negeri jiran itu? Mengapa bisa, dadah (sebutan untuk narkoba di Malaysia, Red), sebanyak itu bisa lolos begitu saja dan terjadi berulang kali? Apakah ada oknum-oknum petugas di sana yang bekerja sama dengan jaringan pengedar narkoba internasional, seperti halnya dua petugas di Bandara Soekarno Hatta yang ditangkap karena meloloskan narkoba milik warganegara India dari pengawasan?

Padahal, pemerintah Malaysia pernah mendeklarasikan jihad pemberantasan dadah dan madat, sehingga Malaysia bebas barang haram itu pada 2015.

Terlintas pikiran suuzon, pihak Malaysia sengaja meloloskan heroin dan kawan-kawannya itu masuk ke Indonesia, dengan tujuan menghancurkan Indonesia. Dampak negatif narkoba sudah kita ketahui bersama, merusak dan sangat merugikan. Kebanyakan pecandu adalah anak-anak muda, yang seharusnya menjadi tulang punggung kebangkitan negeri ini. Jika generasi penerus berkubang di dunia narkoba, bagaimana mungkin negeri ini bisa kembali memimpin, menjadi Macan Asia, disegani negara-negara lain?

Hal ini bisa dikaitkan dengan hasil survei FISIP Universitas Indonesia, yang menunjukkan Malaysia sebagai "ancaman utama" Indonesia. Dari 250 mahasiswa yang mengikuti survei tentang pengetahuan dan persepi soal ASEAN, 120 orang atau 48 persen menilai Malaysia sebagai ancaman keamanan utama Indonesia. Selain itu, Malaysia pun dipersepsi 69.9 persen responden sebagai pesaing Indonesia di era globalisasi di samping Cina.

Pengawasan terhadap upaya penyelundupan heroin tentu harus semakin ditingkatkan. Di sisi lain, kita pun harus mengejar ketertinggalan dari negeri jiran, agar tak terus terpuruk di lingkaran krisis.(*)
Sorot, dimuat di Harian Pagi Tribun Jabar edisi Kamis 29 April 2010.

1 comment:

andee said...

blogwking here